PROLOG

524 58 11
                                    

Ponsel milik Semi berdering, tepat setelah ia mendudukkan diri di kursi kemudi. Di layar ponselnya terpampang nama Akaashi yang panggilan teleponnya datang secara bertubi-tubi.

Akaashi seolah tak memberikan jeda bagi Semi untuk sekedar menuliskan pesan singkat. Karena panggilan itu mulai menganggu, Semi kemudian mengangkatnya.

"Halo, Shi... Kenapa?" Sapa Semi, mendekatkan bibirnya pada area mikrofon yang ada di ponsel.

"Astaga, Kak Semi! Ngangkat telepon aja kok lama banget?" Akaashi sedikit menggerutu di sana. Suaranya mulai terdengar amat tergesa-gesa.

Jika Akaashi sampai bersikap demikian, artinya ada hal penting yang ingin di sampaikan olehnya.

Semi membalasnya dengan berdehem tanpa arti yang jelas. Bukan salahnya jika ia lambat menerima telepon. Toh, dirinya baru saja menyelesaikan transaksi dengan klien Holy Night.

Biasanya, Akaashi atau Shinsuke yang melakukan tugas tersebut. Namun, keduanya berhalangan untuk datang dan meminta Semi untuk menggantikannya.

Mengapa bukan Oikawa? Jawabannya karena pria satu itu sedang terbaring di rumah sakit sejak dua hari yang lalu. Semi juga belum tahu bagaimana kabar terbaru dari temannya yang satu itu.

Terakhir kali bertatap muka, keduanya masih dalam keadaan bertengkar. Malu rasanya saat Semi mengingat banyak kalimat menyakitkan yang spontan ia lontarkan kepada Oikawa.

"Lo nggak usah pergi ke rumah sakit." Kata Akaashi kemudian.

"Haaahh?!" Satu kata itu cukup untuk mengekspresikan rasa protes Semi kepada Akaashi. Alasannya, Akaashi dan Shinsuke selalu menekan Semi untuk segera menjumpai Oikawa di rumah sakit. Mereka terus memaksa Semi, seolah tak peduli dengan alasan-alasan yang Semi katakan-- tentang mengapa dirinya belum mengunjungi Oikawa.

Lalu hari ini akhirnya datang. Hari dimana Semi sudah memiliki mental yang cukup untuk bertemu dengan Oikawa. Lalu apa yang terjadi sekarang? Akaashi malah meneleponnya dan mendadak melarang dirinya untuk datang ke rumah sakit tempat Oikawa dirawat.

"Gue mau minta maaf sebelumnya..." Akaashi berucap lagi.

"Untuk apa?" Semi kembali mengemudi, setelah bersusah-payah menggunakan earphone agar tangannya tak perlu repot menggenggam ponsel selama perjalanan.

"Kak Iwa tadi mampir ke apartemen..." Jawab Akaashi. Mulai dari kalimat itu, Semi sudah paham alasan mengapa Akaashi melarangnya untuk datang ke rumah sakit. "... Gue nggak bermaksud untuk cerita soal lo sama Kak Oikawa, tapi Kak Iwa bener-bener maksa gue buat ngomong." Sambung Akaashi.

Semi berdehem lagi, cukup panjang. Pastinya Akaashi merasa tidak enak hati pada Semi, namun di sisi lain Iwaizumi tidak mungkin diam saja saat mengetahui Oikawa mengalami cidera serius saat bekerja.

Wajar apabila Iwaizumi murka setelah tahu apa yang terjadi di antara Semi dan Oikawa.

"Gue bakal tetep ke rumah sakit." Seru Semi di telepon.

Akaashi kemudian memberikan respon dengan sedikit tekanan supaya Semi mengurungkan kembali niatnya. Karena tak ingin ada seseorang yang mengacaukan keputusannya itu,  Semi segera mematikan telepon secara sepihak.

Mungkin di apartemen, Akaashi sedang menggerutu sendiri sekarang. Sambil menyalahkan diri kalau seharusnya ia tetap tutup mulut meskipun Iwaizumi memaksanya untuk bicara.

Ya, Akaashi adalah tipikal pria yang punya kebiasaan banyak berpikir hingga mendatangkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Atau lebih dikenal dengan sebutan overthinking.

Perjalanan menuju rumah sakit tak sampai lima menit lagi. Ritme jantung Semi mulai tak karu-karuan. Ia sedikit gelisah, membayangkan kemungkinan Iwaizumi akan langsung menghajar ketika wajahnya absen di sana.

Eyes to Eyes - Haikyuu [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang