Semarang, 6 September 20xx
Ini hari Rabu, rutinitas ku berjalan seperti biasa. Bangun tidur, mandi, kemudian makan yang setelah selesai langsung berangkat sekolah. Mengantarkan adik terlebih dahulu tentunya.
Pagi tadi tak ada hal baru, guru menjelaskan semua materi dengan lengkap namun membuatku mengantuk. Aku jadi merasa bersalah karena menjadi salah satu murid yang tertidur di kelas beliau. Setelah istirahat pertama pun tak ada hal menarik, aku lagi-lagi bersosialisasi dengan teman sekelasku. Hampir tiap meja ku datangi, kecuali meja deretan dimana makhluk berbatang berkumpul.
Aku hanya takut mereka menganggap ku aneh, karena tiba-tiba ingin masuk ke dalam percakapan mereka. Maka dari itu, aku memutuskan untuk lebih hati-hati pada mereka.
Sampai akhirnya saat aku melamun, tatapanku kosong mengarah keluar pintu kelas. Entah kenapa aku merasa diperhatikan oleh seseorang, mau tidak mau aku menghentikan lamuanku. Dan melihat pelaku yang sedang memandangku.
Perlahan aku mulai memfokuskan arah pandangku ke satu titik, yang dimana seseorang tengah berdiri disana. Dan disitulah dia...
Lelaki jakung berbadan kekar tengah memandangiku, cukup lama mata kami bertemu. Sampai pada akhirnya ia digeret masuk oleh guru yang sedang mengajar. Setelah sadar ia telah pergi, perasaan khawatir entah kenapa mulai menggerogoti jiwaku.
'Sepertinya aku akan dianggap aneh.'
Pikir ku pada saat itu, yang kemudian dihentikan oleh Tiara--teman sebangku ku--.
***
Semarang, 7 September 20xx
Kamis ini lagi-lagi tak ada hal yang menarik. Seperti biasa rutinitas pagiku berjalan normal, pada jam istirahat pertama pun juga begitu. Di jam ketujuh inilah yang akan aku ceritakan.
Lelaki itu kembali ke luar kelas, kali ini ia merebahkan diri atas bangku depan kelasnya. Dapat ku lihat wajahnya yang tertutupi oleh buku paket tebal, sepertinya ia tertidur. Karena penasaran akhirnya ku pandangi dia cukup lama, menerka-nerka waktu kapan ia akan terbangun.
Tapi lagi-lagi, ia digeret masuk oleh guru yang mengajar. Ternyata sedang pelajaran Bu Sulis--Guru Bahasa Indonesia yang terkenal galak--. Dan mata kami sempat bertemu, ekspresinya terlihat terkejut ketika mata kami saling bertukar pandang. Dengan cepat aku mengalihkan pandang, merutuki diri karena lagi-lagi bersikap aneh.
Tapi, jika boleh jujur...
Tampangnya lumayan.***
Semarang, 8 September 20xx
Pengumuman jadwal PTS sudah wali kelas umumkan di group chat kelas. Tentu saja aku mengeluh pada teman dekatku akan hal ini, berbagai jenis keluhan sudah ku sampaikan padanya. Sampai-sampai waktu istirahat kedua telah berakhir, waktu terasa cepat berlalu. Kali ini pelajaran Pak Diki--Guru Sejarah Indonesia-- yang terkenal asik dengan berbagai jenis mini games yang sudah beliau siapkan.
Kali ini kami bermain Zip Zap, sekalian mengingat materi yang Pak Diki sampaikan di depan, setiap orang diberi satu nama tokoh penting sejarah yang harus dikenalkan oleh samping kiri kanannya. Pak Diki akan memutari kami dan menunjuk acak. Orang yang ditunjuk harus menyebutkan nama tokoh penting ke teman sebelah nya. Tapi, ketika Pak Diki mengatakan 'Zip Zap', kami harus berlari mencari bangku yang kosong dengan waktu yang sudah ditentukan oleh Pak Diki.
Karena hal ini, suasana kelas menjadi sangat ricuh walau kami sudah menginjak masa terakhir sekolah. Tapi jujur saja, mini game ini cukup seru walau tidak efektif karena bangku kelas menjadi berantakan.
Di tengah-tengah permainan, aku reflek melihat kearah luar pintu ketika pintu kelas tak sengaja terbuka. Secara tak sadar aku mencari lelaki kemarin dan aku merasa aneh ketika menyadari hal ini. Ku tepuk pelan pipiku untuk menyadarkanku, melanjutkan kembali mini game yang Pak Diki bawakan.
***
Semarang, 16 September 20xx
Ini hari pertama PTS, kelas yang ku dapat ternyata cukup jauh dari parkiran. Yang membuatku harus ekstra berjalan untuk sampai ke kelas. Terlebih lagi, aku terlambat.
Parkiran sudah penuh terisi oleh motor-motor para murid, walaupun saat ini kelas 10 tidak diberi ijin untuk mengendarai motor, parkiran sekolah sudah penuh tanpa celah. Sialnya, aku memarkirkan motor di parkiran ujung sekolah. Sedangkan kelas yang ku gunakan untuk tes berada berlawan arah dari parkiran motorku, yang dimana juga berada di ujung.
Kantin sudah jauh, parkir motor pun ikut jauh. Kaki ini ingin menjerit rasanya.
Tes ku kali ini berjalan cukup lancar, materi yang ku pelajari ternyata juga bermunculan di soal tes. Jujur, ini kali pertama aku merasa percaya diri akan tes ku kali ini.
Seperti biasa aku dan teman dekatku saling mencocokkan jawaban, sekaligus bertukar pendapat akan informasi yang kita ketahui. Menikmati waktu istirahat dengan saling bertukar argumen dan teriakan. Tenang, hal ini wajar terjadi diantara kamu karena saling hebohnya. Aku jadi teringat jika kami berdua pernah dibentak kakak kelas karena terlalu berisik.
Merasa jenuh akhirnya aku mengajak temanku untuk ke kantin, tapi ia menolak. Masih ingin memahami materi katanya dan aku mengiyakan, kemudian melenggang pergi.
Ketika aku selesai membeli jajanan kecil di kantin, lagi-lagi aku bertemu dengannya. Lelaki jakung dari kelas sebelah. Ia sempat melirik ke arahku, namun mataku tetap tertuju ke depan. Sengaja.
Aku takut jika ia salah paham padaku dan aku tak menginginkan hal itu.
***
Semarang, 25 September 20xx
Hari-hari PTS ku berjalan sangat lancar, aku dibuat heran mengapa bisa sampai seperti ini. Berdasarkan apa yang aku alami sebelumnya, pasti ada saja hal yang membuat hari-hari PTS terlihat suram.
Entah itu karena masalah ataupun memang sebuah masalah....
Siang tadi kami--aku dan teman dekatku-- mampir ke kedai yang baru saja buka. Menurut pendapat teman-teman yang sudah pernah kesana, hidangan yang kedai ini sajikan cukup mewah namun dengan harga dompet anak sekolahan. Yang dimana aku menyukainya.
Asalkan itu murah, aku akan gas-gas saja.
Singkat cerita, hidangan kami sampai. Jujur saja, pendapat dari teman-teman memang benar apa adanya. Hidangan yang kedai ini sajikan cukup mewah untuk ukuran harga dompet anak sekolahan. Tapi keramaian kedai saat ini cukup menganggu waktu makanku.
Selesai makan, kami kemudian membayar di kasir. Dan entah Tuhan memang ingin aku berurusan dengan salah satu umatNya, atau memang ini hanya sebuah kebetulan. Tapi lagi-lagi kami bertemu.
Lelaki jakung itu bersama teman segerombolannya, ku perhatikan jika ia selesai membayar. Dan bisa kau tebak sendiri, mata kami bertemu. Cukup lama kita terdiam di tempat masing-masing, entah apa yang membuat kita saling tatap seperti ini. Yang pasti saat itu aku sedang memikirkan banyak hal.
Kontak mata ku putus, menghampiri teman dekatku yang sedang membayar adalah salah satu caranya. Dengan begini ia akan pergi, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Namun sialnya, ia mencolek ku dan menanyakan apakah kita pernah bertemu.
Tentu saja ku jawab,
"Tidak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Harian NiTa
Teen FictionSeperti pada gadis remaja pada umumnya, Tasya ingin sekali memiliki cinta kasih di masa sekolah. Berbagai lika liku persahabatan telah ia lalui, masalah yang tak henti-hentinya datang pun sudah ia rasakan. Tinggal memiliki pendamping saja yang saat...