Indah sinar matahari menyinari seluruh penjuru dunia. Langit biru dengan kabut selimut tipis. Semilir angin menggoyangkan pepohonan menyebabkan embun-embun membasahi tanah kering. Kicauan burung yang hinggap di rating memecahkan kesunyian di pagi hari.
Seorang pria keluar dari balkon. Tubuh menggeliat merasakan sejuknya udara pagi. Mata memandang kearah perkebunan hijau. Tangan pun mengambil penyiram tanaman berukuran sedang. Dia akan menyirami beberapa tanaman yang dimiliki.
"Ayah, kuas Causa patah!"
"Ayah, bedak Sasha pecah!"
Chico Danedra memijat pangkal hidungnya. Baru saja merasakan segarnya udara. Namun, masalah kembali hadir. Lelaki berusia tiga puluh sembilan tahun ini menghela napas panjang. Ia sudah lelah menghadapi tingkah pola kedua putrinya yang tiap pagi ada saja yang dipermasalahkan.
Suara derap langkah kaki mengema. Anak-anak yang super absurb berlarian kearah dapur. Chico memandang kedua anak itu dengan datar.
Chico sudah selesai menyirami beberapa tanaman. Kali ini, ia melanjutkan dengan membuat sarapan dan bekal yaitu sandwich isi telur. Menu mudah dan pas ketika lagi mepet.
Causa dan Sasha sudah duduk manis di meja makan. Dua anak gadis Chico tidak sabar menanti makanan mereka. Perut keduanya sudah keroncongan.
Chico kembali hadir membawakan napan berisikan tiga piring. Sementara air sudah ada di dekat meja makan. Bisa ambil sendiri sepuasnya.
"Kalian sarapan dirumah?" tanya Chico.
Causa dan Sasha mengangguk serempak. Mereka mengambil piring masing-masing. Chico senang sekali. Dua anaknya terbiasa makan makanan yang ia buat.
Biasanya Causa dan Sasha membawa sarapan ke sekolah. Sebab bangunnya suka agak kesiangan. Makanya, tidak sempat sarapan. Kali ini, tumben mereka bangun pagi sekali.
"Ayah, bedak Sasha pecah. Ini gara-gara kakak," ucap Sasha setelah makan selesai. Mata memelas agar dibelikan kembali bedak.
"Benar itu Causa?" tanya Chico. Mata melirik kearah sang anak pertama yang tengah asik menyantap sandwich.
"Iya. Causa memang memecahkan bedak Sasha tapi itu tidak sengaja. Sasha meletakan bedaknya di ujung meja rias. Jadi, jatuh pas Causa hendak mengambil charger." Causa menjelaskan semua dengan detail. Gadis berusia tujuh belas tahun ini tak pandai berbohong. Apa yang dia katakan adalah kebenaran.
"Tetap saja kakak pelakunya," cecar Sasha. Gadis berusia lima belas tahun ini memandang kearah kakanya dengan sangat sinis. "Pokoknya kakak harus ganti!"
"Causa, kamu harus ganti bedak milik Sasha."
"Ayah, bagaimana dengan kuasku? Sasha mematahkan kuas kesayanganku. Aku tidak bisa lagi melukis." Causa sudah membawa barang bukti. Satu kuas miliknya patah. Kuas ini adalah kuas kesayangan Causa. Dia mendapatkan dari lelang.
"Kamu mematahkan kuas milik, kakak?" tanya Causa.
"Iya. Itu karena Sasha kesal karena kakak sudah memecahkan bedak milikku. Kakak pun tidak mau mengganti malah fokus dengan lukisan. Ya, akhirnya Sasha patahkan saja kuas itu," jelas Sasha.
Chico menatap kedua anak-anak. Dua putrinya seringkali bertengkar dengan berbagai alasan. Namun, baru pertama kalinya mereka saling merusak barang satu sama lain.
"Ayah tidak suka bila kalian saling merusak barang satu sama lain. Entah itu sengaja atau tidak."
Chico menghela napas panjang. Mata menatap kedua anaknya yang tengah menunduk.
"Causa kamu seharusnya minta maaf kepada Sasha karena bagaimanapun kamu sudah merusak bedak miliknya. Bukan malah menghiraukan percakapan adik kamu. Seharusnya kamu minta maaf terlebih dahulu baru lanjut melukis," lanjut Chico.
Causa menunduk. Dia meremas rok miliknya. Gadis berusia tujuh belas tahun ini mengetahui kesalahannya. Dia memang salah. Pantas bila sang ayah berkata seperti itu. Ayahnya tidak pernah pilih kasih selama ini.
"Causa, minta maaf kepada dan segeralah mengganti bedak adik kamu!"
Causa mengangguk. Dia menegakkan kepala. Mata memandang kearah sang ayah. Kemudian mengalihkan pandangan ke Sasha. Sang adik diam tak berkutik. Causa tahu bahwa adiknya juga takut dengan amarah Ayah mereka.
"Sasha, kakak minta maaf. Secepatnya kakak akan ganti. Mungkin sore nanti atau besok," kata Causa.
"Aku juga minta maaf, kakak. Nanti aku akan ganti kuas kakak," ujar Sasha.
"Tidak perlu ganti. Lagipula masih bisa digunakan. Kuasnya pun tidak mudah didapat. Ini barang lelang," pungkas Causa.
Sasha terdiam. Pantas saja kakaknya marah besar. Ternyata kuas itu bukan sembarang kuas melainkan kuas lelang. Susah pasti mendapatkannya. Sasha malu sekali.
Beginilah yang terjadi setiap hari. Chico harus sabar menghadapi dua putrinya. Mereka kadang berantem kadang saling sayang. Syukurlah tidak pernah sampai melukai satu sama lain. Didikan Chico hebat sekali. Dua anaknya tidak sampai menjadi rival sibling. Mendidik anak bukan hal yang mudah. Terlebih lagi Chico merupakan seorang single parent.
Yap! Chico adalah seorang duda. Dia bercerai dengan mantan istri. Tepatnya mantan istrinya yang mengajukan gugatan perceraian. Sebab masalah ekonomi. Chico kala itu menganggur dan hutang menumpuk banyak. Wanita itu melarikan diri begitu saja. Bahkan tidak ingat dengan kedua anak yang telah dilahirkan.
Chico terdiam. Setiap kali memandang wajah Causa dan Sasha, ia kembali teringat mantan istrinya. Rasa cinta itu tersimpan didalam relung hati paling dalam. Chico tidak mudah melupakan mantan istri.
Sudah sepuluh tahun berlalu tapi Chico masih belum bisa move on. Padahal bisa saja mantan istrinya telah menikah kembali.
"Ayah kenapa melamun?" tanya Causa.
Seketika lamunan Chico bubar. Ia memandang kearah kedua anaknya. Mereka saling lempar senyum itu pertanda bila hubungan kakak beradik sudah membaik. Chico lega sekali.
"Ayah?" Kembali Causa bertanya. Ia khawatir bila melihat Ayahnya melamun. "Apakah ada masalah?"
"Tidak ada masalah apa-apa. Ayah hanya memikirkan nanti siang makan apa. Kalian mau apa?" Chico terpaksa harus berbohong. Ia tidak bisa membahas mengenai mantan istrinya didepan dua anak gadis. Yang ada luka itu makin mendalam di hati Causa ataupun Sasha.
"Aku ingin mau makan jamur tiram ataupun enoki. Sasha mau apa?" Causa menyikut lengan sang adik.
"Mie ayam pangsit, siomay rebus, bakso, tumis sawi, atau sambal goreng kentang wortel." Sasha dengan lengkap menyebutkan semua makanan yang dia inginkan. Sasha memang lebih banyak makan. Badan Sasha lebih berisi daripada sang kakak.
Chico tertawa mendengar penuturan sang anak. Ia akui biasanya menyetok banyak cemilan. Supaya anak-anak tidak membeli jajan diluar. Namun, belakangan ini cemilan menipis. Chico sibuk bekerja. Apalagi sekarang musim panen.
Yap! Chico bekerja sebagai seorang petani. Dia memiliki ladang tersendiri. Tidak begitu luas tapi cukup untuk menghidupi dirinya dan kedua anaknya.
Kedua anaknya berangkat sekolah, Chico kemudian melanjutkan pekerjaan rumah tangga. Chico membersihkan piring kotor. Area dapur dan meja makan dilap agar bersih.
Setelah semua bersih, Chico lanjut mandi. Supaya makin segar dan tambah bersemangat.
Chico dan kedua anaknya tinggal di Rusun Montana. Hunian ini sudah dibeli tiga tahun lalu. Sengaja membeli rusun karena lebih murah dan dekat dengan ladang Chico dan sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah 10 tahun berlalu.
General Fiction29+10=39. Ya, itulah hidup Chico Danedra. Lelaki tampan yang menjadi duda ketika berusia 29 tahun. Diceraikan oleh perempuan yang ia cintai dan meninggalkan dua anak cantik. Chico akui dia bukan orang kaya. Ia bertekad akan membahagiakan istri dan a...