Aku tengah asyik berjalan menyusuri lorong yang lumayan sepi. Ini sudah pukul lima sore, pasti banyak anak-anak yang sudah pulang. Walau begitu, tak sedikit pula yang masih ada di sekolah. Entah itu untuk keperluan ekstrakurikuler, organisasi, atau bahkan tugas.
Melihat mereka yang rajin mengerjakan tugas seperti itu membuatku keheranan. Kenapa mereka bekerja begitu keras? Aku pernah mengintip ruang guru, tak sedikit dari mereka yang menilai tugas berdasarkan peringkat di kelas tanpa melihat isi jawaban dari tugas-tugas itu. Semakin tinggi peringkat, maka semakin tinggi pula nilainya.
Curang sekali, tapi aku terlalu malas untuk buka mulut. Bisa-bisa aku ditendang dari sekolah ini.
Anak-anak ekstrakurikuler pun membuatku terheran-heran. Pihak sekolah mengancam nilai C atau D bahkan E kalau tidak berangkat. Aku pernah melihat siswa yang hampir tidak pernah berangkat, tapi nilai ekstrakurikuler di rapornya tetap A.
Kalau anak organisasi, aku tidak akan berkomentar apa-apa. Terkadang kudengar mereka masih di sekolah sampai pukul sebelas malam. Bahkan ada juga yang menginap di sekolah. Apa mereka tidak digigiti nyamuk?
Tapi ya sudahlah, itu urusan mereka. Aku tidak mau ikut campur urusan mereka. Aku bukan siapa-siapa.
"Eh, bro! Lu tau ngga? Sekolah ini angker!"
Aku mendengar suara seorang perempuan bicara, tak jauh dari tempatku berdiri.
"Na, jangan gitu, dong! Lu tau sendiri gue penakut!" Seorang laki-laki membalas ucapan perempuan yang sepertinya adalah temannya.
Aku jadi terlintas ide untuk menakuti mereka. Aku memiliki fisik yang mendukung, seperti kulit pucat dan rambut panjang. Hari ini juga memakai seragam identitas, yang mana rok dan bajuku berwarna putih semua.
Segera aku mengedepankan rambutku dan berjalan mendekati mereka. Dengan lirih aku tertawa, sampai mereka menyadari kehadiranku. Keduanya membeku, memandangku dengan wajah penuh ketakutan.
Tawaku semakin lama semakin nyaring. Aku melangkah lebih cepat ke arah keduanya.
"Hahahahahaa! Apakah kalian tau itu tabu dibicarakan setelah jam empat sore? Hahahahaha!"
"HUAAAAAA! BRO! SETAN, BRO! AYO LARI!" Perempuan itu menarik teman laki-lakinya dan pergi dari lorong.
Aku terkekeh geli melihat reaksi mereka. Kusibakkan rambutku ke belakang dan memandang mereka yang terus berlari tanpa melihat ke belakang sampai tiba di gerbang sekolah.
Seru juga.
"Eh, Mba. Tadi ada ribut-ribut apa, sih?" Seseorang bertanya padaku dari belakang.
Aku pun merubah posisiku menjadi berhadapan dengannya. Aku sedikit terkejut karena ternyata ada orang di belakangku.
"Nggak ada apa-apa. Aku cuma ngisengin mereka aja. Kamu kenapa belum pulang?" tanyaku padanya.
Dia cengengesan. "Tadi ketiduran, bangun-bangun udah jam segini. Tadi kebangun juga gara-gara keributan barusan, hehee. Mbaknya sendiri kenapa belum pulang?"
Mendengar alasannya, aku terkekeh pelan. Lalu kujawab pertanyaannya, "Betah di sini, nanti aja." Setelah itu aku melihat bet kelasnya. Kelas X IPS 3. "Wah, kamu anak kelas sebelah."
Laki-laki itu mengernyit. "Iyaa, kamu kelas mana?" tanyanya.
"IPS empat, tetanggamu." Aku menjawab sambil tersenyum.
"Waah, bakal sering ketemu dong?" Anak itu ikut tersenyum. "Namanya siapa?"
"Rasni, kalo kamu?"
"Dika. Nice to know you, Ras."
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kelas Sebelah
HorrorPertemuan di lorong itu adalah awal dari hubungan kami. Hubunganku dengan anak dari kelas sebelah itu.