Irene berjalan masuk ke area halaman rumahnya sambil menoleh ke sekeliling, berharap tidak ada yang melihat kejadian barusan. Setelah dipastikan aman, ia mempercepat langkah untuk segera masuk ke dalam rumah.Sesampainya di depan pintu, Irene menarik napas dan mengatur ekspresi wajahnya agar tidak terlihat mencurigakan. Setelah merasa cukup dan yakin, ia membuka pintu.
Dan jantung Irene nyaris terbang ketika didapatinya sang kakak berdiri di balik pintu sambil bersedekap.
"Kak Enand!" Irene memekik kaget. "Ngapain berdiri di situ?"
"Tadi siapa?"
"Yang mana?"
Kak Enand melangkah maju, membuat Irene reflek mundur. Tatapan Kak Enand penuh selidik dan intimidatif, apalagi saat kakaknya itu menunduk dan menatapnya lekat-lekat.
"Yang nyium lo."
Kedua mata Irene membulat. Bicaranya mulai gelagapan. "Kak... Maksud Kak Enand kapan? Nyium?"
Kak Enand berdecak. "Kelihatan dari balkon kamar gue tadi."
Wajah Irene kontan memerah.
"Kak Enand salah lihat! Itu mata gue kelilipan!"
"Suruh dia ke sini besok. Gue mau ketemu!"
"Hah? Apaan deh?!"
"Kenapa? Nggak punya nyali dia? Beraninya di depan pagar doang?"
"Nggak usah aneh-aneh deh! Perasaan Kak Arsen dulu nggak pernah ikut ngatur Kak Enand mau pacaran kayak gimana sama Kak Khayana."
"Jadi itu beneran pacar lo?"
"Bukan!"
"Belom pacaran tapi udah berani nyium-nyium?"
"Duh!"
"Ada apa ribut-ribut?" Terdengar suara Kazi mendekat.
Kak Enand menatap Irene dengan mimik wajah menantang. "Mau gue bilangin Kazi?"
"Iya-iya! Besok gue minta dia ke sini!" Irene berseru jengkel lalu berlari ke kamarnya.
Setibanya di kamar dan menutup pintu, Irene langsung memegangi jantungnya. Sial! Apa yang terjadi barusan? Ia menyentuh bibrnya. Dalam sehari, ia dicium oleh dua cowok sekaligus!
Irene berjingkat panik lalu menutup wajahnya. Terbayang wajah Hazar yang seenak jidat mencuri ciuman darinya. Seharusnya Irene mengelak atau memukulnya bukan?
"AAAAAA Gimana ini? Harus gimana gue kalo ketemu dia besok?"
Kepanikan Irene bertambah ketika ia mengingat pesan dari kakaknya tadi. Jangankan meminta Hazar mampir ke rumahnya. Bahkan untuk bertemu dengan Hazar saja, ia tidak yakin bakal punya nyali.
Dan seolah terpanggil, ponsel Irene bergetar dan nama Hazar begitu jelasnya muncul di layar, beserta sepintas isi pesan yang dikirimkan cowok itu.
Hazar :
Jangan ngelukain tangan lo lagi. Kalo ada apa2 telpon gue aja.
Dan lo bukan monster. Monster tuh jelekIrene yang sedari tadi panas dingin karena gugup dan panik, seketika tersenyum hangat.
Nih cowok bisa sweet dan sabar juga ya, pikir Irene. Seketika kalut dan sedih di hatinya tadi menguap. Meski ia tidak tahu hal buruk apa yang akan menimpanya besok, setidaknya ada satu hal yang membuatnya sedikit tenang. Bahwa ia tidak sendirian.
****
Irene melangkahkan kakinya ke sekolah. Alih-alih menjadi tempat menuntut ilmu, tempat ini lebih seperti medan perang. Sejujurnya, Irene sudah terbiasa berperang menghadapi hujatan atau bully-an. Bahkan dengan Ghira CS mode full team.
Namun entah kenapa tantangan hari ini terasa lebih berat dari biasanya. Selain siap adu mulut dan tenaga untuk mengantisipasi bully-an yang bersifat kasar, ia juga harus mempersiapkan mental untuk menghadapi Hazar.

KAMU SEDANG MEMBACA
PUNISHER
Teen Fiction"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. Gue cincang lo sekali pun, semuanya nggak akan bisa balik!" - Hazar Mahisa **** Irene tidak pernah me...