Bab satu

34 2 2
                                    

Ctarr  ctarr ctarr

Suara cambuk menggema dipenjuru kamar yang terlihat gelap gulita karena lampu kamar yang memang belum dinyalakan. Rintihan kesakitan keluar dari bibir tipis gadis yang saat ini sedang berlutut dihadapan pria paruh baya yang sedang memegang cambuk ditangannya.

"Dasar gadis sialan, gara-gara kau aku kehilangan cintaku" murka pria paruh baya itu sambil terus mencambuk gadis di depannya.

Ntah sudah berapa cambukkan yang diterimanya dari pria paruh baya didepannya. Saat melihat pria paruh baya itu pergi keluar kamar membuat gadis itu mengangkat dagu nya dan menatap ke arah pintu yang masih terbuka.

Dengan langkah gemetar ia menuju kearah pintu untuk menutup nya lalu berjalan kearah ranjang untuk merebahkan tubuhnya yang lelah karena cambukkan yang di terimanya.

Tuhan, bukankah skenario mu selalu indah? Lalu apakah masih lama bagian indah itu batin gadis itu sebelum benar-benar terlelap dalam tidurnya.

Jarum jam terus berputar sampai jam menunjukkan pukul 05.30 wib. Suara kicauan burung dari luar sukses membuat gadis yang tertidur dengan meringkuk itu terbangun.

"Ssshh" rintihnya saat air dingin menyapa kulitnya yang terasa perih. Mungkin ada luka belum kering yang kembali berdarah karna insiden semalam.

Selesai dengan ritual mandinya ia segera memakai seragam sekolahnya dan berjalan menuju tempat biasa dia menunggu angkutan umum yang sering melewati sekolahannya. Mungkin hsri ini hari keberuntungannya karena ia tak perlu menunggu terlalu lama.

🍀🍀🍀

"Boleh gue duduk disini?" Tanya gadis berkerudung pada gadis berambut hitam yang digerai begitu indahnya.

"Boleh" jawab gadis itu.

"Oh ya, kenalin gue fitri ayudita" ucap gadis berkerudung.

"Oh. Gue ferita" sahut gadis berambut hitam.

"Ok. Mulai sekarang kita temenan ya tata" ucap fitri antusias.

Mereka makan dengan khidmat bahkan kini fitri yang terlebih dulu menghabiskan makanannya. Ia terus melihat kearah ferita yang memakan makanannya sedikit. Namun kini pokusnya teralihkan pada luka di tangan kirinya yang meskipun ia coba sembunyikan tapi jika dilihat dari dekat sangan terlihat jelas.

"Tata, tangan lo kenapa?" Tanya fitri berniat menarik tangan ferita namun segera di tepisnya.

Fitri yang anaknya kepoan segera meraih tangan itu secara paksa namun juga dengan hati-hati karena takut membuat luka itu kembali berdarah. Dengan sedikit paksaan fitri membawa ferita ke uks. Jika kalian beranggapan ia menjadi pusat perhatian maka jawabannya salah karena sekitarnya sibuk dengan urusan masing-masing.

Sesampainya di uks ferita sedikit bernafas lega karena mendapati uks yang sepi. Mungkin petugas uksnya sedang makan atau ada keperluan. Fitri yang mengerti gerak-gerik risih ferita segera menutup pintu uks serta menutup gordennya dan tak lupa mengunci pintu dari dalam.

Ia menghampiri ferita dengan sekotak obat p3k yang sebelumnya ia ambil di rak obat. Dengan perlahan fitri menggulung lengan ferita, ia sedikit meringis saat melihat luka yang tidak terlalu dalam namun sangat panjang tak lupa memar merah disampingnya.

"Tahan bentar ya tata" intruksi fitri saat mencoba mengolesinya dengan obat merah setelahnya ia balut dengan kain kasa.

"Ssshhh" ringis ferita saat tak sengaja tangan fitri memegang pundaknya.

Tanpa permisi lagi fitri menggeser kerah baju ke pundak hingga memperlihatkan pundaknya yang terdapat memar ke unguan.

"Lo apa-apaan sih" bentak ferita saat tangan fitri ingin membuka kancing seragamnya.

"Diem tata" geram fitri membuat ferita terdiam dan membiarkan fitri membuka seragamnya.

Fitri memutari brankar untuk melihat punggung ferita yang masih tertutupi oleh tanktop, betapa terkejutnya ia saat melihat lebam dipundak itu seakan memanjang ke bawah.

Ferita segera mengancingkan kembali seragamnya lalu pergi keluar dari uks meninggalkan fitri yang masih berdiam dengan pandangan yang tertuju pada ferita.

Ferita pov on

Gadis yang tiba-tiba duduk di depanku ini bernama fitri Ayudita, siswa pindahan dari palembang. Awalnya perkenalannya ku respon dengan baik, Hingga pada akhirnya dia melihat luka ditanganku yang sejak pagi kututupi dengan seragam lengan panjang. Ia sempat menanyakan tentang tanganku yang terluka namun aku mengacuhkannya dan menepis tangannya.

Ku kira dia bakal marah, namun ia malah semakin gencar hingga tanpa sadarnya menekan sedikit luka ku. Keningku memgernyit kala dia tiba-tiba mengajakku pergi dari sana dan akhirnya membawaku ke uks. 

Sebenarnya ada rasa takut dihatiku saat melihat pintu uks itu, ya takut banyak orang yang mengetahui tentang luka yang ada di tubuhku. Saat memasuki uks aku sedikit bernafas lega karena tidak ada siapa-siapa di uks.

Pandanganku terus mengikuti gerak-gerik fitri hingga kini ia duduk berhadapan denganku lalu menggulung sedikit lengan seragamku. Ia mengoleskan betadine ke luka ku dan juga membalutnya dengan kain kasa.

Saat hendak berdiri ntah itu di sengaja ataupun tidak tangan fitri menekan luka yang ada di pundakku. Dan dengan beraninya dia membuka sedikit kancing bajuku lalu melihat daerah punggung yang masih tertutupi tanktop namun sayangnya luka dibahu dan sedikit memanjang itu terlihat oleh pandangan fitri.

Selama ini tidak ada yang tahu perihal luka yang ada disekujur tubuhku. Sebab aku selalu menutupinya ntah itu dengan fondation ataupun pakaian tertutup.

Kurasa ini kesempatanku saat tak merasakan pergerakan dari fitri yang saat ini malah termenung sambil terus menatap iba ke arahku. Ku kancingkan kembali seragamku lalu pergi meninggalkan fitri tanpa sepatah katapun.

Sesampainya di kelas aku segera menuju kursi paling belakang dekat jendela lalu menelungkupkan kedua tangan ke meja dan merebahkan kepala disana. Rasa kantuk tidak bisa kutahan lagi hingga pada akhirnya aku memilih untuk tidur dengan posisi itu.

Ferita pov of

Ferita yang tertidur dikursi belakang dekat jendela tidak merasa terganggu dengan kegaduhan kelas karena jamkos. Mungkin mimpi ferita terlalu indah, untuk sekedar bangun pun dia enggan.

Waktu berputar begitu cepat hingga akhirnya jam pelajaran hari ini pun berakhir. Nampak semua murid meninggalkan kelas dengan membawa tas untuk pulang ke rumah masing-masing. Ferita yang sudah bangun sejak 20 menit yang lalu kini ia juga menggendong tasnya lalu pergi meninggalkan kelas.

Saat melewati area parkiran ferita melihat ada sebagian pelajar yang dijemput oleh sang ayah. Ia menatap iri pada teman sebayanya yang terlihat begitu sangat akrab dengan sang ayah.

Kapan ayah menjemputku?  Batin ferita

Bukankah cinta pertama seorang anak perempuan adalah seorang ayah? Bukankah ayah adalah seseorang yang sangat dekat dengan anak perempuannya? Bukankah ayah adalah dunia seorang anak perempuan? Lantas kenapa aku tak merasakan semua nya! _ferita 

Bersambung....

Terimakasih sudah menyempatkan waktu nya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan tinggalkn jejaknya di kolom komentar agar author lebih semangat lagi buat lanjut ceritanya. Jangan lupa makan, minum dan ngemil ya. Karna untuk bahagia itu butuh tenaga.

Salam hangat dari author😊 sampai bertemu di next bab 2. Babay👋👋

FeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang