And I don't know how it gets better than this
You take my hand and drag me headfirst, fearless
And I don't know why but with you I'd dance
In a storm in my best dress, fearless
So baby drive slow 'til we run out of road
In this one-horse town, I wanna stay right here
In this passenger seat, you put your eyes on me
In this moment, now capture it, remember it(Taylor Swift - Fearless)
***
14.298 words
Notes : mentioning of accident, blood, death chara, disbelief, fighting scene, gun shooting, kidnapping, kissing, lying, revenge, semi explicit scene, smoking, terrible childhood memory
***
Selalu demikian.
Kendati langkah kakinya terseok di sisa perjalanan panjang malam itu, seulas senyum tak kunjung luntur dari bibirnya yang juga masih cecap anyir darah berseling dingin udara.
Tiba di depan pintu apartemen, sensor otomatis berbunyi diiringi kedip lampu berwarna kuning, menunjukkan ada orang lain di dalam. Senyumnya semakin mengembang. Ia pikir ia akan pulang lebih awal malam ini. Rupanya, partnernya telah lebih dulu kembali.
Jayden menyambutnya dengan pelukan singkat, kemudian membantu membersihkan luka di tubuh Jacob. Kendati telah terbiasa dengan kondisi ini, rasa prihatin selalu muncul dalam benak masing-masing. Mereka selalu pergi dengan rapi, namun pulang dengan rasa nyeri.
Masih beruntung jika tak ada lebam maupun luka serius.
"Tadi aku bertemu Chris, dan dia menanyakan kabarmu," Jayden menempelkan plaster terakhir di tulang selangka Jacob. Dibanding malam-malam awal mereka bekerja sebelumnya, luka yang ia terima ini sudah jauh lebih berkurang. Akan tetapi, tetap saja, Jacob memilih lebih baik pulang dan bermesraan dengan Jayden hingga pagi menjelang, daripada melakukan proses berulang buka tutup plaster hingga bosan.
"karena kau tak datang di pernikahannya kemarin."
"Aku ditugaskan di Scott selama dua hari. Tak ada akses internet yang memadai di sana. Bahkan untuk meneleponmu pun, aku harus ke pusat layanan lebih dulu."
"Ya, aku mengatakan demikian. Jadi aku yang menyampaikan ucapan selamatmu. Kuharap ia mengerti. Oh ya, Chris menitipkan sesuatu untukmu. Aku letakkan di atas nakas."
Walaupun hidup bersama selama dua tahun terakhir, Jacob merasa ia juga jarang mendengar obrolan sederhana seperti ini, atau suara Jayden yang seharusnya bisa ia dengar dengan leluasa setiap hari. Kesibukan mereka melibatkan profesionalitas dan tak jarang menyita waktu untuk bertemu. Pun juga, Mr. Kim tak lagi pernah memasangkannya dengan Jayden dalam misi terbaru setelah mereka menikah.
Demi profesionalitas bekerja. Jacob dan Jayden juga memaklumi.
Jadi setidaknya, bisa mendengar suara Jayden seusai hari panjang yang melelahkan, dapat mengobati rasa rindu dan penatnya.
"Thanks, Jayden."
"Sudah kubilang tak perlu."
"Formalitas saja." Jacob menyela cepat. "Salah satunya."
"Salah satunya?" kening Jayden berkerut memindai kejanggalan pada kalimat tersebut. "Jadi, ada alasan lain?"
"Mungkin saja." Tergelak dalam tawanya sendiri, Jacob abaikan raut Jayden yang masih menuntut jawaban. Mengalihkan pembicaraan, Jacob lantas menuju pantry. Membuka kulkas, mengeluarkan sayur dan lauk kemasan.