Menahan gejolak emosi memang akan berdampak buruk. Bahkan, dalam jangka pendek, perasaan sesak akan menghantui. Namun, terlalu sungkan diri ini untuk sekadar melepaskan sedikit saja perasaan yang makin lama makin membuncah dalam dada. Di sinilah aku sekarang, berkawan sesak dan menahan air mata.
Mungkin jika ia masih di sini, aku tidak perlu layanan konseling seperti ini. Cukup dia yang akan menenangkanku. Mengelus pelan punggung tanganku. Bahkan sigap menghapus air mata ketika tak mampu kutahan.
"Nona Luna Maharani ...."
Lamunan liarku akan dirinya terhenti saat nama itu disebut. Yah, mungkin untuk saat ini nama itu cukup mewakili diriku. Paling tidak itu nama yang tertera di KTP-ku. Walau, sekarang di tubuh ini bukanlah Luna, apa pula peduli Mbak bagian pendaftaran tadi. Sekarang, aku hanya butuh bertemu dengan Pak Sultan. Hanya dokter itu yang masih menganggapku waras.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRIVADA
RomanceCerita ini adalah lanjutan dari buku pertamaku "Dua Jiwa" yang bercerita tentang seorang gadis belia berkepribadian ganda. Buku novel pertamaku itu terinspirasi dari kisah nyata yang dikembangkan menjadi sebuah cerita fiksi romansa. Pun, dengan kisa...