03: Project

7 6 5
                                    

Siang ini dua mata kuliah sudah selesai, meninggalkan tumpukan tugas dari masing-masing dosen. Fiona berjalan ke kantin, santai sekali karena tak perlu buru-buru mengejar jam kuliah selanjutnya. Jejeran stand penjual makanan muncul dalam imajinasinya, menimbang jajanan apa yang akan dibeli. Semakin mendekati kantin, cewek itu semakin merasa bingung belum memilih apa-apa. Dalam bayangan, semua makanan terasa enak saat lapar.

Tiba di kantin, tubuh Fiona segera terselip di antara mahasiswa lain. Terlihat menonjol di antara kerumunan dengan setelan baju dan aksesoris serba pink. Matanya sibuk menyapu pandangan, memilih makanan. Melewati stand siomay, ada Irma tengah memesan jajanan. Siomay dua, kubis tiga, tahu dua... sepertinya dia lapar berat. Fiona mengabaikan Irma, bergegas menuju lapak batagor sebelum antrian makin panjang.

"Aduh!" Fiona mengeluh sebal.

Ada orang menyikut lengan Fiona cukup kencang. Menoleh, siapa sih, gak liat-liat? Kantin penuh sesak begini malah bercanda. Sembarangan gerak sampai mengganggu orang lain.

Alro, bersama Bara masih dengan sisa-sisa tawa selepas bercanda. Pandangan Fiona mendatar mengetahui siapa pelakunya. Seketika ikhlas, mengurungkan niat untuk mengomel. Sambil mengusap-usap lengannya yang masih agak sakit, Fiona terus melangkahkan kaki.

"Mau beli apa lo, Fi?" Tanya Alro santai, membuat Fiona menghela napas pelan. Cowok ini sama sekali tidak minta maaf.

"Batagor." Jawab Fiona singkat, masih bersungut-sungut.

"Kebetulan! Kita juga mau beli batagor. Mau sekalian gak?" Bara menyeringai.

Fiona langsung bersorak riang. "Boleh! 2 ya, yang satu buat Kiara."

"Emang Kiara dimana?" Bara menelisik. Tampak antusias setelah nama Kiara disebut.

"Gazebo." Jawab Fiona singkat. "Eh, iya, kalian mau gak sekelompok tugasnya Bu Yola?"

"Emang berapa orang?" Alro yang baru gabung ke meja langsung menimpali. Cowok itu baru saja memesan batagor. Mereka duduk di meja terdekat, menunggu pesanannya rampung disiapkan.

"Lima. Gue, Kiara, Bara, sama lo." Fiona menatap Alro dan Bara bergantian. "Satunya siapa ya?"

"Harus ada yang lebih waras dari kita gak sih, Ro?" Bara menyenggol lengan Alro.

"Lebih waras dari lo aja kali!"

"Kalo Regan gimana?" usul Fiona. Si ketua kelas itu memang pintar dan netral. Tidak selalu berkelompok dengan teman yang itu-itu saja. Biasanya kalau seseorang sudah punya geng sendiri, Fiona malas untuk mengajaknya berkelompok. Sudah pasti orang itu akan gabung dengan kelompok mereka sendiri.

"Boleh aja sih." Bara mengangguk-angguk.

Fiona mengeluarkan ponsel dari saku, sibuk mengetik sesuatu. Sementara Alro dan Bara mengobrol. Kemarin Alro jadi menemani Bara mencari kado. Pilihan Bara jatuh pada tas selempang hitam merk Coach.

"Udah lo kasih tuh tas kemaren?" Alro bertanya. Bara mengangguk-angguk.

"Buat siapa sih?"

"Ada deh, cabang gue. Tapi kayaknya gue gak jadi deketin dia deh."

"Kenapa emang?"

"Bocahnya gak suka seblak. Diajak makan bakso gak mau. Ditanya apa, bilangnya terserah. Gue tawarin ramen akhirnya mau, tapi harus di tempat yang dia pilih. Bener-bener harus! Kalo ga di sana, dia gak mau. Aneh banget ga sih?"

Bara menegakkan badannya. Bicara sambil menggerak-gerakkan tangan layaknya dosen yang sedang menjelaskan materi. "Susah, Ro. Pacaran itu selain ngobrol, isinya makan. Makan aja ribet, apalagi yang lainnya. Ga kebayang dah, ribet!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALVOCADOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang