Brother. (HAECHAN X OC)

29 2 4
                                    

Efline610 x Matchavioo (Ovie) Collabs

"Izinkan Ku menemanimu, membasuh lelahmu." -Hana-

"Terluka harus sendirian, bahagia harus disebarkan." -Haikal-

Haikal merebahkan dirinya di kasur kamar tidurnya dalam rumah keluarganya siang itu. Ia memejamkan mata, nampak berusaha rileks.

Rumah nampak sepi, sebab orangtuanya masih ada di luar kota untuk bekerja.
Haikal tak mungkin pulang ke rumah orangtuanya di tengah minggu sibuk begini, tetapi kali ini keadaan yang memaksa, mau tak mau.

Suara kenop pintu yang diputar membuat si pemuda sedikit melebarkan netra. Ia melihat sosok sang kakak sudah berdiri di ambang pintu, bersedekap.

"Kakak dapet laporan dari pelatih di menejemen kamu hari ini, jadwal kamu ditangguhkan sementara. Kenapa?"

Perempuan yang lebih tua menyipit, menanti jawaban dari sang adik, Haikal, yang kini bangkit dan menghampirinya lalu berdiri tepat berhadapan.

"Kenapa Jalan aja kayak kesakitan gitu?"

Haikal tetap diam, tapi malah ada senyum samar yang tercipta, sebelum terkekeh kecil.

"Haikal chandra! Jawab, dong. Kakak nanya kamu loh!" Sang kakak mendengus. "Selalu kaya gitu, kamu, mah."

"Kan, kakak baca artikelnya?" Haikal menyambung lagi, nadanya pasti. Ia mengikuti sang kakak ke ruang keluarga lalu duduk di sofa.

Hana, Sang kakak, melirik haikal sekilas. "Baca. Tapi di artikel kan, HAECHAN, NCT, bukan Haikalnata Chandra."

Perempuan itu masih melanjutkan, sementara sang adik yang namanya disebut menggebu daritadi hanya diam, tersenyum, dan menatap lamat.

"Udah dibilangin lho, jangan kecapean, jangan diforsir, istirahatnya harus yang cukup, jangan keasyikan main game, kok masih ngeyel-ngeyelan, sih... Itu vitamin diminum enggak? Kamu tuh emang lemah imun dek.... Kenapaaaaa, sih, enggak mau dengerin? Insomnya masih juga, kan? Kamunya selalu respon enggak anggep serius badanmu...ealahhh. Drop lagi jadinyaaa. Enggak tega tau, kakak liat kamu drop gini. Kalau mama papa enggak keluar kota, pasti ini udah diomelin sih, fix."

Dan yang diajak bicara malah terkekeh enteng. Seolah kusut di wajahnya tak berarti apa-apa. Padahal, Hana-sebagai orang yang indera penglihatannya masih sehat walafiat-jelas bisa menangkap raut lelah sekaligus lesu di wajah adiknya.

"Serius amat, Kak. Namanya juga artikel, dilebih-lebihin tuh pasti. Orang aku gak papa."

"Gak papa gak papa! Gak papa kepalamu!"

"Kenapa kepalaku?" Haikal menggerakkan alis-menunjukkan wajah tak berdosa hanya untuk mendapat decak sebal dari perempuan di hadapannya.

"Hehe."

"Hehe." Hana mengulang cengiran Adik-nya dengan nada jengkel setengah mati. "Kakak serius ya, Dek. Gak bercanda. Ini Kakak kesel loh sama kamu. Ngapain malah ketawa? Ada yang lucu?"

"Ad-arghhh!"

"Kan, sakit, kan? Sukurin!" Setelah mencubit pinggang Haikal, Hana menyilang tangan di dada diiringi dengkusan singkat. Namun, ujung-ujungnya perempuan itu malah melenguh panjang.

"Deeek, Kakak kan udah sering bilang, istirahat yang cukup, makan yang teratur, vitaminnya jangan lupa diminum. Kamu kerja keras boleh, tapi kesehatannya harus tetep dijaga!"

"Iya, iyaaa, Kakakku!"

"Eummmh! Apaan, sih!" Hana berdecak sebal sembari menyingkirkan tangan Haikal dari pipinya.

"Marah-marah mulu, kayak Mama-nya!"

"Mama-mu juga ya, Kal!"

"Oh, iya. Lupa. Makasih udah ngingetin."

"Ck!"

Laki-laki berkaki jenjang yang seperti kata Hana-jalannya sedikit kesusahan itu kembali mendekat ke ranjang, lantas mendaratkan bokongnya di sana. Lagi, ia merebahkan diri, sembari melirik Sang Kakak yang kini duduk di tepi. Tentu saja dengan raut garang yang diwarisi langsung dari Sang Mama. Beneran, Haikal gak bohong.

"Udah minum obat belum?" Pertanyaan itu melayang tepat saat Haikal hendak menutup mata.

"Udah."

"Bener?"

"Heem." Ia mengangguk pelan.

"Makan?" Dan lagi-lagi Hana bertanya, dengan nada ketus pula. Maksudnya, ketus-ketus sayang, Haikal tahu itu.

"Udah, Kakaaak."

"Gak bohong?"

"Nggak. Bohong dosa," jawab Haikal yang kini menoleh dengan senyum mengembang. Senyum, yang malah membuat Kakak-nya mengerucutkan bibir. "Adekmu ini cuma kecapean, Kak. Bukan sekarat, tenang aja. Oke?"

Seharusnya, Hana yang mempuk-puk puncak kepala Adik-nya. Namun, sekarang yang terjadi malah sebaliknya.

"Kak, mending lanjutin ngedrakor. Aku mau tidur dulu, ngantuk. Oh, iya, kalo mau keluar jangan lupa tutup pintunya, ya? Oke, Kak? Okelah pasti." Haikal mengangguki ucapannya sendiri, lalu betulan memejamkan mata. Kedua lengannya disimpan di bawah kepala, lagaknya seperti orang yang betulan tertidur karena mengantuk berat. Tetapi, nyatanya bukan itu yang Hana lihat.

Dalam sekejap sorot mata Hana berubah redup. Ada kaca-kaca bening yang berdesakkan di pelupuk matanya.

Ini bukan pertama kalinya, dan ia betulan muak. Haikal selalu saja berlagak kuat dan baik-baik saja. Padahal, sesekali mengaku lemah apa salahnya, sih?

Bagaimanapun, Hana adalah seorang Kakak. Ia siap mendengar keluh kesah Haikal saat sedang lelah, apalagi sakit seperti sekarang. Sayang, Haikal kelihatan lebih senang menyimpan kesusahannya sendirian.

"Dek.. Dek.." Dari sekian banyak kalimat yang tertahan di ujung lidah, faktanya hanya itu yang mampu ia ucap diiringi gelengan kepala.

Hana pun bangkit, membiarkan Haikal tertidur. Atau mungkin, pura-pura tertidur hanya agar Hana tak khawatir. Buktinya, tepat sebelum Hana menutup pintu itu rapat-rapat, Haikal terbatuk lumayan keras. Lalu saat ia mengintip dari sisa celah pintu tersebut, hatinya mencelos sebab netra yang menangkap Sang Adik terduduk sembari memegangi dada. Meringis tanpa suara dengan sudut mata yang mengkerut dan bibir melengkung-menahan sakit.

"Ternyata benar, ya. Orang yang kelihatannya paling ceria, paling enggak punya beban, sesungguhnya malah menyimpan luka, menutup sakitnya rapat rapat. "

Oneshot Ending

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ONESHOT COLLECTION, NCT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang