•00.00•

107 17 1
                                    

"ASTAGHFIRULLAH, INI ANAK CEWEK BELUM BANGUN JUGA. BANGUN AKSEL UDAH PAGI!" Teriakan itu menggema seiring dengan pintu kamarnya yang digedor-gedor.

Aksel yang kaget langsung tersentak duduk. Dia meringis ketika rasa pusing menjalari kepalanya. Efek darah rendah ya begini.

Aksel melirik jam Beker yang sudah tergeletak mengenaskan diatas lantai. Dia ingat, telah menghempaskan benda itu lantaran merasa tidurnya terganggu.

Mata Aksel melotot kala melihat waktu yang ditunjukkan disana, buru-buru dia turun dari ranjangnya dan setengah berlari menuju kamar mandi. Karna takut semakin telat, Aksel akhirnya memilih untuk tidak mandi pagi ini, dia hanya mencuci wajahnya dan menggosok giginya.

"Nanti aja beresinnya," gumam Aksel berhenti sejenak menatap keadaan kamarnya yang seperti kapal pecah. Sprai ranjang yang ngelindur kemana-mana, guling yang jatuh, jam Beker yang belum sempat dia pungut, belum lagi sisa-sisa bungkus kosong ciki sisa semalam yang belum sempat dibersihkan.

Aksel mengambil tas dan handphonenya nya, bahkan dia belum sempat mengganti jadwal pelajaran sebelum akhirnya berlari keluar kamar.

Kondisi rumah sudah sepi. Aksel hanya tinggal bertiga dengan bunda dan adik perempuannya yang masih berumur 7 tahun. Mungkin, bundanya sudah berangkat ke kantor sembari mengantar adiknya ke Sekolah.

Acel memakai sepatunya, buru-buru dia mengikat tali sepatunya asal. Tidak ada waktu lagi, 10 menit lagi bel akan berbunyi. Sedangkan menuju Sekolah saja membutuhkan waktu paling lambat 15 menit.

Mungkin lebih bagus kalau Aksel pintar menyetir motor, namun nyatanya dia terlalu takut jatuh dan memilih untuk tidak belajar mengendarai kendaraan roda dua itu. Alhasil, Aksel kali ini hanya bisa pasrah.

Mungkin jika berlari ke Sekolah, dia tidak akan telat. Semoga saja begitu.

••••

"Apa? Telat lagi?" Gadis yang berdiri didepannya dengan tangan yang berlipat pada dada hanya bisa menggelengkan kepala melihat kedatangan Aksel.

Aksel membungkuk, mengatur nafasnya yang memburu. Tangan kanannya memegangi perutnya, sedangkan yang satunya memegangi pahanya yang terasa kebas setelah diajak berlari panjang tanpa pemanasan. Gatal dan kebas, begitulah rasanya.

Aksel mendongak. Wajahnya ditekuk kesal. "Berisik! Siapa suruh kamu nggak bangunin aku," ucapnya sewot.

Ave yang berada didepannya terlihat mengurai nafas panjang. Terlihat dia merogoh saku roknya, mengambil benda pipih dari dalam sana.

"Coba aku lihat hp kamu."

Aksel memberikan hp nya. Saat Ave memperlihatkan layar kedua handphone itu, dia langsung menyengir, memasang tampang wajah tak berdosa.

"Aku udah telfon kamu 27 kali lewat panggilan biasa, 14 kali lewat panggilan WA, juga spam chat ke kamu, tapi kamu nggak balas sama sekali. Malah centang satu, Cel," jelas Ave panjang dan terperinci.

"Hehe, maaf. Soalnya aku mute volumenya. Jadi nada hening. Tadi malam juga kuota aku habis, belum sempat beli." Aksel menyengir, mengambil handphonenya kembali saat Ave menyodorkan kepadanya.

Ave menoleh. Menatap Kean_wakil ketua Osis_ yang selalu mendampinginya ketika berada di Sekolahan, itu sudah menjadi tugas Kean.

"Lo awasin yang lain aja. Kalau Aksel, nanti gue yang catat namanya dan kasih dia hukuman."

Kean menggangguk. Namun raut wajahnya tampak ragu. "Tapi_"

"Ini perintah dari gue," potong Ave cepat.

Kean mengalah. Kalau Ave sudah mengatakan itu, berarti tidak ada yang bisa mengganggu gugat. Kean berpamitan pergi pada Ave dan juga Aksel. Cowok bertubuh jangkung itu melangkah kearah gerbang Sekolah, dimana ada banyak siswa yang terlambat.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang