#1: MPLS

85 12 2
                                    

#1: MPLS

Nama gue, Beben. Sering banget nama panjang gue dikira Ben Kasyafani, padahal nama gue lebih dari itu dan keren banget, Benedict.

Benedict Pramudya.

Lo kalau tau Pramudya Company, iya, itu bukan bapak gue. Ahahaha. Bapak gue mah Pramudya biasa aja. Kerjaannya di laboratorium. Neliti apakah Nemo bisa ditempelin GPS apa enggak sama bapaknya biar nggak ngilang lagi.

Oke, serius. Bapak gue itu peneliti. Nggak tau peneliti apa tapi pada intinya dari sana lahir nama Benedict. Dia dulu suka uji coba makanan, habis itu keterusan uji coba bikin anak kedua yang akhirnya lahir gue.

Gue anak kedua dari dua bersaudara. Kakak gue cewek. Galak. Galakan dia daripada si Om Karismatik. Sebenernya nggak segalak itu, tapi dia galak gegara gue isengin. Dan dia pelit. Selalu nggak mau kalau gue minjem barang dia.

"Kak, pinjem seragam SMA dong." kata gue sambil melongok ke dalam kamar Kak Dea.

"Nggak!"

"Kita kan satu sekolah, Kak!"

"Ya gue kan juga masih sekolah, Bennn!?" decak Kak Dea sembari mendorong gue biar keluar dari kamarnya. "Lagian gue cewek, lo cowok, mana muat baju gue di eluuuu bego?"

"Muat! Gue kan kurus."

"Kurang gizi iya."

"Daripada lo cacingan."

"Anjing lu."

"MAAAAAAH! KAK DEA NGOMONG KASAR MAH!"

Habis itu pala gue digeplak. Emang nggak punya hati. Tapi gue maklumin sih soalnya dia jomblo. Jadi sentivitasnya tinggi.

Gue minjem seragam kakak gue soalnya besok gue MPLS. Tapi masalahnya gue belom dapet seragam SMA, anjir. Jadi nggak salah dong kalau gue mau minjem Kak Dea? Mumpung satu almamater juga.

Beben: kakak gue pelit bgt masa gue mo minjem seragam sma kagak boleh

Ajun: besok mah pake seragam smp kali ben

Ajun: lagian elo kan cowok, masa mau pake rok

Oke, gue yang bego.

Untung selalu ada Ajun yang setia di sisi gue, kapanpun dan di manapun gue berada.

Ngomongin Ajun, dia itu temen gue dari SMP dan sekarang kita ada di satu SMA yang sama. Gue selalu bareng sama dia. Bukan karena kita deket, tapi emang gue yang nempelin dia mulu AHAHA.

"Ben! Ih! Nempelin Ajun mulu!" Ini Shania, temen SMP gue juga. Satu SMA lagi. Gue sih seneng, tapi kayaknya Shania dah yang nggak seneng sama gue.

"Iri loooo?" ledek gue sambil memeluk Ajun dari belakang. Kebetulan kami bertiga lagi baris. Posisinya Shania paling depan, terus di tengah Ajun, baru gue. "Nggak bisa kan lo meluk-meluk gini ke Ajun? Yhaaa mampus."

"Siapa juga yang iri?" Shania dengan lucunya menggembungkan pipi. Tai dah kata gua. LUCU BANGET COY. "Ajun mukanya melas banget lo pelak peluk melulu!" protesnya.

"Lo kalau mau gue peluk mah bilang dong, Shan!" kata gue sambil berjalan ke arah Shania.

Tapi waktu gue mau ngelewatin Ajun, tuh cowok malah nahan muka gue dan ngedorong balik ke belakang. "Diem, Ben. Diliatin kakak kelas daritadi." tegurnya tenang.

Gue tengok kanan kiri, iya sih, ternyata ada komdis yang ngeliatin gue dari jauh. Mukanya galak banget. Lebih serem dari Om Karismatik sama Kak Dea. Oke kayaknya dia harus masuk ke list orang yang harus diisengin biar mukanya nggak marah mulu.

Oh ya, hari ini udah MPLS hari ketiga. Yang pertama sama kedua kagak seru, apalagi gue juga beda kelompok sama Ajun sama Shania. Udah gitu si Ojan pake acara demam segala selama tiga hari ini. Gue jadi males cerita.

Tapi gue punya kenalan baru di kelompok MPLS. Namanya Guntur. Anaknya tinggi besar gede kayak pilar di stasiun Gambir. Dia ketua kelompok juga. Aktif banget. Pinter, mau mikir, mau berpendapat, mau berkorban, mau mau aja temenan sama gue. Heran.

"Gun, mau daftar eskul apa?" Gue tanya setelah semua eskul kelar tampil buat demo lapangan.

"Band kayaknya."

"Wuih, sama dong!"

"Seriuss? Lo mau megang apa?"

"Gamelan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diary of BebenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang