"Dek, jadilah orang dewasa yang sebenarnya dan yakinlah kamu itu bisa. Berfikir lah apa yang harus kamu pikirkan dan lakukanlah apa yang harus kamu lakukan" Wanita muda yang berumur sekitar 24-an yang tak lain adalah kakak ku sendiri. Dia berhenti sejenak seakan memberikan jeda agar aku dapat mencerna kata-katanya.
"Jangan mengeluh, sakit itu pasti. Itu hanyalah cobaan kecil, suatu saat nanti kamu akan mengalami cobaan yang lebih besar dari saat ini, mungkin 10 kali lipatnya. Bersabarlah dan jalani lah takdirmu" Aku hanya bisa mengangguk dan mengangguk."Kamu itu adek mbak yang terakhir apalagi kamu itu laki laki yang akan menjadi pemimpin suatu saat nanti, jadi bersungguh sungguh lah atas cita citamu. Kakak kakak mu semuanya gagal dan semoga kamu yang akan mengabulkan semua cita cita kakak kakak mu melewati kamu dek dan juga cita citamu sendiri. Kamu akan menjadi harapan keluarga kita. Hanya tinggal kamu yang masih sekolah fokus dan terjang semua cita cita yang kamu harapkan. Semoga berhasil".
"Iya kak. Ingsallah" Aku berkata pelan dan lamban seakan aku meyakinkan harapan itu nyata dan dapat terwujud."Belajar yang rajin, yang giat. Jangan mengecewakan kita semua, orang orang yang telah mempercayai mu".
Kakak berjalan menjauh dari ku kemudian menghilang bersamaan dengan ramainya orang berlalu lalang. Didalam hati aku bergumam sendiri aku janji kak aku akan belajar bersungguh sungguh dan mewujudkan semua impian ku dan juga kakakku semua kalau bisa.Aku melihat hamparan sawah yang begitu indah walau sebenarnya biasa biasa saja, mungkin karena aku yang tak pernah melihat dengan seksama, sekilas.
"Heh, fokus amat muka lo, lagi mikir apa, Hamdan".
Aku tersentak ternyata dari tadi aku mengingat nasihat nasihat my older sister. Aku tetap diam dan menggelengkan kepala karena aku sedang gak mood jawab.
"Ditanya malah geleng-geleng. Minimal jawablah"
"Ngak ngak. Ngak papa. Aku lagi tawassul mau nderes. Ya sudah sono gak boleh ganggu orang beribadah. Biar tambah fokus".
Jawabku asal, Rahman hanya nyengir lalu pergi. Sebenarnya memang dari tadi aku menghadapi dampar dengan A-quran diatasnya. Sayang, aku sedang gak mood membaca, baiklah. Aku menutup Al-quran-nya, memandang sawah sejenak lalu beranjak pergi.
***
"Tentang kurikulum merdeka, apa ada yang perlu dipertanyakan? ".
" saya pak".
"Iya, Yahya apa pertanyaannya".
"Mengapa kurikulum 2013 diganti menjadi kurikulum merdeka? ".Tring......Tring...... Tring......
"Al-hamdulillah"
Sebelum pak guru menjawab murid-murid berseru riang membuat pak Nasrudin kehabisan kata-kata. Baiklah. Pak Nasrudin mengambil buku yang dibawanya kemudian beranjak pergi. Seperti biasa, saat istirahat tiba Yahya menghilang entah kemana tetapi tidak untuk sekarang Ambon telah menghampirinya terlebih dahulu.
"Hei, Yahya. Kau mau kemana tunggulah kita "
Sigit dan kawan kawan-kawan nya mulai mendekat.
"Kau ini bagaimana Yahya, bukannya kita harus solid. Kemana-mana harus bersama-sama".
"Betul apalagi kau ketua kelas, harusnya memimpin rakyat nya".
Yahya tetap kokoh dengan pendirian nya. Dia tetap melangkah maju dan akhirnya mereka pasrah dan mengikutinya.
"Ayolah Yahya, kau bukan seorang pendiam seharusnya kau tidak mengabaikan kita".
"Kau tau aku mau kemana"
Semuanya lantas menggeleng
"Macem mana kami tau, sungguh kau belum memberi tau dan kau tak pernah mengasih tau".
"Kau tau apa arti Jiwa korsa".
Tanya-nya lagi. Lantas mereka menggelengkan kepalanya lagi.
"Yahya, Yahya. Kau bukan wartawan yang akan bertanya-tanya kepada kita sedang kau akan tau jawabannya".
"Dunia sedang tidak terbalik bukan, kita yang butuh jawaban tapi kau yang bertanya".
"Tentu saja kita tidak tau Yahya".
Yahya hanya tersenyum tetap tidak menanggapi. Langkah kaki saling bergantian dari kanan ke kiri, dari depan hingga di belakang. Mereka masih berjalan dan berhenti ketika mata tak sengaja menyelinap di dalam kantin.
"Hei, bagaimana bakso-nya lezat"
Laki laki gagah perkasa itu tersenyum berdiri tepat di depan meja makan siswa yang ditanya tadi.
"Iya kak, lezat banget. Kakak mau? "
Siswa kelas sepuluh itu ikut tersenyum dan mengarahkan semangkuk bakso ke Anton.
Tetapi Anton mengabaikan nya yang membuat siswa itu langsung memerankan 1 mangkuk bakso.
"Aku sudah memerankan buat kakak. Kakak bisa bergabung dengan kita" Jawabnya polos seakan tidak ada bahaya yang mengancamnya.
"Kau tau, sekarang kau duduk dimana".
"Kakak lucu, jelas jelas aku duduk di kursi. Mengapa kakak masih nanya" Anak itu tertawa diikuti dengan dua temannya.
"Lucu ya, lucu banget"
"INI TEMPAT DUDUK MILIK GUA DAN GENG GUA, ANJING" Anton tak kuat menahan diri lagi.
"Maaf kak, tapi kami duluan. Jadi kakak yang harus cari kursi lain" siswa kelas sepuluh bersikukuh akan tetap di tempat rasa takut yang ia beranikan tetapi tetap saja kelihatan. Lihat seluruh badannya ber-gemetar, dasar sok berani batin temannya.
"Baik jika ini mau kalian" Anton mengangkat kerah bajunya salah satu dari mereka ke atas setinggi-tingginya lalu didorong ke depan dengan keras tanpa rasa kasihan. Ke-2 temanya saling senggol, 1 detik 2 detik kabur. Mereka lari ter-berit berit, mereka meninggalkan satu temanya yang dihajar ter gelongsor di depan matanya.
"Lihat, mereka temanmu. Apa mereka mau menolong mu? Dia malah lari ketakutan, rupanya kalian tidak mengenal arti pertemanan. Sungguh bodoh sekali kalian"
Siswa itu meringgis kesakitan dan tetap diam ketakutan.
"Sepertinya tangan ku lama tak berkutik, mungkin butuh pemanasan. Apakah kau sudah siap? "
"Ampun, kak. Sungguh aku tak tau bila ini meja kakak dan teman teman. Aku juga tak tau siapa kakak, aku minta maaf bila salah. Aku murid baru disini" ia berkata dengan terbata bata.
"Aku tak peduli"
"Aku tak peduli, salah tetap salah. Kesalahan tetap harus dibalas dengan setimpal. Kau mengerti adikku sayang"
"Aku juga tidak peduli teman teman mu kabur, mungkin bisa lain kali. Dan tanganku sekarang butuh pemanasan sekian lama tak bergerak"
"Apakah kau punya uang nak. Jika tidak punya biar aku pinjami. Untuk berobat nanti"
"ANTON" sebelum Anton kembali beraksi Yahya lari gesit dari pojok sana menuju ke tempatnya.
" Kau tidak akan pernah bisa melawan anak kecil ini kawan. Mereka tak sepadan denganmu. Kau tidak bisa egois seperti ini, Anton. Aku tau kesalahan memang harus dibalas dengan setimpal, tapi ini justru tidak setimpal"
Anton termangu melihat nya sejak kapan dia disini? Sejak kapan dia mau mengunjungi kantin? Aneh. Tapi baiklah, kita lanjutkan.
"Kau bela anak itu, Anton? Sungguh ada hubungan apa kau dengannya. Kau bela-belain datang kemari hanya untuk membela anak itu. Sejak kapan kau sekonyol itu, Anton? "
"Sejak detik ini, menit ini, jam ini, hari ini, bulan ini, tahun ini "
"Sudah, sudah, kau tidak akan menyebutkan abad ini, musim ini dan masih banyak lagi yang akan kau sebutkan. Ini bukan saatnya membahas semua ini kawan" Siswa kelas sepuluh tadi masih terdiam ketakutan. Rasanya ingin kabur, tapi aku sudah tak sanggup bahkan berdiri sekalipun. Bukan karena rasa sakit tapi rasa takut dan malu yang tinggi.
"Ini masalah kecil, seharusnya diselesaikan dengan sepele. Bukan malah dibesar besarkan, Anton. Lihat di sekelilingmu, kita ditonton pengunjung kantin. Tak hanya itu, kau telah menganggu selera makan mereka" Siswa siswa langsung salah tingkah dan menyantap makanannya. Walau kemudian menoleh dan menonton kembali. Seolah olah ini adegan seru.
"Sejak kapan kau menjadi seorang pahlawan, Yahya"
"Sejak kapan kau menjadi pahlawan, Yahya? Kau dan kita adalah orang brandal. Dan kita yang berkuasa disini. Kita bebas. Yang salah harus ditebas itu sudah menjalani adat turun temurun dari dulu. Kau seharusnya paham ini kawan"
Siswa siwa yang sedang menonton dari kejauhan saling tatap satu sama lain. Seperti ada yang ganjil.
"Cukup. Aku lelah tentang aturan semua itu. Aku tak peduli bila harus menghadapi ribuan serigala di depan sana. Aku ingin kau loloskan anak polos itu"
Saat Anton ingin membuka mulut tiba-tiba ada yang membisik-ki di telinganya. Lengang 10 detik, siswa lain masih menunggu masih penasaran. Apa yang akan terjadi?
"Baiklah. Kau ku bebaskan"
Katanya singkat dan bersamaan dengan salah satu anggota Anton maju ke depan tepat di depan Yahya. Lalu mereka bercakap-cakap pelan dan tidak ada yang mendengarkan nya kecuali mereka berdua. Entah siapa orang itu, pastinya anggota Anton. Lihat masalahnya kelar, lenggang. Tidak ada suara, pengunjung kantin tetap menunggu mereka kehabisan selera untuk makan. Mereka hanya melihat dua orang berdiri bertatapan saling hadap menghadap berdekatan dan salah satu dari mereka mulutnya bergerak entah apa yang mereka bicarakan.
"Bubar, semuanya bubar"
Orang entah siapa dia, mengapa bisa menggerakkan jalannya cerita? Dia tidak dikenal di sekolah itu. Hanya saja dia adalah bagian dari Anton. Anton dan kawan kawannya pergi begitu saja seolah olah semuanya memang telah selesai.
"Ku tunggu di tempat biasa. Datanglah jangan jadi pengecut"
Mereka bilang dibalik tembok-tembok.
Seluruh penduduk kantin termangu saling tatap kembali, tak mengerti. Mereka telah menyaksikan kejadian yang ganjil.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
SMA 7 PUTRA
Teen FictionLelaki adalah pemimpin Seorang pemimpin harus menerima resiko Bertanggung jawab atas segala-galanya Sabar, ikhlas, tabah, dan jujur itulah pola hidupnya Menegakkan keadilan di tengah perselisihan Bukankah pemimpin tak harus berasal dari orang yang d...