78.BAB MASALAH 'IDDAH

33 3 0
                                    

A. Definisi ‘Iddah

1. Menurut Bahasa

Al-‘Iddah berasal dari bahasa arab  yang artinya sama dengan al-hisab, dan al-ihsha yaitu bilangan dan hitungan.

     1. Dinamakan ‘iddah karena dia mencakup bilangan hari yang pada umumnya dihitung oleh istri dengan quru’( suci dari haidh atau haidh ) atau dengan bilangan beberapa bulan.

      2. Menurut Istilah

Dikalangan para ulama fiqh dan berbagai kitab klasik didapati sedikit perbedaan pendapat dalam memberikan pengertian ‘iddah. Diantaranya:

a. Kitab Al-Wajiz

‘Iddah ialah masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak, setelah cerai atau kematian suami, baik dengan lahirnya anak, dengan quru’ atau dengan hitungan bilangan beberapa bulan.

b. Kitab Mausu’ah Fiqhiyyah

‘Iddah berarti saat menunggu bagi perempuan (istri) untuk mengetahui kekosongan rahimnya untuk memastikan bahwa dia tidak hamil atau karena ta’abbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas kepergian sang suami.

c. Kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu

’Iddah adalah sebuah nama bagi suatu masa yang telah ditetapkan oleh agama sebagai masa tunggu bagi seorang perempuan setelah perpisahan baik berpisah lantaran ditinggal mati atau diceraikan suaminya, dan di saat itu ia tidak diperbolehkan menerima pinangan, menikah, atau menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya hingga masa ‘iddahnya selesai.

B. Dalil Pensyari’atan ‘Iddah

1. Al-Qur’an

Para ulama telah sepakat mewajibkan ‘iddah bagi seorang wanita yang didasarkan pada firman Allah Ta‘ala:

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) selama tiga masa quru’.” (QS. Al—Baqarah (2): 228)

Dalam ayat di atas Allah SWT menggunakan lafadz“yatarabbashna” dimana lafadz ini kalau dalam ilmu ushul fikih melihat dari tatanan ilmu Bahasa Arab meskipun lafadznya menggunakan shighot fi’il mudhori’ yang memiliki arti khobar (pemberitaan) namun maknanya mengandung lafadz insya’ yang artinya sebuah perintah bahwa seorang wanita yang dicerai suaminya hendaknya menahan diri mereka (ber’iddah).

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:

“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS.Ath-Thalaq: 4)

Dan Allah Ta’ala berfirman:

“orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.” (QS. Al-Baqarah(2) :234)

2. As-Sunnah (Hadits Nabi).

Pensyari’atan ‘iddah ini juga terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu ‘Athiyah rahiyallahu ‘anha:

Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Seorang wanita tidak boleh berkabung atas mayit lebih dari tiga hari, kecuali atas suaminya, yaitu (ia boleh berkabung) selama empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari-Muslim

Ini adalah lafadz Muslim. Terdapat tambahan dalam riwayat Abu Daud dan Nasa’I ” …dan ia tidak boleh memakai inai (pacar). “

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata: “ Barirah diperintahkan untuk menjalani masa ‘iddah sebanyak tiga kali haidh”(HR.Ibnu Majah)

Ruang HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang