03. Benda Bernada

50 3 0
                                    

"Senyam, senyum, wae. Punya pacar, po ?" tanya Satya pada Kenzie. "Enak aja! aku tu enggak sabar buat pulang nanti karena paketku akhirnya dateng," jawab Kenzie. "Paket opo ?" tanya Satya kembali. "Paket-" Kenzie menghentikan ucapannya dan bergaya seperti sedang memainkan gitar.

"Gitar ?" tebak Satya. "Nah!" seru Kenzie dengan semangat. Satya hanya mengangguk paham. Tangannya kini meraih buku catatan matematika milik Kenzie.

Saat ini, Kenzie dan Satya masih duduk di bangku kelas dua SMP. Kenzie pun masih bisa ikut extracurricular musik walaupun secara diam-diam.

"Eh, extracurricularmu tu, kapan e ?" Satya mencatat sambil membuka topik agar mereka bisa berbincang lagi, walaupun lawan bicaranya sedang berkhayal memainkan gitar barunya. "Apa ?" tanya Kenzie. Ia sungguh terlalu sibuk dengan dunianya sendiri hingga membuat Satya harus menghela napas.

"Extracurricularmu itu kapan ? aku lupa," tanya ulang Satya. "Oh, bilang dong dari tadi." Tiba-tiba tangan Satya memukul kepala Kenzie dengan bolpoin. "Aku wes ngomong ket mau, yo! Koe kui sek ora dengerke aku,"¹ protesnya.

"Aduh, santai dong. Kata Bibi enggak boleh marah-marah, nanti cepet tua!" Kenzie mengelus kepalanya. "Kalau soal extracurricular, itu besok, Sat. Emang kenapa ?" tanya Kenzie. "Aku mau ngajak main kamu, takutnya tabrakan sama jadwalmu."

"Berarti besok kamis, aja," lanjut Satya. Kenzie mengacungkan jempol kepada Satya.

Kini kelas mereka sedang ramai membahas lomba untuk merayakan ulang tahun sekolah. Berbagai lomba diadakan osis agar dapat memeriahkan acara. Kenzie menatap kertas yang dibagikan, sudah hampir dua jam Kenzie memikirkan lomba apa yang ingin dia ikuti.

Tentu saja hatinya ingin sekali lomba menyanyi, tapi entah kenapa hatinya rasanya bimbang. "Sat, kamu mau ikut lomba apa ?" tanya Kenzie.

Satya menghentikan aktivitasnya sebentar dan mulai berpikir juga. "Voli," jawab Satya. Kenzie ber-oh ria. "Kamu kan udah punya rencana to, bakal ikut lomba nyanyi sambil gitar ?" lanjut Satya.

"Iya, sih. Cuman entah kenapa firasatku gak enak," ucap Kenzie. Satya merangkul sahabatnya itu dan mengatakan, "halah, kamu tu cuman grogi!"

Kenzie menghela napas panjang, pasalnya memang ada yang mengganggu pikirannya. Rasanya sesak, seperti masa depan memberitahunya akan kabar buruk yang sangat ia takutkan.

*****

Langit sudah berwarna jingga, para pekerja juga sudah mulai kembali ke rumah untuk beristirahat dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Kenzie pun asik menikmati lagu yang Pak Ibnu putar di mobil, lagu-lagu khas jaman sembilan puluhan.

''Le Kenzie, gimana sekolah e tadi ?" tanya Pak Ibnu. Kenzie menghela napas panjang dan baru menjawab, ''Aman, Pakde. Tapi, Kenzie bimbang.''

sembari fokus menyetir, ia melihat Kenzie dari kaca mobil. ''Bimbang kenapa, Le ?'' tanya Pak Ibnu. ''Kenzie itu ada lomba di sekolah, pengen banget ikut lomba nyanyi,'' jawab Kenzie.

Pak Ibnu tersenyum dan membalas, ''kenapa bimbang ? ikut aja! Pakde juga tau suara Kenzie itu bagus sejak kecil. Jadi kangen deh, dulu Le Kenzie selalu nyanyi sayur nara pas pulang.''

Mendengar Pak Ibnu, supir Kenzie sejak kecil dan sudah dianggap sebagai teman dekat sendiri membuatnya tersenyum malu. Memang benar, Pak Ibnu ini selalu mengajak Kenzie bernyanyi waktu kecil.

Ia juga merasa Pak Ibnu ini adalah orang tua kadungnya karena selalu perhatian kepadanya. Bahkan apa yang Pak Ibnu lakukan pada Kenzie belum pernah ia rasakan pada orang tua kadungnya sendiri. walaupun itu hanya hal-hal kecil, seperti tadi. Menanyakan bagaimana sekolahnya, mengobrol santai dan masih banyak hal-hal kecil lainnya.

AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang