Tabuh gendang riang berkumandang di Kampung Pete. Dimana lagi kalau bukan tempat tinggalnya Pak Daryanto ? Siapa beliau? Kita akan membahasnya nanti. Boleh dikatakan kampung ini menyandang gelar sebagai salah satu kampung terpencil di Kecamatan Paripurna. Yah, bagaimana tidak, hanya ada beberapa rumah dan penduduk di sekitar sini. Mungkin ada sekitar 8 hingga 10 rumah, dengan total penduduk sekitar 30an jiwa. Meski seperti itu, solidaritas penduduknya tidak perlu diragukan lagi. Jangankan ternak, sapu lidi yang hilang sebatang pun warga langsung kumpul buat mencari.
Momen hari ini cukup berbeda dari hari-hari sebelumnya. Semua warga bersuka cita menyambut perayaan Hari Anak Nasional yang akan dilaksanakan hari esok. Terlihat hamparan sawah hijau dan pegunungan yang sangat menabjubkan, akan menjadi latar indah bagi momen istimewa ini. Pak Daryanto pun merasa sangat bersemangat dan antusias karena ia akan berperan dalam menyajikan hiburan untuk anak-anak kampung, tentu dengan pertunjukan sulap sederhana yang telah ia siapkan.
“Mungkin kalian sudah menebak, apa pekerjaan dari Pak Daryanto ini?”
Namun, sepertinya dugaan kalian kurang benar jika mengatakan Pak Daryanto bekerja sebagai pesulap yang ulung. Mengapa seperti itu? Yah karena, Pak Daryanto hanya bekerja sebagai petani di Kampung Pete ini. Pernah juga, suatu hari beliau ditanya tentang pekerjaannya namun jawabannya sedikit melucu.
“Pak Daryanto, Anda kerjanya sebagai apa di Kampung Pete?”ujar salah satu reporter perempuan yang pernah berkunjung di kampung itu.
“Yah, apalagi mbak kalau bukan Freelancer!”
Sontak semua orang yang menyaksikan momen itu tertawa mendengar jawaban polos dari Pak Daryanto.
Nah, Pak Daryanto ini, bisa dikatakan sebagai salah satu orang tua yang nyentrik di kampung ini. Umur beliau kurang lebih 53 tahun. Beberapa acara penting yang pernah digelar, pasti Pak Daryanto turut andil dan berpartisipasi dalam acara tersebut. Hari esok saja, beliau ingin menunjukkan permainan sulap yang sama sekali bukan profesinya.
“Kalian tau idenya darimana?”
Beberapa minggu yang lalu, Pak Daryanto telah memutuskan untuk memberikan sesuatu yang spesial sebagai hadiah acara tersebut. Ia ingin memberikan kebahagiaan yang tak ternilai kepada anak-anak dan menjadi bagian dari perayaan yang berkesan. Setelah berpikir keras seperti batu, ia memutuskan untuk menyajikan pertunjukan sulap sederhana yang menghibur dan mendidik.
“Yah, cita-citanya sih sungguh mulia.”Bahkan rasa semangatnya menular ke warga kampung lainnya, dan mereka pun dengan sukarela membantu persiapan perayaan. Hanya demi Pak Daryanto. Kain-kain warna cerah dihias menarik, panggung sederhana dibangun dengan penuh keakraban, dan pohon-pohon dihiasi dengan berbagai macam pita berwarna.
“Sungguh ini adalah perayaan yang unik!”***
Pagi perayaan pun tiba, seluruh penduduk kampung bersiap di lapangan terbuka yang telah dipenuhi dekorasi kreatif. Disana berdiri beberapa tenda; Tenda panitia, tenda masak, dan beberapa tenda kecil untuk penonton. Anak-anak sudah berkumpul dengan penuh keceriaan dan rasa ingin tahu. Pak Daryanto, yang sudah mempersiapkan segala perlengkapan sulapnya, merasa sedikit gugup. Namun, sangat terlihat jelas dari mimik wajah dan tubuh kurus kerempengnya yang penuh semangat.
Karena acaranya sedikit lebih lambat dimulai, Pak Daryanto merasakan kelaparan yang menggerutu. Bahkan, suara perutnya terdengar jelas di area perayaan itu. Ia tahu bahwa hari ini akan menjadi hari yang sibuk, dan ia butuh tenaga yang cukup untuk tampil maksimal dalam pertunjukannya. Beliau memang seprofesional itu. Dengan terburu-buru, ia bergegas ke tenda masak acara tanpa pamit terlebih dahulu ke panitia. Beliau mencari makanan ringan atau minuman yang bisa mengganjal perutnya. Hal tersebut lebih penting daripada sekedar pertunjukan.
Sesampainya di tenda masak, ia hanya melihat dua cawan berisi cairan berwarna gelap tergeletak di atas meja. Pandangan beliau kosong, isi kepalanya pasti menebak isi cawan-cawan itu
"Hmm...ada dua cawan. Warna isinya sama. Mungkin sisa pengerjaan panggung kemarin," pikirnya sembari menebak-nebak apa isi dari cawan itu.
Situasi lengang. Pak Daryanto tiba-tiba teringat dengan kejadian lucu beberapa hari yang lalu, ketika hampir saja ia meminum oli karena keliru menganggapnya sebagai espresso. Kali ini, ia tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Dan tentu ini adalah ujian ringan baginya.
“Mesti lebih hati-hati, Pak Daryanto. Jangan terburu-buru,”ucapnya sambil mengingatkan dirinya sendiri.
Mulai terdengar sorak-sorak dari luar tenda masak. Dapat dipastikan, itu adalah teriakan untuk beliau. Menyadari teriakan itu, ia memutuskan mengambil salah satu cawan yang berisi cairan gelap itu tanpa mengecek rasanya terlebih dahulu. Meskipun begitu, Pak Daryanto tetap tidak ingin gegabah. Ia memutuskan untuk mencium aroma cairan tersebut sambil berjalan keluar tenda.
“Hmm, baunya seperti kopi sih. Tapi seharusnya aku mencobanya untuk memastikan,” pikirnya.
Pak Daryanto lalu meminumnya perlahan sambil berjalan pelan ke area perayaan, ia menyadari bahwa rasanya memang seperti kopi. Namun, entah mengapa, rasanya tidak seperti kopi yang pernah ia cicipi sebelumnya. Sementara itu, anak-anak melihat Pak Daryanto dari kejauhan sembari memasang wajah yang sedikit kebingungan. Mereka ingin segera melihat pertunjukan Pak Daryanto. Namun, mereka heran karena menemukan Pak Daryanto keluar dari tenda masak. Beberapa warga lain yang melihat Pak Daryanto sibuk, hanya tertawa menggelengkan kepala.
Setelah pemikiran yang lumayan lama, akhirnya Pak Daryanto selesai mencicipi habis minumannya dan bergegas menuju ke atas panggung dengan membawa cawan kosong bekas minumnya lalu meletakkan di pinggiran panggung. Raut wajah yang sedikit bingung di depan mimbar, membuat beberapa warga tertawa melihatnya. Tentu beliau merasakan hal yang aneh setelah mencicipi minuman itu. Tapi, beliau pun tidak terlalu menghiraukannya.
“Tunggu sebentar, saya punya pertunjukan sulap yang akan menghibur kalian!” teriak lantang Pak Daryanto sembari memasang senyum percaya diri. Semua orang tertawa terbahak-bahak dibuatnya.
Pertunjukan sulap pun dimulai. Triknya tidak begitu rumit, tapi cukup menghibur anak-anak kampung. Ia membawa keluar topi besar dari antah berantah dan tongkat ajaibnya, membuat boneka beruang berjalan-jalan sendiri, serta melakukan trik kartu yang membuat anak-anak tertegun dan tertawa kagum.
Setiap triknya disambut sorak-sorai dan tepuk tangan meriah dari anak-anak yang menyaksikannya. Semua penonton terpesona dengan pertunjukan Pak Daryanto. Mereka menikmati momen itu dengan penuh sukacita, melihat petani freelancer sederhana mereka membawa kebahagiaan dan keajaiban ke dalam perayaan mereka. Saat pertunjukan selesai, anak-anak memberikan tepuk tangan meriah untuk Pak Daryanto. Mereka senang dengan pertunjukan yang menghibur tersebut.
“Terima kasih semuanya, apakah kalian senang dengan hiburan sulap ini?!” tanya Pak Daryanto sambil terkekeh bertanya ke penonton.“Hahaha, betul pak. Apalagi pas Bapak tersenyum, semua gigi Bapak kelihatan berwarna hitam menyilaukan!”teriak salah satu penonton disusul suara tawa terbahak-bahak dari anak-anak.
“Apa? Hitam? Oh tidak, jangan-jangan saya meminum oli lagi!” teriak Pak Daryanto berlari sekencangnya untuk berkumur-kumur. Dan semua penonton semakin tertawa dibuatnya karena beliau turun panggung dengan cara melompat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kampung Pete
Short StoryLiburan di Kampung Pete. Membuat Anda bertemu dengan hal-hal unik, lucu, dan absurd. Kampung Pete adalah salah satu tempat terpencil di Kecamatan Paripurna. Walau seperti itu, masyarakatnya kental dengan solidaritas.