Teman.

1 0 0
                                    


Beberapa jam sebelumnya ...

Perempuan itu gerak-geriknya seperti riak air yang mengalir.

Langkahnya yang begitu ringan dan anggun. Tubuhnya yang hanya ciptakan sedikit gemerisik antara katun seragam kala ia berjalan. Rambut hitam legamnya yang mengayun sekilas kala mengiringi langkahnya. Manik gelapnya yang penuh ketajaman dan fokus membelah kerumunan.

Di tengah suasana riuh pembagian kelas Masa Orientasi Siswa untuk para anak kelas sepuluh; ia terlihat seperti sebuah anomali. Seperti sebuah batu karang di tengah laut yang tak peduli berapa kali gelombang laut menerjangnya — oh, manik Ivanka dengan mudah langsung mengambil pusat padanya.

"Kelas Untung Suropati di sini!" Seorang CAPSIS perempuan dengan rambut bergelombang mengangkat sebuah plang bertuliskan nama pahlawan yang baru saja ia lantangkan. Lalu, perempuan berambut hitam itu dengan tenang langsung berbaris di hadapan sang kakak CAPSIS.

Ivanka, tanpa pikir panjang, langsung mengekor di belakangnya.

Salah satu tangannya terulur, daratkan ujung jari telunjuknya pada bahu tegap empunya sang perempuan di depannya. Tanpa suara lagi, ia menoleh dengan ekspresi sedikit terkejut. Ivanka, jua, ikut tertular olehnya.

"Eh, maaf — ngagetin, ya?" Ia tertawa kecil atas tindakannya sendiri. Cepat-cepat menarik kembali tangan kanannya, menggenggam telapaknya erat-erat karena merasa penyesalan dan kecemasan merebak dalam hati, akibat manik hitam yang temui miliknya sendiri. "Anu — nama kamu Ambara, 'kan?"

Perempuan itu mengerjap sekali. Ivanka tak dapat menahan kagumnya terhadap bagaimana bulu matanya panjang-panjang, namun berjarak satu sama lain — kemudian, ia mengangguk. Masih juga tanpa suara.

Ivanka memaksakan senyumnya agar melengkung di bibir, tak peduli seberapa kikuk ia akan terlihat. Jika Ivanka bisa melihat bagaimana bibirnya bergetar dengan menggunakan sebuah cermin; ia pasti akan menampar pipinya keras-keras. Tapi, Ivanka sudah bertekad — ia harus mencari teman perempuan. Ia tak akan bisa bertahan menghadapi kehidupan SMA tanpa seorang teman perempuan yang bisa ia ajak bercerita dan bertukar keluh kesah.

Lalu, kebetulan sekali, lima menit sebelum momen ini — ketika para CAPSIS menunjukan tabel pembagian kelas selama dan hanya selama Masa Orientasi Siswa ini — Ivanka Katarina melihat namanya berada di bawah nama 'Cok. I. Caya Ambara S', nama yang ia kenali dari perempuan yang menjawab pertanyaan sang Kepala Yayasan mereka pagi tadi. Ivanka langsung menetapkannya sebagai target operasi pertemanan.

"Namaku Ivanka," ucapnya, menjulurkan tangan kepada sang perempuan enigma. "Aku anak baru, jadi gak punya temen di sini — kamu temen cewek pertamaku, soalnya tadi aku ngajak anak lain temenan dikacangin. Salam kenal, ya!" Tanpa pikir panjang, Ivanka langsung merepet panjang, sengaja tidak memberikan jeda untuk Ambara langsung berpaling dan mengacanginya seperti — siapa tadi? Natalie? Nat siapalah tadi namanya.

Lagi-lagi, Ambara mengerjap sembari membuka telinga lebar-lebar 'tuk tangkap kata-kata yang lolos dari bibir Ivanka — suasana lorong depan Auditorium saat ini sangat bising, sebab para CAPSIS sibuk menyerukan nama kelas mereka masing-masing 'tuk kumpulkan anak-anak kelas mereka dalam dua baris — ditambah lagi dengan anak-anak kelas sepuluh yang jumlahnya cukup banyak, kebanyakan tengah mengusahakan berpindah tempat dan baris. Tak heran, lama kelamaan, mereka akan bersinggungan jua.

Belum sempat Ambara menjawab, Ivanka sudah menjadi korban. Tubuhnya yang kecil dengan tubuh tak lebih dari seratus lima puluh lima sentimeter terdorong oleh seorang perempuan lain yang bertubuh lebih besar — meskipun perempuan itu langsung berseru, "eh, sorry!" Ivanka tetap tertarik gaya gravitasi, membuatnya oleng ke depan, hampir menubruk tubuh Ambara —

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASMARALAKON. (Janmaverse)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang