Aku tidak terlalu suka tempat ramai. Yah, tapi bukan berarti aku membencinya. Lebih baik bagiku untuk berlatih di Kolos (arena hutan yang disulap Papa menjadi tempat training), menjahili kucing hitamku, atau sekadar menulis keseharian di buku.
Hari ini, saat kukira Papa akan membawaku ke Kolos seperti biasa—ia justru membawaku ke tempat lain. Yah, daripada melewati hari dengan latihan menyebalkan yang seolah tidak ada habisnya—aku lebih memilih ini.
Sebuah rumah dari kayu yang kokoh. Kutebak itu pasti kayu ebanum. Papa suka dengan aromanya yang khas. Selain itu, kayu ini berada di sepanjang jalan di hutan ini. Jadi, tentu saja ia pasti dengan mudah menggunakannya.
Aku menyentuh pot mawar hitam yang sengaja digantung di depan pintu. Mawar ini adalah salah satu hasil eksperimennya akhir-akhir ini. Hobi baru yang menurutku agak janggal untuk seseorang yang berprofesi sebagai tukang kayu.
Papa sudah didalam saat aku masih menekuri mawar tersebut. Ia memanggil, meminta bantuanku. Aku buru-buru menyahut, melepas sepatu dan menaruhnya di teras. Begitu masuk, aku disambut dengan aroma kayu ebanum. Ugh, aku tidak terlalu suka sejujurnya. Tapi tentu saja, aku tidak bisa protes apa-apa.
Papa ada di dapur, yang terpisah dengan ruang tamu, sedang membawa tiga boks dari atas lemari. Entah apa isinya, tapi aku membantu Papa mengangkat salah satunya—agak berat, tapi masih bisa kutahan. Papa menaruh boks-boks itu di meja makan.
“Itu apa, Pa?”
Papa tidak menjawab, ia malah menyerahkan cutter padaku. Berusaha dengan hati-hati membukanya, aku mendapati tiga buku besar dengan sampul kulit berwarna hitam yang berdebu di dalam.
“Ini punya Papa?” Tanyaku penasaran sambil mengeluarkannya satu persatu.
“Bukan. Ada yang menitipkannya pada Papa, tapi sepertinya dia lupa."
Aku menatap kedua buku tersebut. Buku pertama dan kedua seperti tersegel dan memerlukan kunci untuk dibuka, jadi aku mengabaikannya dan melihat ke buku—eh, ini bukan buku. Melainkan album foto.
My Memories (17-20 tahun). Judul album tersebut dicetak emas dengan lettering indah. Saat aku berusaha membukanya. Papa menahan tanganku.
"Bukan itu yang ingin Papa tunjukkan. Coba lihat isi boksnya lagi."
Aku melongo ke boks lagi. Ah, ternyata benar. Ada sesuatu yang terselip disana. Sebuah kotak coklat yang sewarna dengan boks. Pantas saja terlewat olehku!
“Yang ini, pa?" Papa menggangguk sebagai respons dan Aku membukanya, mendapati sepasang anting berbentuk bintang.
”Itu untukmu, hari ini kau ulang tahun, kan?“
Untuk sesaat aku termenung. Tidak biasanya Papa begini. Ia bahkan lupa ulang tahunku sebelumnya. Yah, aku tidak peduli, sih. Dan Bukannya aku tidak bersyukur, hanya saja, ini aneh.
Biar bagaimanapun, aku berterimakasih pada Papa. "Boleh kupakai sekarang, Pa?”
“Tentu, lagipula ini kan punyamu." Papa membantu memasangkan anting-anting itu. "Ini bukan anting biasa, sayang... Biasanya akan butuh waktu lama bagi pemilik barunya untuk menyesuaikan diri. Ia bisa jadi terlalu agresif kalau kau tidak hati-hati. Tapi anakku yang pintar ini pasti bisa menahan dirinya."
Aku hanya mengangguk diam, tidak terlalu mengerti apa maksud perkataannya.
"Chia," panggil Papa, aku refleks menatap wajahnya yang terlihat sendu. Ia menarik napas beberapa kali sebelum melanjutkan. ”Masih ingat apa yang Papa bilang soal kekuatanmu itu?”
Aku kembali mengangguk.
“Tidak semua orang bisa menangani gelapnya entitas kekuatan. Papa sendiri juga masih belum bisa menanganinya sepenuhnya. Dua boks yang itu boleh kau buka. Tapi tidak sekarang. Ketika keadaan desa genting dan Papa sudah tidak ada. Kau baru boleh membukanya.”
Lagi, Papa bicara sesuatu yang tidak aku mengerti. Dan soal ketiadaan Papa....
“Aku gak mau Papa pergi.” Gumamku, tiba-tiba merasa sedih. “Mama tidak suka denganku. Bagaimana jika Papa pergi dan mama—”
Aku mengusap air mata yang mengalir. Bukan saatnya cengeng. Aku tahu, cepat atau lambat pasti kami akan berpisah, tapi tetap saja....
Papa hanya tersenyum kecil melihatku. Beranjak pergi meninggalkanku yang masih sesenggukan.
Setelahnya, kami kembali ke Kolos. Aku menyimpan dua boks lainnya disana. Lebih mudah jika aku menaruhnya disini. Ada rumah pohon yang kujadikan tempat penyimpanan barang. Begitu aku mulai bersiap untuk latihan. Papa memnggilku.
”Bagaimana kalau hari ini kita pergi ke tempat kerja Papa? Guild Allium, kau ingat kan? Dulu Papa sering membawamu kesana sewaktu kecil.“
”Ah, ke tempat Kak Beau sekalian ya, Pa? Aku mau mengembalikan buku yang kupinjam waktu aku enam tahun“
Papa mengernyit bingung. ”Itu kan sudah hampir tiga tahun. Kau masih menyimpan buku itu?“
”Soalnya aku belum paham isinya waktu itu. Lagipula Papa tidak pernah mengajakku kesana lagi, kan? Aku tidak mau mengembalikannya sendiri dan malah berisiko bertemu Carsio lagi." Tukasku. Ah, kalau diingat-ingat, bocah itu selalu menggangguku saat ingin bersama kak Beau. Menyebalkan betul.
Setelahnya kami berjalan hingga matahari nyaris berada di atas kepala. Aroma daun kering di hutan berganti dengan semerbak roti panggang yang baru matang. Rumah kayu tradisional nampak tak jauh dari hutan. Sepertinya kami tepat waktu untuk makan siang. Kak Beau yang baik itu selalu membuat roti di jam segini.
Aku berlari mengejar Papa yang sudah jauh di depan. ..............................................................................................
Hujan turun dengan derasnya. Malam ini lebih dingin dari yang sebelum-sebelumnya.
Tangan gadis kecil itu bergetar hebat. Berlumuran darah, badan kecilnya terbungkus oleh bau amis yang memusingkan. Tumpukan bangkai babi hutan tidak sama sekali membuatnya t nang.
Padahal tadi tidak seperti ini.... Tidak! Harusnya memang tidak begini!
“Papaaa! Papa dimana?!” jeritan sang gadis menggema di hutan yang gelap. “Papa bohong! Papa bilang—hiks, katanya, hanya lima menit, tapi ini sudah lebih dari setengah jam,” gad s itu menyeka darah di tangan dan wajahnya, kemudian selintas air mata turun.
Di kegelapan malam itu, setelah sebelumnya bersenang-senang bersama sang Papa, ia menghilang begitu saja. Tidak sampai satu malam, semuanya runtuh tak bersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Need to Save Myself!.
FantasyA daughter of famous assassin and son of charismatic healer escaped from the dangerous village to the mysterious guild