Rela itu bukan hal mudah dilakukan. rela dan iklas adalah dua kenyataan pahit yang harus siapa saja terima. Rela berarti melepaskan, Ikhlas juga berarti merelakan.
Sebagai makhluk dinamis, hidup manusia pasti tidak jauh dari dua kata tersebut. Kendati demikian, Dua kata tersebut berhubungan dengan makna kehilangan.
Kita semua tahu, bahwa kehilangan adalah hal yang lumrah terjadi dalam siklus kehidupan.
"Ahhh," Aku menatap langit malam sambil terkekeh renyah.
Bagaimana aku harus meluapkan semua kesedihan di dalam dada ini? Kesedihan yang aku rasakan seolah menjelma sebagai belati. Ia menusuk dan merobek apa saja yang ia lihat di dalamnya.
Aku tidak tahu, mengapa untuk mengucapkan dua kata tersebut, sangat susah keluar dari mulut ku. Seolah ada yang menahannya di dalam sana. Aku menahan nafas, mendongak saat merasakan air mata mengalir deras di kedua pipi ku.
Aku tahu, aku sangat belum bisa menerima fakta yang seharusnya aku telan mentah-mentah. Entah mengapa, untuk hal yang satu ini, hati ku sulit menerima kenyataan-- bahwa aku telah kehilangan.
Ya, aku paham. Manusia harus akrab dengan yang namanya kehilangan.
Lalu mengapa manusia juga harus merelakan dan mengikhlaskan?
Pandanganku bergulir ke arah bangunan megah, berwarna biru tua. Aku semakin tertawa hambar.
"Apa aku bisa? setelah melewati semua ini dengan tiba-tiba, apa aku bisa nggak menyesal?"
Segalanya terasa begitu menyedihkan. Bagaimana aku harus berdebat dengan batin yang terasa begitu melelahkan. Aku selalu melewati malam dengan perasaan menyesakkan seperti ini. Memberi bumbu tidur dengan tangisan yang selalu ku tahan agar tidak keluar. Menyedihkan.
"Suatu saat aku pasti bisa merelakanmu kan?" Kalimat itu menjadi akhir yang aku ucapkan sembari terus menatap gagah nya bangunan biru tua yang terletak jauh di depanku.
Aku tahu, masa remaja setiap orang akan diisi dengan berbagai kesulitan. Tapi disini, mengapa aku merasa bahwa aku satu-satunya remaja yang telah hancur harapannya?