Halaman Pertama

16 2 9
                                    

Dua dari banyak hal di dunia ini yang tak dapat kita hindari ialah, masa tua dan jatuh cinta. Tapi menurutku, keduanya bisa disamarkan. Banyak upaya yang bisa dilakukan untuk menyembunyikan dua hal itu bukan?

Meski terkadang cukup kelabakan atau kelelahan, tapi bukankah sebuah usaha tidak akan mengkhianati hasil? Tapi, kurasa kali ini aku cukup gagal untuk bersembunyi. Meski diri ingin mengelak, tapi kata hati telah tumbuh bunga liar yang berserakan.

Aku sudah terlatih meminum kopi tanpa sarapan. Melatih untuk baik-baik saja meski bilik bergejolak hendak meledak sangatlah gampang-gampang susah.

Pelatihan khusus yang harus ku kuasai agar saat waktunya tiba, aku tak sembarangan membangunkan singa dan mencabik banyak mulut julid manusia saat mereka bertanya dan mengatakan, “Kapan menikah? Kau sudah tua sudah waktunya berumah tangga.” atau “Apa yang harus kau tunggu? Terima saja siapapun yang datang melamarmu. ”

Siapapun?

Siapapun???

Kehidupan yang sebenarnya bukan memutari sirkuit. Dan pernikahan bukanlah garis finish penentu sebuah kemenangan. Meski usiaku sebentar lagi akan menginjak kepala tiga, tapi sesungguhnya api yang membakar jiwaku tetap berkobar layaknya bocah umur lima yang bermain petasan.

Biarkan mereka sibuk dengan list belanjaan kebutuhan bayi mereka. Satu kotak cromboloni penuh krim lebih murah dibanding popok sekali pakai.

Tidak ada kata terlambat dalam hal apapun. Mari mencoba banyak pelajaran yang mungkin saja merubah sudut pandang dalam menuju langkah ke depan.

Selamat pagi, dan mari uji coba berbagai materi bersamaku.

Diawali dengan pagiku yang kusam, acak-acakan, kantung mata menggantung bagai sebuah hubungan. Layar monitor didepan semakin membuat pusingku bertambah seakan-akan ikut merayakan hari patah hati tak kasat mata.

Setumpuk berkas di meja menambahi kunang-kunang di mataku. Sebenarnya aku tak begitu suka berhitung, tapi demi bertahan hidup, aku harus memahami banyak tehnik untuk menyelesaikan banyak hal.

Genap sekali, karena mendung pada pagi hari sedikit menggigilkan tubuh. Aku iri saja pada ulat menggulung di daun beringin yang melambai di parkiran kantor. Motorku selalu ku parkir di tempat favorit, tapi sudah ada body besar yang mengkudeta wilayahku.

“Masih pagi wajahmu sudah ditekuk saja.”

Ini, suara ini penyebabnya. Daun muda yang akhir-akhir ini bersemi dalam kebun kaca milikku. Segar sekali, tapi aku masih kokoh dengan ketidak-karuanku.

“Bagaimana jika lehermu saja yang ku tekuk?”

“Boleh, ini.”

Sengaja, ia mencondongkan tubuh disampingku. Aroma dulu yang pernah ku benci kini menjadi favoritku hanya karena hidungku mulai terbiasa menerimanya.

“Pergi sana!”

Kudorong tubuh betototnya sekuat tenaga. Tapi tetap saja, yang kecil jauh kalah tenaga dari yang besar. Tubuhnya keras dan terbentuk. Ia benar-benar menjaga pola hidupnya, termasuk jangan tidur malam melebihi jam sebelas.

“Kau membuatku tak bisa tidur semalaman!”

Kukira baru saja mendengar suara hatiku sendiri. Mana mungkin ia bisa memberantaki pola tidurnya. Tapi tetap saja, aku sedikit tertarik ketika mendengar bahwa aku yang menjadi sebuah alasan bahwa jam tidurnya berkurang.

“Bagaimana bisa?”

Seperti biasa, aku selalu memainkan kursi kerjaku yang beroda. Mendorong sedikit kebelakang sampai menyamai tempat kaki jenjangnya berdiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Before 31Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang