Duduk terdiam di kursi kerja nya, dengan tangan yang sudah memijat pelipis nya menandakan ada suatu hal yang membuat nya pusing. Sudah beberapa kali menghela nafas panjang, bahkan sudah menghantam beberapa gelas kopi untuk menenangkan pikiran nya sekarang.
Bumi membuka berkas-berkas yang sudah berada di tangan nya, selalu terdengar helaan nafas nya saat membuka setiap lembaran berkas tersebut. Berkas-berkas yang menampilkan semua keuangan perusahaan nya yang kini menjadi puncak masalah nya.
Disisi kanan nya terdapat aldo yang juga sedang mengecek berkas yang sama dengan bumi, juga beberapa kali aldo pun turut menghela nafas nya. Bagaimana tidak, keuangan perusahaan hilang seperempat begitu saja. Manusia mana yang rela jikalau salah satu kebutuhan bertahan hidup hilang entah kemana.
"Ini kenapa bisa sebanyak ini sih do?"
Aldo menoleh dengan wajah yang ditekuk"gue juga gak tau bos, nih divisi keuangan kerja nya apa sih! Kesel bet gue sumpah"
Bumi lagi-lagi hanya bisa menghela nafas nya"lo gak curiga sama siapa-siapa?"
Aldo menggeleng kecil tanda tak tahu"entar gue hubungi divisinya, kita cari tau. Seluruh cctv juga udah gue amanin"
Bumi mengangguk"lo urus ya, tolong banget do. Lo tau kalo gue pusing gak bisa mikir apa-apa lagi"
Aldo beranjak dari duduk nya, mendekat pada bumi kemudian menepuk pelan bahu bos nya itu."bos tenang aja, gue bakal urus ini. Lo mending pulang sekarang, gue yakin aluna udah nunggu dirumah"
Bumi mengangguk tersenyum, kemudian berdiri lalu memeluk aldo. Dari jaman awal dia memulai perusahaan nya, aldo memang selalu bisa diandalkan dalam urusan apapun. Bahkan aldo juga tak jarang masuk kedalam masalah pribadi nya, juga tak jarang aldo kerepotan hanya untuk mengurusi kehidupan percintaan nya.
"Thanks, gue pulang dulu. Lo baik-baik disini" Aldo mengangguk.
•••••
Kembali menghela nafas nya, saat motor nya sudah sampai di perkarangan rumah nya. Dengan langkah kaki yang lamban dan wajah yang terlihat letih lesu, bumi berjalan menuju pintu rumah. Dengan tangan yang menenteng tas kantor nya serta jas yang tersampir di lengan tangan nya.
Jari jemari nya dengan pelan mendorong pintu rumah yang besar, pemandangan pertama adalah aluna yang sedang berdiri dianak tangga terakhir. Ekspetasi bumi ketika pulang adalah disambut hangat oleh sang istri, tapi kini tak sesuai karena diri nya sudah lebih dulu disambut tatapan tajam oleh aluna.
Bumi bingung, ada apa dengan istri nya. Lantas ia mendekat pada aluna yang masih berdiri di depan tangga, baru saja ingin memeluk istri nya itu tapi aluna lebih dulu melenggang dan menjauh dari bumi.
"Kamu kenapa?"
Tatapan aluna kian menajam, bahkan kini tangan nya berkacak pinggang."handuk gak di jemur, dibiarin di atas kasur. Aku hampir setiap hari ngomelin kamu masalah handuk ya, tapi gak ngerti-ngerti"
"Aku lupa yang"
"Itu mulu jawaban kamu, kapan sih kamu gak lupa?! Ini bahkan waktu aku turun, gelas piring semua nya masih di atas meja makan. Kamu niat bantuin aku gak sih? Hah? Kamu yang selalu bilang kalo gak mau bikin aku capek, tapi in- "
"IYA ALUNA IYA, AKU BERESIN!" bentak bumi yang seketika mengentikan ucapan aluna dan juga menghentikan pergerakan tubuh istri nya itu.
Aluna yang memang pada dasar nya tidak bisa dibentak, hanya bisa terdiam dengan air mata yang dengan sendiri nya menetes.
"AKU CAPEK ALUNA, KAMU BAHKAN GAK PERNAH NGERASAIN JADI AKU. KAMU SELALU INGIN DIMENGERTI TANPA MAU MENGERTI ORANG LAIN"

KAMU SEDANG MEMBACA
AKU BUMI- NYA [ END ]
Random"Bumi itu salah satu bagian dari semesta, ia punya segala nya" "Tidak, bumi hanya punya aluna"