Semunya terasa mustahil. Bahkan Amara merasa tubuhnya seperti tidak bernyawa, mengambang, pikirannya kosong, berkali-kali ia pingsan. Tekanan darahnya amat rendah, hemoglobinnya rendah, tapi ia tetap memaksakan diri ikut ke pemakaman Reynov. Ia tidak mau berpisah dengan Reynov. Bahkan kalau boleh, ia ingin ikut mati saja, biar bisa memeluk laki-laki itu selamanya.
"Mbak Arina nggak perlu ikut!" Pengawal Ali Sandi memapah Amara.
"Nggak-nggak. Saya bisa!" Amara bersikeras mendekat. Ia sudah benar-benar lemas. Ia melihat peti mati Reynov di depan mata. Petugas ahli kubur mulai membuka peti itu, tapi Amara sudah gemetar, tidak sanggup harus melihat Reynov dalam kondisi tak bernyawa. Ia pingsan lagi...
*****
Ali Sandi ada di penjara polresta. Pikirannya bercabang-cabang, antara menangani kasusnya dan memikirkan kondisi putrinya. Berhari-hari Amara dirawat di rumah sakit karena kondisinya yang lemah. Hampir setiap hari Amara pingsan.
"Bagaimana kondisi anak saya?" tanya Ali Sandi pada pengawalnya.
Pengawal itu menggeleng.
"Segera bawa dia ke sini kalau kondisinya sudah membaik," kata Ali Sandi. Ia tidak bisa meninggalkan penjara akibat dari Robby menyuruhnya mengaku sebagai pembunuh regu pasukan khusus itu di depan kamera. Ia juga menggugat Robby dengan gugatan fitnah serta pemalsuan dokumen. Ia juga punya bukti jika Robby sebagai pemilik Robby Consultant banyak membantu pejabat korup di negeri ini. Dan Amara harus menjadi saksi di pengadilan, padahal kondisi Amara sangat lemah.
Baru dihari kelima pasca kematian Reynov kondisi Amara dinyatakan cukup baik untuk pulang dari rumah sakit. Ia segera mendatangi ayahnya di penjara.
"Ayah!" Amara langsung memeluk ayahnya. Ia menangis.
"Anakku!" Ali Sandi mencium kening anaknya. Ia juga ikut menangis. "Anakku, ayah tahu kamu sangat kehilangan Reynov. Dia laki-laki yang baik. Ayah tahu pengorbanannya menyelamatkanmu."
Amara mengangguk. Ia teringat semua pengorbanan Reynov. Seluruh nyawa laki-laki itu diserahkan hanya untuknya. Ia bahkan belum sempat balas berkata jika ia juga mencintai laki-laki itu. Andai ia punya satu hari lagi saja untuk bertemu laki-laki itu, ia akan mengatakan jika ia mencintai laki-laki itu sepanjang hari. Satu hari saja. Itu sudah cukup. Ia ingin memiliki perpisahan yang lebih layak.
"Anakku, tapi tolong sesedih apa pun kamu, kamu masih punya Ayah," kata Ali Sandi. "Ayah masih ada di sini untuk melindungimu. Tolong, kamu harus hidup dan bahagia demi Ayah. Kamu mau, kan, hidup demi Ayah?"
Amara tidak menjawab. Ia bahkan lebih ingin mati sekarang. Ia ingin menyusul Reynov.
"Anakku, perjalanan kasus hukum Ayah masih panjang. Apalagi Robby memfitnah ayah. Dan juga memfitnah Reynov. Setidaknya, kamu harus hidup berjuang untuk membersihkan nama Ayah dan juga Reynov. Kamu bisa, kan?"
Amara menatap mata ayahnya. Ya, ia masih punya tugas di dunia ini. Membersihkan nama Reynov. Robby tidak boleh melimpahkan segala kesalahan pada ayahnya dan Reynov.
Maka, mulai hari itu Ali Sandi menyewa pengacara terbaik untuk Amara. Amara harus berlatih wawancara agar bisa menjawab pertanyaan dari hakim jika menjadi saksi di pengadilan nanti. Tapi, mengingat semua hal tentang Reynov sungguh hal yang berat. Ia terus teringat semua pengorbanan Reynov, dan merasa bersalah karena Reynov mati ketika menyelamatkannya.
"Arina, kamu harus menceritakan kronologi ketika Robby menyuruh Reynov pura-pura menjadi penculikmu. Coba kamu ceritakan."
Bu Melisa selaku pengacara Amara menyuruh untuk ketiga kalinya. Tadi Amara sudah menjelaskan, tapi ia selalu berhenti di tengah jalan. Menangis. Ia tidak kuat. Semua memori itu berlarian di kepalanya. "Saya nggak bisa, saya butuh waktu," kata Amara akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fiasco Kafe (END lengkap)
Teen FictionAmara, mahasiswi drop out yang sekarang menjadi barista di Fiasco Kafe. Ia senang bisa bekerja di sana. Tapi, Reynov si pemilik Kafe mulai mencurigai Amara karena Amara bisa berbahasa Belanda, tahu nama senjata, dan tahu hal-hal medis. Siapa Amara...