𝙙 𝙞 𝙨 𝙘 𝙡 𝙖 𝙞 𝙢 𝙚 𝙧
* ˚ ✦* ˚ ✦
Cerita ini adalah karangan fiktif yang berasal dari imajinasi penulis tanpa bermaksud untuk menyinggung pihak manapun.
Apabila ada kesamaan nama, tempat, kejadian, peristiwa, dan unsur-unsur lainnya, sesungguhnya hanya kebetulan semata.
Barangkali mengandung konten yang sedikit sensitif sehingga bijaklah dalam meresapinya.
Selamat Membaca!
* ˚ ✦* ˚ ✦
━━━━━━━━━━━━━━━
"Lyn, dia selingkuh."
Hanya itu yang dikatakan Jesha sambil berderai air mata, tapi berhasil membuatku mencengkeram mug yang hendak kugunakan untuk menuangkan teh hangat. Darahku perlahan mendidih, nggak ada bedanya dengan teko air di atas perapian yang mengeluarkan asap itu. Panas. Padahal di luar lagi hujan deras.
"Jes …," Belum sempat kutanggapi ucapan Jesha, sahabatku itu kembali tersedu-sedu. Matanya sembab, hidung mancungnya tampak memerah, dan rambut pendeknya tergerai lepek selepas diguyur hujan. Aku nggak bohong, dia cukup … mengenaskan.
Sewaktu Jesha muncul di depan pintu apartemenku lima menit yang lalu, hatiku langsung mencelus. Dia sukses menganggu waktu tidurku, tapi aku nggak mampu marah. Melihat penampilannya yang kacau, aku jadi nggak punya pilihan selain menariknya ke dalam dan mengulurkan handuk untuk mengeringkan badan. Dan sekarang aku pun tahu bedebah mana yang membuat Jesha berantakan.
"Sakit banget, Lyn. Sakiiiit." Dengan suara serak dan bahu bergetar, Jesha berusaha menyalurkan kepedihannya padaku. Aku paham perasaannya, tapi sesaat simpatiku mengendur saat ia melanjutkan, "Kenapa, sih, Darren tega banget gituin gue? Padahal bentar lagi kami, kan, mau anniv."
Bibirku mengatup rapat. Kutahan-tahan rasa yang bergejolak dalam diriku, termasuk untuk nggak mengatai Jesha yang bucin kelewat sinting—soal ini akan aku jelaskan nanti. Untuk sekarang, daripada merespons pertanyaan si cengeng yang aku sendiri nggak tau jawabannya apa, lebih baik aku menuangkan air hangat ke dalam mug dan menyeduh teh chamomile untuknya.
"Diminum dulu, Jes," kataku sambil meletakkan mug berwarna merah di atas meja pendek.
Jesha terlihat menduduki karpet rasfur sambil merangkul lutut. Sedangkan aku mengambil posisi berseberangan dengannya, kedua lenganku terlipat di atas meja.
Kemudian, nggak ada satupun dari kami yang berbicara. Jesha hanya menunduk murung dengan kedua tangan menangkup mug, batinku gemas menunggunya untuk minum, tapi air matanya nggak berhenti mengalir. Isakannya masih terdengar, membaur dengan nyanyian hujan dan pecutan halilintar. Ambyar!
Sementara hening masih merajai suasana, rasa penasaran dalam diriku beralih ke arah lain. Sebuah paper bag basah tergeletak menyedihkan di sebelah sofa. Benda itu yang tadi dia bawa masuk. Warnanya hitam seakan mencerminkan suasana hati Jesha yang suram. Aku nggak tahu isinya apa, tapi melihat nama brand ternama yang tercetak di permukaannya, seketika aku mencium aroma flexing dari sana. Ya, nggak heran juga. Soalnya itu Jesha.
"Itu ...," Jesha tiba-tiba bersuara.
Aku terkesiap, kembali menoleh ke arah si cengeng satu itu. Ternyata tangisnya mulai mereda, masih sedikit sesenggukan, tapi nggak sehisteris sebelumnya. Minuman chamomile yang tadi kusajikan juga sudah berkurang, tanda bahwa telah berpindah ke perutnya. Dan sekarang, mata penuh ratapan itu ikut menyoroti barang mahal yang sejak tadi kupandangi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐧𝐧𝐢𝐯𝐞𝐫𝐬𝐡𝐢𝐭𝐭𝐲 ✓
Short Story[ Drama - Oneshoot ] " Ketika manusia menunjukkan warna aslinya. " ━━━━━━━━━━━━━━━