Bab 4

1.9K 239 38
                                    

Setelah menenangkan diri dan kembali ke mansion, tidak disangka, Lisa betul-betul menepati janjinya kepada Jennie. Dia tidak mengatakan apapun kepada siapapun. Itu seperti memberikan Jennie angin segar yang menyejukkan.

Lisa hanya mengantar Jennie pulang, lalu pergi dengan alasan dia memiliki pekerjaan yang perlu ia selesaikan sesegera mungkin.

Entahlah. Sejak kejadian di lapangan pacuan kuda itu, pandangan Jennie terhadap Lisa sedikit berubah. Suka maupun tidak, Jennie harus mengakui bahwa Lisa memang dapat dipercaya dan bertanggung jawab.

Kakeknya tidak salah menjadikan Lisa sebagai tangan kanan beliau.

"She look kinda sexy tho." Gumam Jennie pelan, namun cepat-cepat ia sangkal. Apa dia sudah gila mengatakan kalimat yang sangat berbahaya itu? Jennie menampar bibirnya yang asal ucap. Syukurlah ini di kamar, jika di depan orang lain, mau taruh di mana wajah Jennie?

Drrtt...drrtt...drrtt...

Dering ponsel Jennie berbunyi, tanda seseorang sedang menghubunginya. Jennie mengambil benda pipih itu. Terlihat nama Rosé, sahabatnya, tertera di sana.

Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Jennie untuk mengangkat panggilan dari sahabatnya itu. Dia juga merindukan Rosé. Mereka selalu bersama sewaktu tinggal di USA.

"Chaengiee~ aku kangen..."

"You and everyone else does, hahaha..."

"Tebak apa, aku menyesal mengatakan itu."

"Kidding eonnie. Btw, kau tahu? Tomorrow, I'm going back to South Korea!"

"Serius?!"

"Yup! Setelah ayahku memastikan aku benar-benar mengakhiri hubunganku dengan Luke."

"Hahaha...curigaan sekali."

"Kau tahu seperti apa ayahku. Pokoknya aku akan bertemu denganmu dalam waktu dekat."

"Alright, aku tunggu."

"Okay eonnie. See you when I see you."

Tut!

Jennie menaruh kembali ponselnya ke atas nakas. Terima kasih kepada Rosé, setidaknya berkat dia, Jennie dapat menyingkirkan Lisa dari pikirannya untuk sesaat.

....

Balkon kamar Jisoo...

"Aku melihat sesuatu yang lain dari dirimu tadi siang, Lisa." Kerutan di dahi Lisa timbul, tanda bahwa dia tidak mengerti maksud dari ucapan Jisoo.

Jisoo menyadari itu. Dia menghisap rokoknya, mematikan apinya, lalu membuang puntung rokok itu sembarangan.

"Kau bukan tipe yang akan merahasiakan sesuatu dari kakek Kim sekecil apapun itu, tapi untuk Jennie, kau melakukan hal yang sebelumnya tidak pernah kau lakukan." Lisa langsung memalingkan wajahnya, lalu kembali memfokuskan dirinya pada rokok yang terselip di antara kedua jarinya.

"Apa pernah terselip di benakmu, kenapa nona Jennie bertingkah seperti itu? Wanita itu begitu menyukai kebebasan yang tidak pernah ia dapatkan. Kedua orangtuanya dan kakeknya menyayanginya, tapi tidak memiliki waktu untuknya. Dia hanya sendirian di rumahnya yang sebesar istana, bersama dengan orang dewasa yang bahkan tidak mengerti keinginannya sebagai anak kecil saat itu. Jadi begitu dia memiliki hal yang sangat ia sukai, aku tidak tega merampas kebahagiaan itu darinya. Rasanya aku seperti merampas satu permen yang tersisa dari seorang anak kecil dan membuangnya tepat di hadapan anak itu." Ujar Lisa.

"Di satu sisi, aku juga orang yang pernah merasa sangat bahagia, hingga akhirnya kebahagiaan itu dirampas dariku." Lanjut Lisa.

Jisoo menatap iba Lisa. Dia tahu Lisa masih terluka saat mengingat ayahnya yang telah meninggal dunia. Saat itu, usia Lisa masih 7 tahun. Ayah Lisa merupakan supir kakek Kim yang meninggal saat berusaha untuk melarikan diri kejaran saingan bisnis keluarga Kim.

LADY JANE [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang