Bagian 1 : Bagaimana Harinya?

6 1 0
                                    

Pertanyaan sederhana yang selalu Bunda utarakan ternyata adalah hal yang ingin Bunda dengar juga.



SELAMAT MEMBACA



Hari ini aku pulang sedikit terlambat sebab ada jadwal ekstrakurikuler tambahan dan aku sudah memberi tahu bundaku tersayang kalau hari ini aku pulang terlambat.

Ekstrakurikuler nya sudah selesai beberapa menit yang lalu, banyak teman yang menyapaku dan berpamitan untuk pulang terlebih dahulu sebelum diriku  selagi aku sibuk mengemasi gitar kesayanganku.

"Nada pulangnya mau naik bis seperti biasa ya?" Itu Rasha, teman satu ekskul ku dari kelas yang berbeda namun sangat akrab denganku. Kalau kata orang-orang sih kami seperti anak kembar namun beda ibu beda ayah.

"Iya nih, Rasha udah dijemput?" Tanyaku sebelum menutup tas gitar berwarna hitam milikku.

"Belum, aku mau nyoba ikut naik bis kayak kamu." Jawabnya antusias.

"Udah ijin Mama Papa?" Tanyaku memastikan sebab Rasha ini anak tunggal kesayangan Mama Papa, mereka bisa khawatir nanti jika tidak bisa menemukan Rasha saat menjemput anak kesayangan mereka itu.

Rasha menyodorkan ponsel berkamera tiga miliknya padaku, menampilkan room chat dari grub keluarganya. "Udah dikasih izin sama mereka." Aku mengangguk, sedikit tertawa saat Rasha merajuk sebab tidak diperbolehkan sebelumnya namun Mama dan Papa langsung memberi izin saat tahu kalau Rasha naik angkutan umum tidak sendirian melainkan denganku. Dengan Nada, anak kesayangannya bunda Hana.

Mama Papa Rasha itu sahabatnya bunda, jadi wajar kalau mereka langsung memberi izin anaknya yang mau main dulu bareng anak kesayangan sahabat mereka. Karena mereka percaya pada sahabat mereka begitupun dengan anak dari sahabatnya.

"Ya udah, ayo kita ke halte sekarang. Bentar lagi bis nya mau datang." Rasha mengangguk, dia mengulurkan tangannya supaya kita bisa bergandengan. Salah satu ritual yang selalu kami lakukan setiap pulang bersama yaitu bergandengan tangan.

"TUH KAN.... AKU TERLUPAKAN LAGI~" Teriakan bercampur rengekan itu sudah bisa ditebak berasal dari mana, siapa lagi kalau bukan dari anaknya ummah Dilla? Fadhil namanya, ummah nya juga sahabat bundaku dan Mama Rasha.

Yang ngira Fadhil itu cowok, kalian salah. Fadhil itu cewek cuma emang sedikit tomboy saja. Nama aslinya tuh Fadhila, anak sulung ummah Ardilla yang nggak pernah mau kalau dipanggil Fadhila. Maunya Fadhil without a biar nggak kepanjangan katanya.

"Jahat banget mau ninggalin gue sendirian." Ucapnya sembari merangsek ke tengah-tengah, membuat tautan tanganku dan tangan Rasha terputus berganti merangkul pinggang nya secara otomatis. Ia sampirkan kedua lengannya pada bahuku dan bahunya Rasha, membuat gestur memiting layaknya atlet bela diri.

"Siapa yang ninggalin kamu? Kita mau nyusul kesana tadi, eh ternyata kamu lagi latihan di lapangan indoor. Kita ngiranya kamu pake lapangan outdoor." Jelasku agar Fadhil tak salah paham, dia ini suka mendramatisir suasana dan aku sedang tidak mau repot meladeni sesi drama Indosiar nya.

"Ih... Fadhil bau! Pasti belum bersih-bersih nih habis futsal, iya kan?!" Protes Rasha sembari menjauh setelah menghempaskan lengan Fadhil yang tadi sempat bertengger di bahunya. Tangan kirinya menutup hidung sedang tangannya yang lain sibuk mengibas udara yang sudah bercampur dengan aroma keringat Fadhila.

Fadhil tertawa setelah ku gebuk bahunya sampai berbunyi BUGH saat hidungku mencium bau asem dari tubuhnya. "Maaf... Aku kesusu, wedi ditinggal maneh." Jawabnya dengan bahasa Jawa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Catatan Harian BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang