"Haruno, kau jadi partner ku" ucap tegas Uchiha Sasuke. itu bukan ajakan, itu perintah. Lihat bagaiman karin dan mei menatap ku sekarang. Aku yakin aku benar-benar akan kehilangan hari-hari damai ku di sekolah.
'Shit'
Rasanya aku ingin mengumpati uchiha sasuke saat itu juga. Lihat bagaimana dia berjalan ke arah ku, tanpa sadar aku menahan nafasku hingga dia sampai dan menarik kursi di depanku yang biasa di duduki ino.
'Shit' lagi.
Rasanya begitu lelah menahan nafas.
Sejak kapan Ino sudah berpindah tempat duduk. Bagaimana sampai aku tidak menyadarinya.
"Jadi sakura, kapan dan dimana kita akan mengerjakan tugas?" sekarang dia serius bertanya.
Yah, mau bagai mana lagi. Ini sudah keputusan seorang Uchiha. Akhirnya kami menjadwalkannya besok Minggu, di kafe perempatan lampu merah. Bukankah lebih cepat lebih baik.
Begitu bel tanda usainya pembelajaran hari ini berbunyi, aku meninggalkan Sasuke yang masih duduk di tempat yang sama dari sepuluh menit yang lalu.
Tak terasa halte demi halte telah bus ini lewati. Busnya sialan, tidak ada tempat duduk. Aslinya aku benar-benar capek. Aku sangat bersyukur karena halte berikut nya adalah pemberhentianku.
Sepuluh menit perjalan tidak ada satu katapun keluar dari kedua mulut kami. Dan aku tidak suka berada di dalam kecanggungann ini. Aku memutuskan untuk berhadapan dengannya bersandar ke tiang yang jadi peganganku selama perjalanan.
"Sasuke, dimana rumah mu?"
"Hn" kedua iris hitamnya bergulir ke arahku. Dia mengangkat kedua alisnya seolah aku dapat melihat tanda tanya di dalam kepalanya. Apakah otak cerdas Uchihanya sudah tidak berfungsi hingga dia tidak bisa mengartikan pertanyaan sederhanaku?
"Dari tadi kau melamun, kau ingat jalan pulang kan?"
"Hn, aku akan turun satu halte setelah kau turun"
Jawaban macam apa itu, berdoa saja supaya dia tidak hilang salah jalan. Aku kehilangan topik lagi, dan kami pun kembali terdiam hingga halte berikutnya.
'shit, pelan-pelan pak sopir'
Bus yang kami tumpangi berhenti terlalu mendadak. Oleng semua raga dan jiwaku saat wajahku tak sengaja membentur bidang yang keras tapi bikin nyaman. Rasanya ingin berlama-lama menempel di sana, wangi musk nya merasuk dan menghipnotis otakku.
"Apa kau ingin ikut pulang ke rumahku?" suara maskulin itu bertanya di telingaku. Seketika aku seperti tersengat listrik dan langsung memundurkan tubuhku yang tadi menempel pada dadanya.
"Oke, aku turun. Bye"
KAMU SEDANG MEMBACA
PASTEL
Randomdulu aku tidak memikirkan tentang masalah cinta, tapi saat aku terjerat benang merah itu, aku tak bisa melepasnya