3

415 56 5
                                        

Jeno berdiri di depan goa dengan nampan makanan di tangan. Setelah perdebatan panjang tentang siapa yang harus memasak, terpaksa Jeno harus turun tangan memperlihatkan skill memasaknya yang cukup baik.

Bahkan sekarang ia mendapat tugas membawa makan malam untuk guru mereka. Seharusnya ini tugas Hyunjin, tapi saat mereka bertemu Jeong in di jalan, Hyunjin tiba-tiba memutar arah dan berkata akan menyusul Jeno nanti.

Menurut peraturan sekte, makanan hanya diantar sampai di pintu depan goa, karena guru mereka tidak suka ada orang lain yang masuk ke tempat tinggalnya.

Tapi bukankah larangan ada untuk dilanggar?

Jiwa Arkeolog Jeno kembali membara melihat tempat itu. Lagipula dia sudah pernah masuk sebelumnya, jadi tidak ada salahnya jika kembali masuk.

Setelah memastikan tidak ada orang lain di sana, Jeno memasuki goa itu untuk yang kedua kalinya. Tidak seperti sebelumnya yang disambut oleh kegelapan, sekarang tempat itu dipenuhi oleh lilin yang dipajang sepanjang jalan. Bunga-bunga liar warna-warni ikut menjalar di dinding-dinding  goa hingga menambah kesan indah.

Tulisan itu masih ada di sana. Bahkan masih banyak tulisan-tulisan lain yang ditulis menggunakan huruf Hanzi. Terlihat seperti bentuk curahan hati seseorang yang kesepian di sepanjang hidupnya.

"Di atas genangan darah, sehelai kelopak bunga persik terhempas oleh angin tanpa tujuan. Perjalanan jauh dan tak berujung. Ia terlupakan setelah menanggung beban dunia. Melintasi semesta dengan pedang berlukiskan darah, menopang langit seorang diri. Mereka pernah bersama, lalu saling melupakan."

"Ia membunuh dunia manusia, darah berlumuran di pedangnya. Menggunakan baju besi, dipuji setiap mahluk di dunia. Topeng itu nampak tersenyum, namun ia merasakan sakit di dalam. Medan perang ditakdirkan untuk pahlawan yang lahir. Ia pernah menanggung kebohongan dunia dan pembantaian dengan darah. Ia pernah membutakan cahaya matahari dengan tangan dan melintasi setiap ruang. Selama ratusan tahun, berkeliaran, lelah, sendirian."

"Memandangi langit saat senja, bersembunyi dibalik bayangan menunggu kematian. Sinar kehidupan pergi bersama angin. Bersandar pada setangkai kaktus, tubuh penuh luka itu perlahan hilang dibalik cakrawala."

Perhatian Jeno teralihkan pada seekor kelinci yang entah berasal dari mana. Mereka saling bertatapan sejenak sebelum akhirnya kelinci itu berlari ketakutan.

"Apa itu peliharaan guru?" gumam Jeno, "Mengintip sedikit pasti tidak apa-apa."

Jeno mengikuti jalan yang sempat dilewati kelinci tadi. Meskipun dari luar goa itu tampak kecil, namun saat masuk ke dalam itu adalah jenis goa yang besar dan memiliki beberapa belokan di dalamnya. Saat di persimpangan, Jeno memilih jalan sebelah kiri. Di depan sana, terlihat cahaya remang-remang yang membuat Jeno semakin penasaran.

Ketika tiba di mulut goa, Jeno seketika tercengang melihat pemandangan di depan sana. Hamparan padang rumput luas yang dipenuhi bunga Lavender dan Aster menyambutnya. Dari arah selatan terdapat pegunungan yang mengaliri air terjun hingga sebuah danau yang cukup luas terbentang di tengah padang rumput itu. Di atasnya, Jeno bisa melihat dengan jelas langit malam bertabur bintang serta bulan sejernih kristal bergantung bagai penerang.

Dia seperti terdampar di tempat lain. Tapi saat melihat ke belakang, dia masih berada di goa. Untuk melihat lebih kompleks lagi, ada beberapa batang pohon persik bermekaran di tengah padang.

Meskipun malam hari, tapi berkat bantuan bulan di atas sana, Jeno bisa melihat dengan jelas apa yang ada di depannya.

Perhatiannya kembali teralihkan pada beberapa utas tali yang sengaja di ikat membentang dari pohon persik satu ke pohon persik yang lain. Di atas tali itu, seseorang dengan anggun namun penuh ketegasan sedang melakukan tarian pedang.

INESCAPABLE || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang