Kopi panas

5.3K 262 0
                                    

"Lo kesambet apa sampai ngerubah penampilan sedrastis ini?" Rama menutup mulut mulut Salem yang daritadi menganga lebar saat melihat Jessika yang 180% berubah. Mana Jessika si rambut kesetrum? Apakah tersapu angin Pantai Balekambang. Memang, seminggu ketidak hadirannya itu ia pergunakan untuk berjualan buah di pantai balekambang. Ia uji nyalinya pergi kesana dengan motor trail-nya, melewati jalan yang ancurnya kelewatan. Kulitnya bahkan sampai menghitam gegara panas-panasan menjajahkan buah ke pengunjung. Namun, bukannya tambah dekil, ia malah jadi tambah cakep. Karena setelah itu, hari minggunya ia langsung ke salon untuk memperbaiki penampilan. Dimulai dari facial sampai pedicure ia lakukan dengan biaya yang tak murah. Ia juga membeli motor moge baru untuk memperbarui keseluruhan outfit ke sekolah. Rambutnya tak lagi panjang karena ia potong sebahu.

"Gendeng, ini Jessika pas awal-awal kenal kita Lem!" pekik Rama kegirangan. Memang awal mula Jessika jadi jamet ya karena bertemu dengan dua kampret ini. Karena sebelum Jessika satu circle sama mereka, dia adalah anak yang elit dan terkenal dingin. Maklum. Anak pengusaha kebun 80 hektar yang menyebar di seluruh jawa. Yang jawa jawa ajha.

"Apaan sih b aja kali ekspresinya. Jangan kaget lebay gitu, kaya ketemu Tuhan aja." Jessika menabok Salem yang masih menampilkan ekspresi terkejutnya. Salem langsung berjengkit. "Aw ditabok cewe kaya."

"Ternyata efek putus cinta bisa sejeru ini ya?" Rama menggelengkan kepalanya. "Tapi perubahaannya gokil bruh. Biasanya kalau putus cinta tambah gembel, lah ini malah tambah kece. Siap-siap dikejar-kejar lagi sama cowe loh!"

"Apaan tuh cowe?" sahut Salem.

"Cowo-cewe, alah katro lu" jawab Rama sambil menoyor kepala Salem. "Ck, Jes, terus nasib pertemanan kita gimana dong?" tanya Salem mendramatiskan keadaan. Jessika mengedikkan bahu, "Gtw."

"Ihhhhhhhh lu mah gitu sama temen sendiri," Salem langsung merangkul bahu Jessika dan mengedip-kedipkan matanya manja, "nanti yang nraktir gue es pop ice siapa kalau lo ganti circle!"

"Mulut lo ga pernah diajari malaikat ya?" Salem langsung menjewer telinga Salem hingga cowok itu menjerit kesakitan. Sementara Jessika hanya bisa ngakak melihat itu. Salem yang melihat temannya masih ngabrut langsung kegirangan. "HEI JESSIKA MASIH BISA NGAKAK! TERIMAKASIH TUHAN, JESSIKA MASIH BELUM BERUBAH BERUBAH BANGET!"

Tuak! Kali ini Jessika yang menjitak Salem dari belakang. "Gausah katro."

"Habisnya gue seneng buanget. Gue kira lo bakalan ketawa slay gitu. Secara penampilan lo ..." Salem menggerakkan tangannya menunjuk kepala sampai kaki gadis itu, "berubah."

"Gue cuma memperbaiki penampilan sama sifat gue di depan umum. Gue udah agak gedean dikit, masa masih mau kaya bocah esempe yang penampilan urakan sih. Bocil smp aja sekarang udah pake gincu sama alis semua." Jessika menarik bahu Salem dan Rama untuk ia apit. "Dan kalian tetep teman gue numbre uno! Kita tetap menjadi circle jamet yang naik kasta!"

"Horas!" seru mereka bertiga sebelum tawa menguar bersama.

Childish Boy

Seperti ada yang beda saat Wildan mengetahui orang yang biasanya datang untuknya malah mendatangi orang lain. Wildan kini tengah menatap Jessika yang sedang tertawa bersama Salem, Rama, dan Hega. Huh, kenapa harus ada Hega sih disana? Padahal seharusnya itu adalah tempatnya.

Lalu mata Wildan semakin memanas saat ia ingat bahwa Jessika dulu selalu mengajaknya untuk berkenalan dengan teman gadis itu, namun Wildan selalu menolak. Ia selalu menatap jijik kepada teman-teman Jessika. Ia anggap teman Jessika adalah pengaruh buruk di sekolah. Ia malah menyuruh Jessika untuk menghindari teman-temannya. Wildan tertunduk malu. Ternyata Wildan memang menyiksa Jessika terlalu lama.

"Ngapa lo? sedih karena ga diapeli lagi sama Jessika?" sindir Farah yang ada di depannya pas. Wildan kini kemana-mana mengintili Farah. Karena sebenarnya ia juga tidak punya teman yang benar-benar teman selain Farah. Semenjak kasus dia membentak Jessika, teman-temannya malah menggunjingnya terang-terangan.

"Aku ga sedih kok," ucapnya berbohong. "Nih mataku lagi perih aja kecolok garbu."

"Alasannya tolol bet dah." Farah tidak tahu harus ngakak atau kasihan dengan temannya satu ini. "Udah makan dulu gih mienya. Nanti dingin gaenak."

"I-iya."

Saat Wildan hendak menyuapkan mie ke dalam mulut, tiba-tiba ada sesuatu yang menyiram tangannya tanpa bisa ia cegah. "ARGH PANAS!"

"Ups ga sengaja," ucap Tegar, cowo yang menumpahkan segelas kopi panasnya ke lengan Wildan. "Eh lihat tuh, nangis ges dianya."

"HEH LO APA-APAAN!" teriak Farah marah. Ia sampai menggebrak meja dan mendatangi Tegar lalu mendorong cowo itu keras-keras. Itu membuat seluruh murid di kantin melihat keributan itu, tak terkecuali dengan Jessika. "Tanggung jawab lo."

"Heh gue ga sengaja ya! lagian cuma air kopi doang aja kesakitan. Cemen bang—ARGH!"  makian tegar tak tersampaikan dengan baik saat bogeman menyasar tepat di rahangnya.  "ANJING SIAPA YANG BERANI MUKUL GUE?"

"Gue. Kenapa?"

Jessika dengan tenang mengangkat tubuh Tegar hingga mendekat kearahnya. Lalu, ia ambil sisa kopi tadi dan menyiramkannya tepat ke wajah Tegar.

"ARGH PANAS!"

"Cuma air kopi. Kenapa kesakitan?" balik Jessika dengan seringai menakutkan. Ia lalu membanting Tegar ke meja. "Pergi lo dari hadapan gue."

Teman Tegar pun langsung membopong Tegar menjauh karena takut macan dalam diri Jessika keluar. Jessika menyentuh keningnya. Sialan, kenapa gue malah keblablasan.

"Hiks, sakit."

Jessika menoleh kesumber suara, dimana Wildan masih memegangi tangannya yang melempuh. Farah berusaha menenangkan cowo itu dan menyuruh Wildan untuk ikut dengannya ke UKS, namun cowo itu malah semakin kencang tangisannya.

"Sakit, gabisa gerak. Sakit semua rasanya," isak Wildan terbata-bata.

"Terus gue harus gimana ege?" ucap Farah panik. Ia langsung menoleh ke Jessika yang hendak pergi. "Jess, kali ini aja bantuin gue bujuk nih cowo rese' Please."

Jessika menghela napasnya berat. Sepertinya sia-sia ia alpha seminggu ini jika ternyata dia masih saja berurusan dengan Wildan. Tapi melihat cowo itu meraung-raung kesakitan seperti itu, hati Jessika merasa tak tega. Akhirnya, ia mendekati Wildan dan terduduk di bawah cowo itu.

"Ayo berdiri dan ikut Farah ke UKS," ucapnya dingin. Wildan menggeleng. Tak tahukah Jessika kalau dia sedang sangat lemah sekarang. Jessika berdecak. "Lo berdiri sekarang atau gue gendong lo paksa."

Wildan tetap kekeuh dengan tangisannya. Jessika yang sat-set langsung saja mengambil ancang-ancang. Hap! ia sudah memanggul Wildan seperti karung beras. "Lo enteng banget ya, ga makan berapa hari lo?"

Sementara Hega yang melihat itu tak bisa diam saja. Ia langsung berlari  menyusul Jessika. Sayangnya, sebuah tangan menariknya kencang. "Lepasin."

"Tolong, jangan ganggu dulu, bisa?!" hardik Farah dingin yang entah kenapa bisa membuat Hega langsung bergetar ketakutan.

"I-iya."

Childish Boy: Love Me Again!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang