01 | The Boy Who Lost

35 7 3
                                    

Kanada, 25 Agustus 2024.

Subject: Seungmin, anak yang hilang.

From: felixleeyong15@gmail.com
To: Seungmininthebuilding22@gmail.com
Date: Jan 1, 2022 12:00 AM

Seungmin, selamat tahun baru. Gue harap tahun-tahun lo ke depan bakal lebih luar biasa dari yang kemarin-kemarin. Meski dari lubuk hati terdalam gue berdoa supaya hidup lo agak sengsara sih, hehe. Ya sapa suruh lo main cabut tanpa alasan yang jelas, anjir.

Min, mungkin ini cara terakhir gue bisa hubungin lo karena nomor lo sama sekali nggak bisa ditelpon. What the fuck, gue nemuin hp di rumah lo yang sekarang dijadiin markas sama anak-anak Strayer. Sengaja apa gimana sih lo ngilang dari gue sama anak-anak? Sampai-sampai hp aja lo tinggal.

Whatever lah, Kim Seungmin. Gue gak mau repot-repot bikin jari-jari gue keriting karena harus ngetik email yang panjang buat lo. Kalau lo ada waktu, setelah liat email ini, gue harap lo bisa balas secepat mungkin.

Dari temanmu yang paling gamtenk,
Felix.

Felix menyeruput macchiato caramel-nya dengan tatapan terpancang lurus pada layar macbook yang menampilkan surat pertamanya pada Seungmin, yang ia kirim dua tahun lalu. Namun nahas, pemuda itu meringis kepanasan, minuman yang baru saja ia telan serasa membakar lidah. Ingatkan padanya agar tak langsung menenggak minuman yang baru disajikan kurang dari dua menit lalu tanpa sempat ditiup, tentu saja panas.

"Lidah gue melepuh, anjir," desisnya dramatis, menjulurkan lidah dan mengipasi permukaannya dengan kibasan tangan. Mungkin terlihat aneh untuk beberapa pengunjung kafe yang melihatnya bertingkah demikian, heboh mengipasi lidah ditambah posisinya di pojok ruangan, Felix terlihat seperti anjing hilang yang dikucilkan.

Felix berhenti sejenak dari tingkahnya, memutuskan untuk kembali fokus pada layar macbook daripada menjadi pusat perhatian dengan terus mengipasi lidah. Pemuda itu sedikit menggeser kursi agar lebih dekat dengan meja. Menggulir layar dan membaca satu-persatu email yang ia kirim untuk Seungmin, tapi tak pernah mendapat balasan satupun.

Entah apa yang pemuda itu lakukan, sepertinya sibuk sekali sampai mengintip kotak masuk email pun tak sempat. Felix menghembuskan napas gusar, bahkan email berisi ucapan selamat ulang tahun untuk Seungmin pun diabaikan. Jadi, bukan salah Felix kalau ia berakhir menyampah di email Seungmin dengan mengirimkan curhatan perihal manis pahitnya berkuliah di Kanada, meski Felix lebih banyak mengecap pahitnya, sih.

Pemuda ber-freckless itu menyugar poni yang mulai memanjang. Surainya sengaja dicat hitam karena Felix tak mau menjadi pusat perhatian dengan mengecat rambutnya menjadi warna ungu seperti yang ia rencanakan dua tahun lalu, ketika hendak terbang ke negara dengan simbol maple ini. Jadilah surai blonde yang mana itu adalah warna rambut alaminya karena Felix memang memiliki keturunan Australia, terganti oleh hitam legam.

Felix sedikit berjengit ketika sebuah notifikasi zoom masuk, membuatnya mengernyit singkat sebelum membelalakkan matanya lebar-lebar begitu ingat tanggal berapa sekarang. Begitu bergabung dalam panggilan video, sudah ada lima orang lain—Chan, Minho, Changbin, Jisung, dan Jeongin— yang langsung bersorak heboh ketika wajahnya nampak di layar. Mereka sudah merencanakan ini jauh-jauh hari.

"Oi, Felix. Wassup, ma bruh?" Jisung menjadi pertama yang menyapa, berteriak heboh dengan gigi tupainya yang nampak ketika pemuda itu tersenyum lebar. Felix tertawa melihatnya, pilih untuk mengabaikan pengunjung lain yang mungkin lagi-lagi menjadikannya pusat perhatian.

"Gue oke, Sung. Lo sendiri gimana? Rohani masih aman kah masuk kimia?"

"Aman, bos, aman. Paling tipes seminggu sekali doang."

"Pernah hampir mokat dia, Lix. Etanol ditelen, untung cuma sedikit. Coba aja sebotol," Minho lantas menyahut.

Felix benar-benar tergelak kencang, untung tidak refleks tepuk-tepuk tangan. Chan dari tadi tidak menyahut apa-apa, penampakan pemuda itu sedikit blur, mungkin ada masalah dengan jaringan.

"Kanada gimana, Lix?" Changbin menyerobot, membanting pembicaraan sehingga membuat semua terfokus pada Felix. "Betah banget keknya. Di sana ada apa sih?"

Belum sampai Felix menjawab, Jeongin terlebih dahulu menyela. "Ada bule seksi-seksi lah, bang, apa lagi emang? Makanya betah, ya gak, Bang Lix?"

Felix makin terpingkal, sementara pemuda Yang itu diserbu yang lain karena bicara sedikit vulgar. Felix sepertinya melewatkan banyak hal sejak memutuskan untuk kuliah ke luar negeri ketimbang menetap di Korea seperti kawannya yang lain.

Changbin dan Jisung berada di kampus yang sama, namun berbeda fakultas. Changbin yang mengambil jurusan ilmu komunikasi dan Jisung dengan teknik kimianya. Sementara Minho berada di kampus yang berbeda meski tetap sama-sama di Seoul. Kemudian Chan, pemuda itu memilih untuk merantau ke Itaewon.

"Jeong, lo mau lanjut ke mana?" tanya Felix, puas menertawai cerita Changbin soal Jisung yang nyaris meledakkan laboratorium ketika sedang praktek.

"Agak sedih sih, bang, gue bilangnya." Jeongin tiba-tiba murung membuat kening Felix mengernyit, namun Changbin dan Jisung yang langsung menjerit protes membuat Jeongin terbahak. "Canda, abang-abang. Gue keterima di kampus yang sama kayak Bang Changbin sama Bang Jisung."

Felix tertawa, entah untuk yang ke berapa kalinya. Tenggorokannya sampai kering.

"Kapan balik ke Korea, Lix? Belum liburan?" Chan bertanya, videonya tak lagi blur namun sedikit macet-macet. Jisung di seberang sana menahan tawa.

Felix tersenyum mencurigakan, sengaja memberi jeda cukup panjang sebelum menjawab dengan sedikit berteriak. "Akhir Agustus nanti gue pulkam."

"Tanggal tiga satu?"

"Iya," Felix mengangguk.

"Wah, jemput Felix ke bandara, yok! Pake mobil lo, Bang Bin," Jisung menjerit heboh, Felix yakin sekali andai mereka berkumpul, pemuda itu sudah pasti memukul-mukul bisep Changbin yang makin hari makin membesar.

Obrolannya dengan lima mantan anggota Strayer itu berjalan menyenangkan. Felix benar-benar melepas rindu setelah beberapa bulan tak pernah melihat wajah mereka, hanya bertukar kabar lewat chat. Itupun ada beberapa yang Felix lewatkan karena ia terlalu sibuk menyelesaikan tugas.

"Markas apa kabar, bang?" Felix akhirnya melontar tanya.

"Markas aman. Gue, Changbin, Jisung, sama Jeongin kadang-kadang main ke sana kalau lagi gabut. Chan kalau lagi libur semester juga ikut nimbrung," balas Minho. Ada hening setelahnya, Felix tak yakin, tapi ia berpikir mungkin mereka memikirkan satu hal yang sama.

Setidaknya dugaannya ditanyakan oleh Chan. "Udah ketemu Seungmin, Lix?"

Hening lagi, mereka menunggu jawaban Felix, namun terdengar hembusan napas cukup berat setelah Felix menggeleng.

"Gue nggak bisa ngontak dia sama sekali, email gue bahkan gak ada yang dibales sampai sekarang."

Kemudian senyap menyelimuti. Minho terlihat menatapnya simpati, sama seperti Jeongin. Jisung tak berani untuk menceletuk, dan Changbin yang pergi sebentar untuk mengambil minum—sepertinya ia berniat kabur sejenak dari suasana yang mendadak canggung. Sementara Chan kelabakan, menyesal karena membawa nama Seungmin ke permukaan.

Felix mengatupkan bibirnya rapat, tak sadar meremat pergelangan tangannya yang dilingkari gelang rantai dengan gembok yang terbuka. Ia sendiri sebenarnya tak sadar dengan kebiasaan barunya setahun terakhir, Felix akan meremat gelang itu ketika gugup atau gelisah. Gelang yang tiba-tiba tergeletak di atas lantai kamarnya setahun lalu.

Detik berikutnya, Felix berhasil menguasai emosinya. Ia tersenyum lebar, bertepatan dengan Changbin yang sudah kembali dengan sebotol air di tangan.

"Gue udah nggak sabar kumpul sama kalian di markas."

Lalu Jisung berteriak ricuh, dua detik setelahnya Changbin misuh-misuh karena teriakan membahana Jisung, pemuda Seo itu tersedak.

[ to be continued ]

beneran mau dilanjut ga gaes?:')

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝙏𝙤𝙬𝙖𝙧𝙙𝙨 𝙊𝙪𝙧 𝙊𝙬𝙣 𝙃𝙤𝙢𝙚 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang