what are we (9)👇
-Waktu kembali di awal mulainya party-
Jay benar-benar tidak nyaman dengan situasinya sekarang. Dihadapannya berdiri sekumpulan manusia asing yang jumlahnya tidak sampai sepuluh orang. Dan juga Karin yang sedari awal sudah berdiri di sampingnya.
“Jay, mau minum apa?” tawar sosok wanita paruh baya namun masih terlihat muda untuk seumurannya. Terlihat tangannya merangkul sosok yang sudah pasti merupakan sang pasangan.
Bibirnya secara otomatis membentuk segaris senyuman tanda bahwa Jay harus memulai perannya. Alhasil membuat wajah tampannya semakin bersinar.
“Gak usah repot-repot Tante. Saya bisa ambil sendiri.”
“Jangan malu loh ya. Anggap aja keluarga sendiri.” balas pria itu.Jay masih terus memasang senyum yang mulai membuat otot wajahnya pegal lalu membungkukkan sedikit badannya sebagai bentuk sopan santun pada yang lebih tua. Kini topeng tebalnya itu termasuk perannya berkerjasama dengan baik saat ini.
Kalau boleh jujur, Jay bukannya ingin ngerepotin orang-orang itu. Tapi memang karena tidak ada bir atau minuman beralkohol di area tempat dia berdiri. Bahkan waiter keliling itu sama sekali tidak ada yang mampir ke tempatnya.Bagi seorang seperti Jay gak sreg aja kalau bukan minuman haram itu yang masuk ke tubuhnya. Dia bisa saja dengan lancang asal ngomong dia pingin minum alkohol dan antek-anteknya. Tapi dia ingat dengan kata-kata Sunghoon.
“Jangan macem-macem. Kalian baru aja rujuk.”
Dia baru ingat saat pertama kali menginjakkan kaki di ruangan ini. Karin yang muncul layaknya jumpscare dan langsung memeluk erat lengannya. Jay tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Tidak peduli dengan kondisi mereka yang sekarang menjadi pusat perhatian di sana. Hmm, Karin jadi mulai lebih berani sekarang. Perkembangan yang pesat untuknya dalam waktu singkat ini.Sunghoon yang juga melihatnya langsung tersenyum lembut. Sepertinya ia tau kenapa Karin menjadi lebih berani sekarang. Bukankah dilihat dari situasi sekarang kalian sudah bisa menebak? Tokoh utama wanita yang mencoba untuk menjaga tokoh utama pria darinya. Karin si protagonis dan Sunghoon si antagonis. Wah, bahkan outfit mereka juga mendukung. Kebetulan macam apa ini?
“Happy birthday loh ya. Doa gue selalu yang terbaik deh buat lo.” Setidaknya Sunghoon masih ingat dengan tata krama dasar seperti ini.
“Buat kadonya sorry ya. Kayaknya butuh waktu buat sampe ke lo.”
Yang berulang tahun hanya membalas dengan ucapan ‘terima kasih’ dan juga ‘gapapa’ sebagai bentuk responnya.
Tanpa berdiam lebih lama Sunghoon langsung pergi meninggalkan pasangan itu disusul dengan pandangan kagum yang mengikutinya. Entah pandangan kagum akan penampilannya malam ini atau hal lain. Saat itulah Jay dan Sunghoon berpisah. Bahkan Sunghoon tidak mau membalas pandangannya dan pergi begitu saja. Jay juga belum sempat untuk bertemu dan menyapa temannya yang lain.“Tapi saya tidak pernah menyangka akan bertemu dengan putra tunggal dari Bapak Park selaku Rektor sekaligus pemilik Universitas secara langsung seperti ini.”
Kalimat itu menyadarkan Jay dari pikirannya sejenak.
Pria itu kembali melanjutkan pembicaraan, “ditambah ternyata kamu sudah berkenalan baik dengan Putri saya. Kalau boleh tau ada hubungan apa diantara kalian?”
Mendengar itu Karin berniat untuk langsung mengenalkan pacarnya, “Pa, Ma, kenalin-”
“Cuma kenalan biasa kok, Om, Tante.” Jay memutus perkenalan yang baru saja keluar dari mulut Karin, “kita baru kenalan sekitar dua minggu yang lalu.”
“Oh ya?” tatapan beliau mengarah pada putri semata wayangnya.
“Ah, iya.” Untuk sekarang Karin harus mengikuti alur yang dibuat Jay. Baru nantinya mereka akan berbicara empat mata di tempat lain.“Kamu kok ngomong gitu, sih?”
“Ngomong apa?” tangannya masih sibuk mengisi ulang gelasnya yang sudah kosong. Hal itu sudah Jay lakukan berkali-kali sampai meninggalkan beberapa botol whiskey kosong di depannya.
“Aku serius Jay.” ucap Karin mencoba tegas namun masih terdengar lembut.
Jay menatap Karin sejenak lalu kembali menghabiskan minumannya.
“Kalo ortu lo tau kita pacaran pasti di acara potong kue tadi nama gue bakal muncul dan itu ngerepotin,“ mata setajam elang itu menatap pacarnya dingin, “lagian kan emang bener kita baru kenalan dua minggu yang lalu.”
“Kok pikiran kamu bisa sampe sana?” Karin masih ingin penjelasan yang lebih dalam.
Jay membuang nafas kasar. Kepalanya sudah mulai terasa berat karena alkohol yang terus dia konsumsi tanpa henti.
“Karena emang itu cara berpikirnya orang dewasa. Khususnya orang-orang yang ingin memperluas koneksinya.”
Kepalanya mengadah ke langit-langit VIP Room yang sekarang mereka tempati. Lalu sekali lagi menatap Karin tajam, “aren’t you too? You accept my confession to support your parents’ goals, right?”
Karin terdiam sama sekali tidak ada perlawanan. Suasana jadi lebih dingin dari sebelumnya.
“Kalo udah gak ada lagi yang mau di omongin lo balik aja ke ortu lo atau gak ketemu ama temen lo yang lain.” Usir Jay secara tidak langsung.
Karin menurutinya dan keluar dari ruangan itu dengan berat hati. Meninggalkan Jay yang masih setia dengan botol alkoholnya.
Baru saja menikmati ketenangan, ujung mata Jay menangkap sosok yang tidak asing dari arah kaca pintu yang agak buram transparan. Awalnya dia agak ragu dengan penglihatannya. Tapi Jay juga gak mungkin salah.
“Itu…”