Eva Lovia baru pulang dari kelas kuliahnya dan ini adalah semester terakhirnya sebelum lulus. Secara akademis, dia peserta didik yang cukup bagus. Dosen-dosen tahu siapa dirinya dan Eva juga salah satu mahasiswa terbaik di departemen. Apa pun yang ingin dia lakukan, setiap anggota fakultas yang pernah bekerja sama dengannya sudah pasti akan menuliskan surat rekomendasi yang bersinar untuknya.
Siang hari setelah ke kampus dan singgah berkendara ke toko buku, Eva balik ke rumah. Cukup lelah karena tadi dia harus mengantre dengan mahasiswa lain untuk mendapatkan buku-buku semester musim semi.
"Oh God," Eva Lovia memekik pelan dan berhenti melangkah di ujung ruang tamu rumahnya yang luas. Kamarnya sebenarnya berada di lantai dua dan dia harus melintasi ruang tamu lebih dulu untuk menuju tangga marmer yang berada di ruang tengah.
Tapi di sana, dia malah mendapati seorang pria asing berjalan mengendap-endap. Postur tubuh lelaki itu tinggi, berotot, bertato, rambut agak panjang, atau lebih tepat kalau pria itu disebut seorang perompak. Eva gugup sekali, tapi dia coba berpikir tenang. Asalkan dia bertindak hati-hati dan membiarkan lelaki itu tetap membelakanginya, maka dia akan selamat dari penyekapan, malah sukses mendaratkan pukulan di kepala si perompak sampai pingsan.
Eva Lovia sembunyi-sembunyi berderap ke depan, ke pojok ruang tengah dan mengambil tongkat baseball sementara terus mengawasi pria yang saat ini mengobrak abrik salah satu isi lemari. Berjalan tanpa suara, akhirnya Eva berada tepat di belakang pria itu. Ketika dia hendak memukul, tiba-tiba saja pria itu berbalik. Melesat jauh dari kepala, Eva menghujani pukulan di lengan perompak sambil berteriak.
Pria itu hanya mendesah ringan, lalu menangkis pukulan Eva Lovia. "Hei, nona, nona," serunya berusaha menyadarkan Eva. "Aku Adrian, aku tukang baru di rumah ini,"
Eva bengong sejenak, dengan sedikit sisa rasa tak percaya, dia mengayunkan tongkat ke wajah pria itu sampai keningnya berdarah. Pria itu meringis, namun tidak melawan. "Nona, kau salah paham!"
Pada saat itu pula, Sam, kakak Eva satu-satunya datang menghampiri. "Eva, apa yang kau lakukan!"
"Aku memukul penyusup yang ingin merampok."
Sam mendesah. "Astaga, dasar gadis kecil,"
"Dia Adrian, dia tukang baru yang akan mengerjakan beberapa proyek di rumah kita." Sam geleng-geleng. "Lihatlah, sekarang dia terluka."
"Ambilkan kotak obat!" pungkas Sam.
Eva mendadak pucat. "Aku minta maaf," katanya saat kembali lagi dan menyerahkan kotak obat pada pria yang baru saja dipukulnya.
"Tidak apa-apa, nona,"
Sam kembali mengomel. "Eva, kau sudah overdosis menonton serial kriminal. Kau menganggap semua pria bertato seorang penjahat."
Adrian hanya tersenyum tipis sambil mengusap lengannya yang bertato. Sementara itu, Eva Lovia merasa malu berat dan tak enak pada Adrian. Wajahnya merona membalas tuduhan Sam. "Aku tidak nonton serial kriminal ya. Dan aku juga bukan gadis kecil lagi, aku sudah kuliah, Sam!"
"Ya, kalau begitu kau seharusnya lihat-lihat dulu sebelum menyerang orang."
Adrian berusaha sesopan mungkin menengahi. "Tidak apa-apa, Sam. Adikmu wajar merasa curiga pada orang asing yang masuk ke rumahnya. Tapi sebenarnya tadi aku mencari alat perkakas seperti yang kau bilang. Aku tidak bermaksud lain."
Eva mendesah gelisah. "Ah, aku benar-benar minta maaf padamu,"
"Tidak apa-apa,"
"Apakah lukamu perlu diperiksa oleh dokter kami?"
"Ini hanya luka kecil, nona," Adrian tersenyum ramah. "Aku akan melanjutkan pekerjaan."
Mereka akhirnya bubar. Namun Sam membuntuti adiknya yang pergi ke dapur. "Ya ampun, Sam, kenapa kau tidak bilang kalau memperkerjakan orang baru. Bagaimana aku tidak curiga karena kita tinggal hanya bertiga. Kau, aku, dan Dad. Ah iya, apakah Dad sudah tahu?"
"Dad baru saja pergi untuk perjalanan bisnis selama sebulan, dan Dad sendiri yang merekrutnya."
Eva Lovia memijat-mijat keningnya. "Oh, aku merasa bersalah sekali."
"Buatkan minuman, itu mungkin bisa menebus tingkah lakumu."
Eva Lovia menyetujui ide itu. Dia membuka laci kabinet dan mengeluarkan gelas. "Omong-omong, gudang barang di belakang sungguh-sungguh ingin dijadikan gudang anggur ya?"
"Ya, begitulah." balas Sam mengangkat bahu.
"Hari ini aku lelah sekali, aku ingin marah pada siapa saja."
"Ya, kau sudah menunjukannya barusan."
Sambil menuang squash ke teko, Eva lanjut bercerita. "Ben—dia berkencan dengan gadis dari kelas lain dan menciumnya. Becky membagikan potongan videonya padaku saat dia tak sengaja bertemu Ben di club."
Dengan santai, Sam berkomentar. "Aku sudah bilang kalau aku ingin mematahkan leher anak satu itu ketika kau membawanya ke sini. Gayanya sok, dan aku tahu dia pemain. Tapi kau tak percaya sih."
Eva memutar bola mata, tak ingin jauh lagi membahas Ben. "Squash sudah jadi, apa kau mau? Aku membuatnya lebih sedikit."
Sam yang sedari tadi bersandar di konter, menegakkan diri lalu menyorongkan gelas kosong pada Eva. "Omong-omong, jangan macam-macam, Eva."
"Ya, tentu saja," jawab Eva santai. "Mana mungkin aku berani menyentuhnya lagi. Aku saja baru sadar kalau dia tampak sangat kuat. Aku menyesal sempat berpikir mampu membuatnya pingsan. Kalau pun tadi aku memukulnya kuat-kuat, dia tidak akan kenapa-kenapa."
Sam menyipitkan mata dengan tajam menatap Eva Lovia. "Maksudku, Adrian sudah punya dua orang anak. Kau tidak bisa tertarik padanya."
Mulut Eva membuka. "Sam—aku tidak mungkin suka pada pria yang seumuran dengan ayah kita."
"Dad empat puluh, dan Adrian tiga puluhan awal,"
"Ya, sama saja," gumam Eva cepat.
"Aku serius Eva, kau tadi terpana padanya,"
Melihat Eva kelimpungan dan grogi, Sam tertawa. Dia membiarkan Eva menemui Adrian sementara dia kembali ke ruang kerja untuk membuat lembar presentasi.
"Permisi, aku punya squash sebagai permintaan maafku." sapa Eva pada Adrian yang tengah duduk di pojokan kolam renang dekat paviliun kosong yang juga dekat dengan gudang barang. "Kau yakin tidak ingin kupanggilkan dokter?"
Adrian bangkit seraya menyelipkan tang inggris ke pinggang. "Aku yakin, nona," jawabnya. "dan seharusnya Anda tidak perlu repot-repot."
*****
Cerita lengkap cerpen ini bisa kalian baca di KaryaKarsa dengan harga 14.500 rupiah!
Caranya baca di KaryaKarsa :
1. Download aplikasi KaryaKarsa di IOS atau Android kalian, atau bisa langsung ke website-nya karyakarsa: karyakarsa.com/kingromance
2. Bikin akun dulu pakai email kalian biar bisa kasih dukungan.
3. Meluncur ke akun author dengan WAJIB KLIK LINK yang ada di bio wattpad author ya.
4. Pilih karya author yang ingin kalian kasih dukungan.
5. Tinggal bayar deh. Banyak pilihannya bisa transfer bank, ovo, gopay, shopeepay, indomaret, alfamart, pulsa, qris, pulsa dan lain-lain.