BAB 1

24 1 0
                                    

Adakalanya manusia itu layaknya kertas, yang terlahir putih bersih tanpa satupun noda tinta yang tertuang diatasnya.

Semakin lama, dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, bahkan dari tahun ke tahun, semakin banyak noda yang didapatkan dari secarik kertas itu.

Tergantung dari apa, kenapa dan bagaimana pena itu menumpahkan tintanya, dan untuk apa tinta itu dituangkan dalam secarik kertas.

Lambat laun, kertas yang semula putih bersih menjadi berwarna, mulai dari tulisan, gambar hingga coretan abstrak tertuang diatasnya.

Dari coretan yang benar - benar menuntun ke arah kebenaran, hingga coretan yang mengarah ke arah kegelapan.

Begitu pula manusia, yang terlahir suci layaknya kertas, dan semakin dewasa mendapatkan banyak pengaruh dari si pena hingga menghasilkan sebuah karya.

Senang dan sedih, tawa dan tangis, penuh dan hampa, temu dan rindu, maaf dan marah, semua telah tertuang dalam sebuah karya yang dinamakan kehidupan manusia.

Riana, seorang perempuan keturunan bangsawan yang entah dari bagian bumi mana dia berasal.

Karya kehidupannya menciptakan buku yang sangat hitam legam, yang bahkan dia sendiri tak ingin membuka dan menceritakan keseluruh dunia.

Tercatat di dalamnya, dia telah menghabisi seluruh darah keturunan bangsawan bernama :

"NATSUKI"

Dia tak pernah ingin membahasnya kepada siapapun, bahkan orang terdekatnya, tapi, apakah sosok seperti Riana benar - benar memiliki seseorang yang dekat dengannya?.

Baginya, kekayaan dan kekuasaan adalah segalanya, tak peduli dengan cara apa dia mendapatkannya, bahkan dengan cara yang sangat tak manusiawi sekalipun.

Kehidupannya yang saat ini baginya hanyalah hiburan semata, walau nyatanya dia adalah tawanan seumur hidup untuk dijadikan kelinci percobaan.

Dia menikmati setiap detik kehidupannya saat ini, dia terlihat santai tak memikirkan apapun, walau nyatanya, beban tugas yang diberikan kepadanya sangat berat dan dapat merenggut nyawanya kapanpun itu.

Saniwa, itulah nama tugasnya saat ini, tak banyak yang bisa dia lakukan, alih - alih menjalakan misi untuk menghabisi musuh, yang selama ini dilakukan benteng lain, Riana memilih santai tak melakukan apapun, dia seakan tak peduli dengan perubahan sejarah yang akan terjadi.

Menunggu perintah langsung, ya, itulah tugasnya saat ini, benteng yang dia bangun dengan uangnya sendiri, dengan sedikit memaksa bahkan mengancam pemerintah waktu, dia rancang dengan sedemikian rupa, bangunan model tradisional perpaduan gaya arsitektur Tiongkok, Jepang, dan Korea berdiri dengan kokoh di dalam hutan di area pegunungan yang bahkan tempatnya sangat dirahasiakan.

Apakah dia diberikan tanah untuk membangun bentengnya?, oh, tentu tidak, dia membeli dengan paksa seluruh area pegunungan yang dijadikan hutan lindung itu, dia tak ingin privasinya terganggu.

Kegiatan sehari - harinya hanya bersantai di balkon lantai 2, atau di teras yang mengarah ketaman, kadang ada beberapa kesatria pedang yang datang menghampirinya, hanya untuk sekedar mengobrol santai sambil ditemani minuman dan berbagai camilah buatan mereka.

Benteng yang terlihat damai, walau aslinya sudah beberapa kali mengalami renovasi besar - besaran karna dijadikan sebagai kelinci percobaan oleh pemerintah waktu, dengan mengirimkan jumlah musuh besar - besaran menginvansi benteng.

The Noble of NatsukiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang