Fadli melangkah dengan mantap ke dalam kamp pelatihan militer yang padat. Dalam seragamnya yang rapi, dengan postur tegap dan wajah yang tegas, ia menunjukkan ketegasan dan determinasi yang melekat pada dirinya. Rambut hitamnya dipotong pendek, dan matanya yang tajam menerawang sekeliling dengan penuh perhatian.
Di sisi lain, Hasan memasuki kamp dengan langkah yang agak lebih santai. Ia memiliki tubuh atletis yang terawat, dengan kulit berwarna sawo matang yang menambah pesonanya. Rambutnya yang keriting diatur dengan rapi, mencerminkan sikapnya yang ceria dan ramah. Senyumnya yang hangat membuat orang-orang merasa nyaman di sekitarnya.
Keduanya tanpa sengaja bertemu di depan aula utama kamp pelatihan. Fadli memperhatikan sorot mata tajam Hasan saat mereka saling menatap, dan hatinya berdebar sedikit lebih cepat. Hasan juga merasakan denyut jantung yang berpacu saat melihat keperkasaan Fadli. Dalam sekejap, mereka merasa ada sesuatu yang tak terduga terjadi antara mereka.
"Apa kabar, namaku Hasan," sapa Hasan dengan senyuman lebar, mengulurkan tangannya kepada Fadli.
Fadli menerimanya dengan mantap, terkejut oleh kehangatan yang tersirat dalam sentuhan itu. "Salam kenal, Fadli. Kita akan menjadi tim yang hebat di sini," jawabnya, merasakan getaran positif dalam suara Hasan.
Mereka melangkah bersama menuju tempat makan kantin. Matahari terik menghiasi langit, tetapi percakapan mereka membuat waktu terasa berjalan lebih cepat.
"Kamu memiliki latar belakang apa sebelum masuk kamp ini?" tanya Hasan, tertarik untuk mengenal Fadli lebih dalam.
Fadli menghela nafas sejenak, mengenang masa lalunya. "Aku seorang atlet bisbol sebelum memutuskan bergabung dengan militer. Jujur, ini adalah tantangan yang lebih besar, tetapi aku ingin membuktikan kemampuanku di sini."
Hasan mengangguk penuh pengertian. "Aku berasal dari keluarga militer. Bapakku adalah seorang perwira tinggi. Aku ingin melanjutkan jejaknya dan mewujudkan impiannya."
Mereka tertawa bersama, menikmati kebersamaan yang tumbuh dengan cepat di antara mereka. Percakapan mereka santai dan penuh kehangatan, membuat mereka merasa nyaman satu sama lain.
Fadli melirik ke arah Hasan dengan senyuman. "Kau tahu, kita mungkin memiliki masa depan yang cerah di sini. Bersama-sama, kita bisa menghadapinya dengan penuh semangat dan dukungan."
Hasan menyambut kata-kata Fadli dengan tulus. "Aku sepenuhnya setuju, Fadli. Kita akan menjadi pasangan yang tak terhentikan di sini."
Dengan keyakinan dan harapan yang terpancar di wajah mereka, Fadli dan Hasan melanjutkan makan siang mereka, semakin yakin bahwa takdir telah membawa mereka bersama di kamp pelatihan yang menantang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Melawan Diskriminasi: Kisah Cinta, Keberanian, dan Perubahan Di Kamp Militer"
Short StoryDalam perjuangan melawan diskriminasi di kamp pelatihan, Fadli dan Hasan menemukan kekuatan dalam cinta dan kecerdasan mereka. Dalam kisah yang mengharukan dan mendebarkan, mereka menghadapi rintangan yang tak terhitung jumlahnya, menunjukkan bahwa...