Momon

17 2 0
                                    


*Planet 113/Felsdar*

"Kaoru, cepat bawa Darwin pergi dari sini," kata seorang laki-laki berbaju seragam inspektur berwarna biru dengan plat kuning di kedua bahu yang berbentuk tiga buah bintang, tanda pangkat kapten. Badannya ditempelkan pada reruntuhan tembok yang sedari tadi melindungi Momon dan dua rekannya dari tembakan senjata musuh.

"Baik, kak Momon," kata Kaoru, seorang laki-laki yang lebih muda dengan seragam inspektur dengan pangkat satu bintang yang menandakan inspektur junior. Dia membopong temannya yang tergeletak tak berdaya. Sebelum pergi, Kaoru menoleh ke arah Momon yang sedang berusaha menembak musuh dari celah di antara tembok. "Kak Momon tidak apa-apa sendirian?" Tanyanya.

Menggunakan tangan kiri, Momon mengisyaratkan Kai bahwa dia tidak apa-apa, sambil tangan kanannya masih memegang pistol dan menembaki musuh. Kaoru menangguk, "Ganbatte, senpai!" Katanya, sebelum berlari pergi sambil menggendong Darwin di pundaknya. Kaoru yang mengaktifkan kemampuan spesialnya untuk berjalan secepat suara pun hilang dalam sekejap.

Pertempuran antara kubu inspektur dan kubu pemberontak tidak terelakan. Usaha negosiasi antara pihak kerajaan dengan pihak inspektur dari Special Space Force (SSF) untuk melakukan investigasi mengenai relik literatur kuno yang baru ditemukan di planet Felsdar berakhir dengan kekacauan. Pasukan pemberontak kekaisaran tiba-tiba masuk ke dalam perpustakaan kerajaan Felsdar, tempat berlangsungnya negosiasi, setelah menyabotase sistem keamanan.

Mau tidak mau, seluruh inspektur yang ada di sana ikut terlibat konflik dengan para pemberontak yang menang dari segi jumlah, termasuk Momon dan para anggotanya yang tergabung dalam regu 12A.

"Sial," kata Momon sambil melempar senapan lasernya yang sudah kehabisan energi. Dia tidak menyiapkan banyak persenjataan karena misi ini memang semula hanya bertujuan untuk negosiasi.

Momon kini tinggal sendiri, Kaoru baru saja pergi dengan Darwin yang terluka. Dua orang anggota regunya yang lain pun sudah mulai kehabisan tenaga. Rasanya pertempuran yang tidak imbang ini tidak akan ada habisnya. Dengan sisa tenaganya, Momon berdiri dengan berani, lalu berjalan melewati medan tembak dengan tegap, seolah peluru dan laser yang berterbangan di sana hanyalah angin lalu.

"Cukup! Aku tidak akan membiarkan lebih banyak korban!" Seru Momon.

Salah seorang dari pihak pemberontak berseru, "Kamerad, lihat! Itu Kapten Momon, tamatlah kita!"

Kawannya memegang pundaknya dan berkata, "Kamu memangnya tidak tahu? Inspektur dari SSF sangat dilarang untuk membunuh, apalagi di misi negosiasi seperti ini." Kemudian, dia mengokang senjatanya, dan menarahkannya ke arah Momon. "Tenang saja kawan, kita akan aman."

Tangannya mengepalkan, merapatkan, dan mengarahkannya ke arah pasukan musuh. Hatinya dibayangi sedikit keraguan apakah dia harus melakukan ini, tetapi, bayangan dalam hatinya itu berhasil ia taklukan. Perlahan, energi berwarna ungu terang memancar dari kedua tangannya, efek distorsi ruang yang timbul membuat udara di sekitarnya tersedot. "Dimensional fist, release!"

Seketika energi keunguan menjadi lebih terang sampai-sampai seperti muncul kilatan-kilatan cahaya bak bintang, kemudian energi itu memancar ke dalam area berbentuk kerucut di depan Momon, melenyapkan bangunan, orang, tanah, dan segala hal yang dilewatinya.

Momon berlutut. Iya tau perbuatannya ini salah. Sudah berulang kali Ia diingatkan oleh kepala inspektur bahwa inspektur CENTRAL tidak boleh membunuh musuh kecuali dalam keadaan sangat terdesak. Senjata laser yang digunakan oleh para inspektur hanya untuk melumpuhkan musuh saja. Jika keadaan sangat mendesak seperti yang terjadi sekarang, mereka diinstruksikan untuk memanggil bantuan ke kantor pusat.

Namun, Momon memiliki pemikiran berbeda. Menurutnya, melenyapkan musuh lah yang paling efektif karena dengan itu misi dapat lebih cepat selesai sebelum lebih banyak korban berjatuhan sampai bantuan datang.

Para inspektur yang ada di lokasi pun hanya terdiam melihat aksi Momon. Ini sudah bukan barang baru bagi mereka, dan mereka tahu, Momon lagi-lagi akan mendapatkan konsekuensi dari para atasan.

***

*Brak*

Berkas misi 145-007 dibanting ke atas meja oleh seorang paruh baya dengan kumis yang lebarnya melebihi sisi wajahnya. Laki-laki itu mengenakan seragam bertabur bintang penghargaan, tanda sudah banyaknya misi yang dia lalui dan berhasil menyelesaikannya hidup-hidup. Garis bekas luka melintang dari kelopak mata atas sampai ke bawah melewati sebuah bola mata robotik yang menggantikan matanya yang hilang saat menjalankan misi.

"Momon! Anak itu." Lelaki paruh baya itu berdiri dari kursi kerjanya. "Bahkan aku sendiri yang sudah mengiriminya surat perintah untuk meminta bantuan saat di dalam kondisi terdesak." Dalam keadaan bingung dan kehabisan akal, lelaki itu memainkan ujung kumisnya. "Hukuman apa lagi yang harus kita berikan supaya dia jera, Nestor?"

Nestor, yang berdiri di depannya, mengernyitkan dahi dan mengelus janggutnya yang hitam dan panjang. "Aku ada ide, Pak Kepala Inspektur. Hukuman ini mungkin cocok, tetapi bisa jadi merugikan kita," katanya. Lalu, Nestor menepukkan kedua tangannya, dan dengan segera, layar besar di depan mereka menyala, memperlihatkan gambar-gambar yang memperlihatkan suatu kota dengan banyak gir, robot-robot, dan mesin-mesin canggih yang bekerja berdampingan dengan warga kota. "Kami mengidentifikasi ada aktivitas tidak biasa di sekitar perpustakaan kota Lichtstadt di planet Himmels. Orang-orang di sana sering tiba-tiba mengamuk dan merusak apapun yang ada di sekitarnya. Tampak adanya peningkatan kekuatan 10x pada orang-orang ini. Jika ini terus terjadi, bisa berbahaya untuk naskah-naskah keinsinyuran yang disimpan di perpustakaan."

"Oke, lalu?" Tanya Kepala Inspektur.

"Orang-orang yang mengamuk itu akan menganggu siapapun yang ada di sekitar mereka, termasuk jika kita kirimkan inspektur kita," jelas Nestor, yang kemudian menyapukan tangan kanannya. Gambar pada layar pun berganti ke gerbang depan sebuah bangunan tinggi kerucut berwarna putih dan emas dengan beberapa cahaya terang yang muncul dari seluruh tepinya. Segerombolan warga kota berusaha merengsek masuk ke gerbang yang tertutup yang terus terdorong ke arah dalam di dalamnya terlihat para empat orang penjaga berbaju cokelat dengan helm bulat berwarna senada bersiap menghadang jika sewaktu-waktu gerbang berhasil ditembus.

"Kalau kita kirimkan Momon ke sana." Nestor berhenti sejenak dan berdehem. "Dia akan belajar untuk mengendalikan kekuatannya. Lawannya adalah warga sipil."

Kepala inspektur kembali memainkan kumisnya. "Tapi, Nestor, itu terlalu berisiko, bagaimana jika Momon berulah lagi?" Lelaki paruh baya itu menoleh ke arah jendela. "Lagipula, banyak misi lebih berbahaya yang perlu inspektur sehebat Momon."

Nestor mendekat ke arah Kepala Inspektur dan menaruh telapak tangan kirinya di dada. "Pak Kepala, rencanaku memang tidak 100% berhasil, tetapi kali ini aku begitu yakin. Maaf jika aku lancang, tetapi, bukankah selama 10 tahun bekerja sebagai penasihat jika aku seyakin ini rencanaku selalu berhasil, Pak?"

Kepala Inspektur tersenyum kemudian tertawa. Perut buncitnya bergoyang naik turun. "Baiklah, Nestor. Kau memang yang terbaik soal pemikiran." Dengan segera, dia memerintahkan AI komando untuk memanggil regu 12A, regu yang dikepalai Momon, ke ruang rapat. 

***

Cerita ini adalah bagian dari TUM1S yang tergabung dalam siriusinkparty

The InvestigatorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang