Langit Areksa

18 1 0
                                    

Bab 1

"Hidup bukan hanya tentang kebahagiaan, tapi hidup adalah proses yang kamu susun untuk meraih senyum itu sendiri."
Langit Areksa

Langit Areksa, lelaki berumur 22 tahun yang  sedang sibuk dengan semester akhir, lelaki muda yang tengah berdebat dengan  hidup yang entah kapan akan berakhir. Lelaki yang sibuk dengan mengukir senyum diantara orang-orang disekitarnya. Lelaki yang bahkan tidak sempat menceritakan lukanya pada orang lain.

"Siapa yang harus gue jadiin sandaran? Kasih gue alasan untuk berjuang, Ar." Langit tersenyum sendu, menyandarkan kepalanya diatas tempat tidur Argo.

"Ngga selamanya orang kuat itu bertahan, ada masanya dimana ia putus harapan, Ar. Mengalah pada tuhan memang bukan pilihan, tapi gue nyerah. Gue langit Areksa memilih untuk menyerah!" Air mata yang menggenang, mengalir tanpa diminta.

Langit menyandarkan kepalanya diatas tempat tidur, menghapus air matanya secepat mungkin. Langit menatap bangga pada Argo. Entah sampai kapan wajah tampan Argo menghiasi dunianya. Bibirnya yang pucat menambah luka yang ia derita, Dimata Argo. Langit bukan hanya sahabat, langit adalah saudaranya.

"Lo kuat, Lang. Lo bisa hidup tanpa dorongan siapapun. Orang yang berani tanggung jawab sama kesalahan yang pernah dia buat, adalah orang paling hebat sebenarnya," Argo menjeda ucapannya, menarik napasnya panjang, ia tidak mampu menahan genangan air di pelupuk matanya. "Jadiin perjuangan Lo selama ini sebagai alasan Lo untuk bertahan. Gue bakal selalu ada disamping Lo."

"Gue bangga punya Lo, Ar. Lo ngga pernah mandang gue sebagai orang jahat yang ngga punya siapa-siapa. Lo selalu ada saat gue butuh semangat."

"Karena Lo saudara gue. Aliran darah yang beda, bukan berarti kita ngga bisa jadi saudara."

"Gue mau istirahat, Ar. Sore gue masih harus kerja." Langit beranjak. Memukul pelan otot Argo yang kekar.

"Lo beneran istirahat kan, Lang? Cuma tidur kan?" Argo seakan cemas, Langit selalu membuatnya khawatir. Argo takut akan ada perpisahan. Sering kali Langit mencoba untuk bunuh diri, membuat Argo sedikit ragu untuk meninggalkan sahabatnya itu sendirian.

"Iyaaa bro. Gue izinnya kan istirahat. Bukan balik ke akhirat." Canda langit dengan kekehan di ujung ucapannya.

Langit adalah lelaki tampan, alis matanya yang tebal merupakan ciri khasnya. Ia laki-laki biasanya yang mencoba untuk menjadi lebih baik. Langit yang biasa menjadwalkan diri setiap hari membuatnya harus hidup dengan kedisiplinan.

Ia tinggal sendiri di apartemen miliknya, Langit merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Karena untuk mengejar impiannya, Langit harus siap jauh dari orang tua. Merantau ke kota besar dan mendapat banyak ilmu untuk bekal selanjutnya. Orang tuanya adalah orang yang berada, itulah yang menyebabkan Langit dulunya menjadi anak nakal.

"Kalo gitu gue balik, besok gue jemput." Argo mengambil kunci motornya yang terletak di atas meja belajar Langit.

"Gue bisa berangkat sendiri, kita ketemu kampus aja, Ar."

"Ngga. Gue kesepian tanpa Lo," ucap Argo tersenyum lebar.

"Makanya jadian aja sama Alma. Lo sih kebanyakan mikir."

"Kalo gue pacaran, Lo sama siapa? Ibu Maryam?" Argo memperagakan gaya dosen killer yang identik dengan jambul dikepala.


"Mana mau dia sama cowok brengsek kayak gue."


"Move on dari masa lalu, kapan berkembangnya?" Wajahnya mengeluarkan senyuman, berbeda dengan hati yang terasa sesak. Bagaimana candaan terakhir mereka nanti?


"Besok, kalo udah bisa nebus dosa-dosa gue." Langit menunjukkan ototnya, "cowok banget ngga nih?"


"Iyain , lo emang cowok kuat dah. Berantem sama Daniel kan lo menang terus."


"Itu karena dia kurang penghayatan, beladiri itu bukan cuma tentang belajar. Tapi harus dari hati."

*****

"Pernah liat pelangi ngga?" Langit yang duduk disebelah Nila tersenyum paksa.

"Pernah. Aku suka liat pelangi. Tapi aku lebih suka liat bulan sih." Nila mengalihkan pandangannya ke arah Langit. "Tumben nanya itu?"

"Ngga papa, lagi nyari topik yang pas. Tapi aku mau minta sesuatu ke kamu." Langit menggenggam kedua tangan Nila. Membawa kekasi yang sudah lama bersamanya itu kedalam hangatnya sentuhannya. "Kalo kamu liat bulan, jangan lupa buat nyapa bintang juga. Cahayanya emang ngga seterang bulan. Tapi disana ada senyum seseorang yang sudah menyelesaikan tugasnya."

Nila menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mencerna semua ucapan Langit. Nila gadis lucu yang membuat hari-hari Langit lebih cerah. Gadis yang bertemu dengan Langit karena sebuah tabrak lari.

Nila sama seperti Langit. Bedanya hanya satu, Nila hidup dalam keluarga yang bahagia. Sedangkan Langit, ia masih sibuk mencari kebahagiaannya. Keluarga yang berantakan, hanya harta yang mereka punya, tidak dengan keharmonisan. Nila juga seangkatan dengan Langit. Mereka satu universita yang sama. Namun fakultas yang berbeda.

Langit memberikan kotak kecil yang berisikan kalung dengan inisial L sebagai hiasannya.

"Mau ngga pakai ini?" Langit tersenyum indah. Gadis lugu itu mengangguk, mengikat rambut hitamnya, membiarkan langit memasangkan kalung berwarna gold ke lingkaran lehernya.

"Gadisnya Langit emang ngga ada lawan. Tetap jadi anila yang sekarang ya sayang,"









Langit Areksa

Langit Areksa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


LangitSenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang