LINTRIK

5.8K 578 74
                                        

Padma Lintang tengah mengerjakan tugas kuliah nya di teras rumah. Ia memilih diluar karena merasa suntuk didalam. Sampai akhirnya fokusnya terganggu oleh Pak Lik Landhung yang berlarian menuju motor bebeknya.

"Kenapa lari larian Pak Lik?" Tanya Lintang.

Pak Lik Landhung menoleh sembari terus menyalakan motornya yang memang sering susah untuk diajak kompromi. Motor yang lebih bagus man eman kalau dibawa kerja katanya. Ia lebih senang membawa motor jadulnya.

"Saya pamit pulang cepat mbak. Saya dengar kalau Pak Lurah Sakan meninggal setelah semalaman tidak pulang kerumahnya" jawab Pak Lik Landhung dengan panik.

"Innalilahi, memang nya Pak Lurah pergi kemana Pak Lik?"

"Saya juga tidak tahu mbak. Tadi ada orang merumput menemukan mayat Pak Lurah dipinggir dusun. Sekarang saya mau membantu warga untuk mengurus nya"

Pak Lik Landhung langsung pergi begitu saja setelah motornya sudah mau menyala. Meninggalkan Lintang yang kini menutup laptopnya. Ia ikut penasaran dengan kronologi meninggalnya Pak Lurah dari dusun Gantoeng tersebut.

Ia meletakkan tugasnya didalam rumah lalu meraih kunci motornya yang ada diatas meja. Ia akan pergi kerumah Anindhita, mungkin saja dia tahu yang sebenarnya terjadi pada Pak Lurah Sakan. Kebetulan orang tuanya sedang pergi, dan kakaknya masih di klinik. Tentu tidak akan rumit untuk berpamitan.

******

Orang orang sudah berkerumun didepan rumah Pak Lurah Sakan. Bukan hanya warga dusun Gantoeng saja, tapi beberapa warga dari dusun lain juga turut berdatangan, salah satunya adalah Padma Lintang.
Bagaimana mereka tidak berdatangan, yang meninggal saja seorang Lurah. Pasti mereka penasaran.

Kedua gadis itu, Padma Lintang dan Anindhita berdiri diantara para warga yang berjubel didepan rumah Pak Lurah. Beberapa orang laki laki sedang menggotong mayat Pak Lurah masuk ke rumah. Tangisan meraung-raung terdengar dari dalam. Tentu saja keluarga nya bersedih. Apalagi Pak Lurah meninggal secara tidak wajar.

Padma Lintang mendengar bisik bisik dari para warga jika mayat Pak Lurah ditemukan telah mengering oleh seorang pencari rumput dipinggir dusun.
Mata Pak Lurah melotot dengan mulut yang terbuka. Tubuhnya benar benar kaku sampai sulit untuk disejajarkan.

"Padahal tadi malam masih baik baik saja. Katanya cuma pamit keluar sebentar tapi tidak pulang sampai pagi. Eh, siangnya ditemukan mati neng alas (di kebun/ladang)" ucap seorang warga yang didengar oleh Lintang.

"La kui mayit e kok isoh ngono yo? Koyo wong keweden. Opo weruh Gerandong?"
(Terus itu mayatnya kenapa bisa begitu ya? Seperti orang ketakutan. Apa lihat Gerandong?)
Seorang lagi ikut menimpali.

"Yo mosok mung weruh Gerandong isoh mati?"
(Ya masa cuma lihat Gerandong saja bisa mati?)
Yang lain ikut nimbrung.

"Ngendi ono Gerandong neng kene?  Ra sah sok ngerti ngerti kowe ki!"
(Mana ada Gerandong disini? Tidak perlu sok tahu kamu tuh!)
Seru yang lain.

Lintang juga mendengar jika di tubuh Pak Lurah terdapat luka menganga dibagian tengkuknya. Meski terlihat mengerikan, tapi tidak ada darah sama sekali. Seolah darahnya sudah dihisap habis dari tubuhnya.

Kata kata itu membuat Lintang teringat akan suatu hal.
Yaitu saat dirinya melihat buto ijo yang tiba-tiba muncul dirumah Mahika Maya. Mayat Pak Lurah juga ditemukan di pinggir sungai didekat rumah Mahika Maya yang ada dipinggir dusun.

"PELET" Mahika Maya (GxG) (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang