"Kamu kemana aja sih? lama banget bales chatnya?"
"Aku cuma ke kamar kecil, lagipula balesku nggak lama, cuma selang 2 menit aja kok. Kenapa kamu miscall berkali-kali?"
"Ya habis aku nungguin. Pokoknya tiap kali kamu mau pergi, kamu harus hubungi aku, kemanapun itu!"
Sering kali hal-hal kecil dalam hubungan menjadi masalah yang besar. Seperti bales chat lama, tidak diprioritaskan. Berteman dengan lawan jenis memicu rasa cemburu. Kasus-kasus seperti ini sangat biasa sekali terjadi dalam kehidupan romansa. Seolah-olah, pasangan diartikan sebagai satu-satunya manusia yang selalu ada untuk dirinya. Sehingga, pasangan harus peka setiap kali pasangannya ingin melakukan sesuatu. Simpelnya, merasa yang bertanggung jawab atas dirinya adalah pasangannya.
Dengan pasangan yang membalas pesan secara cepat. Peka terhadap apa yang dirasakan oleh dirinya. Mengerti cara merespon dirinya saat dia lagi marah, sedih, stress. Ini akan memicu rasa tenang. Namun, tidak selalu pasangan yang dituntut untuk melakukan hal itu merasa senang. Boleh jadi ketika dia disuruh balas pesan dengan cepat; disuruh peka; disuruh mengerti setiap emosi yang dirasakan pasangannya, yang dia rasakan justru tertekan. Jika sudah tertekan, dia tidak betah bahkan tidak nyaman lagi dengan pasangannya.
Kira-kira apa sebab seseorang berperilaku menuntut pasangannya?
Ketika manusia dititipkan di suatu rahim. Artinya, manusia tersebut adalah TITIPAN Tuhan yang dilimpahkan kepada dua orang insan. Dua orang ini yang akan merawat dan membesarkannya dengan cinta dan kasih sayang. Kedua insan ini akan memiliki cara bagaimana mengekspresikan cinta dan kasih sayang itu. Sehingga, hal ini akan menjadi konstribusi membangun karakter anak.
Jika seorang anak diberi kasih sayang dengan cara lembut maupun kekerasan, maka potensi besar akan berdampak kepada anak. Apa dampaknya? Logikanya, seorang anak akan merekam perilaku orang tua. Apalagi anak yang belum memasuki kematangan berfikir akan meniru perilaku lingkungan. Ketika orang tua memukul, maka secara tidak sadar hal itu akan terekam dan teraktus juga oleh anak. Walaupun alasannya demi kebaikan maupun karena rasa sayang, maka tetap saja yang terekam di otak anak bukan bentuk kasih sayang melainkan perilaku memukul.
Menurut ilmu terkait, tangki cinta atau kasih sayang seseorang akan penuh ketika bisa memenuhi diantara 5 hal ini. Yang pertama quality time, pelayanan, kata-kata afirmasi, hadiah, atau sentuhan. Perilaku negatif sebagai dalih kasih sayang dari orang tua tidak akan mengisi tangki cinta kepada anak. Seperti kata-kata kasar/buruk, pukulan keras atau pelan, cubitan, maupun bentakan dengan alasan mengingatkan anak agar berbuat baik, justru akan melahirkan rasa sakit dalam perasaannya. Sehingga tidak menimbulkan rasa aman dari kedua orang tuanya.
Ketika anak dibesarkan dengan cara seperti itu. Dia tidak akan merasa mendapatkan cinta yang penuh dari orang tuanya. Dengan begini, anak akan mencari kasih sayang yang lain. Krena dia tidak mendapatkan rasa nyaman bahkan rasa aman dari orang tuanya, maka dia bisa dengan seenaknya menuntut orang yang mencintainya memperlakukan sesuai ekspetasinya.
Seseorang dengan tangki cinta yang rendah, akan mengalami kehausan kasih sayang. Tangki cinta yang tidak penuh ini, akan dia minta kepada pasangannya agar diisikan secara penuh. Kecenderungan orang seperti ini, akan menuntut pasangannya memenuhi tangki cintanya sesuai dengan ekspetasinya seperti : diperlakukan lemah lembut, diberi kata-kata romantis, diberi perhatian, dimanjakan, dan hal-hal yang menimbulkan rasa aman lainnya.
Sedangkan seseorang yang memiliki tangki cinta yang penuh, tidak akan membutuhkan banyak perhatian orang lain. Dia akan lebih sibuk dengan hal-hal yang dia tekuni. Kalaupun dia berpasangan, dia tidak akan menjadi orang yang banyak menuntut. Orang yang tangki cintanya penuh, ditumbuhkan dari lingkungan yang membuatnya percaya akan hal-hal yang bisa menumbuhkannya, misalnya anak dipercaya memilih jurusan yang dia inginkan, bersekolah di sekolah yang mereka mau, melakukan hobi mereka tanpa banyak penilaian. Jika dia memiliki pasangan, dia tidak akan meminta diperlakukan sesuai ekspetasinya, melainkan lebih mengontrol dirinya sendiri.
Namun ada pula hal lain yang mendukung anak menjadi penuntut. Yakni orang tua atau lingkungan yang selalu memberikan dia kenyamanan (dimanja). Seseorang yang sennatiasa diberi kasih sayang berlebih dengan terbiasa ditolong dan dipekai oleh sekitarnya, berpotensi besar akan menjadi manusia yang bisa menuntut pasangannya.
Misal, ada anak yang sedari kecil diberi pelayanan yang sangat baik oleh orang tuanya. Diambilkan makan, dipijat jika dia lelah, minta ini itu selalu dituruti. Sehingga tertanam dalam otaknya bahwa orang yang sayang kepadanya adalah orang yang senantiasa memanjakannya. Ketika seseorang yang manja ini jatuh cinta dan berpasangan. Dia akan menuntut pasangannya agar menyayanginya dengan cara seperti orang tua atau lingkungan. Walaupun pasangannya memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengan kedua orang tuanya, seseorang tetap akan menuntut pasangannya.
Lantas bagaimana cara agar tidak menjadi pasangan yang sukanya menuntut?
Perlu kesadaran tinggi bahwa tidak bisa senantiasa menggantungkan kasih sayang kepada orang lain. Yang perlu dilakukan pertama adalah mencintai diri sendiri. Dengan cara memahami diri sendiri bagaimana? Apa kebutuhan diri? Bagaimana cara merespon diri yang sedang merasakan hal buruk? Apa nilai yang diri yang dipegang teguh? Dengan memahami dan bisa merespon diri sendiri secara tepat, maka seseorang bisa menangani hal yang tidak nyaman dalam diri. Bisa mengatasi juga hal-hal yang membuat tidak nyaman.
Cara lainnya adalah berfikir stoic. Seseorang harus bisa memilah. Mana hal yang ada di bawah kendalinya dan hal yang bukan di bawah kendalinya. Dia mesti menyadari bahwa pasangan adalah hal yang ada di luar kendalinya. Sehingga dia tidak bisa menuntut pasangan agar senantasa seperti eks[etasinya. Dengan demikian, seseorang mengetahui batasan, sejauh apa dia bisa memperlakukan pasangannya.
Seseorang akan lebih bertumbuh jika dia mampumencintai dirinya sendiri dulu. Sehingga dengan demikian, seseorang bisamembagikan kepada pasangan tanpa perlu menuntutnya berperilaku sesuai ekspetasidiri sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebab dan Solusi Pasangan Berperilaku Menuntut
Non-FictionPengetahuan Berpasangan