Gaia Kamelia. Pertama kali melihatnya pun Arden sudah merasakan kebencian memenuhi rongga dadanya. Alasannya singkat saja.
Gaia adalah saudari tirinya.
Walaupun sebetulnya Ibunya lebih duluan berselingkuh, Arden tetap percaya semuanya berantakan gara-gara Ibu Gaia mau menikah dengan Papanya. Entah bagaimana Arden kemudian juga berpikir bahwa Gaia seharusnya mencegah ibunya menikah lagi. Namun sepertinya Arden benar. Bahkan Gaia pun juga mau berkerjasama dengan ibu tirinya untuk menggerogoti kekayaan Papanya.
"Ayo, kenalan dulu."
Barulah Arden menjabat tangan di depannya. Mungil dan dingin. Arden jadi teringat telapak tangan neneknya saat terbaring di rumah sakit sebelum akhirnya meninggal. Rapuh.
"Arden."
"Aya."
"Jadi, kita saudara tiri?" Arden menatap Papanya. Berusaha terlihat biasa saja meskipun kepalanya dipenuhi kata-kata hujatan akan keputusan sepihak Papanya.
Iya, Arden tahu Papa dan Mamanya sudah becerai tiga tahun yang lalu. Mereka masih bertemu sesekali, jadi Arden pikir tidak mustahil untuk mengembalikan keluarganya seperti semula.
Pernikahan diam-diam tersebut menyakiti Arden. Kalau bisa Arden akan berulah sehingga pernikahan itu gagal. Mungkin mengajak Jasmir membakar tempat resepsi tidak terdengar buruk. Apapun. Arden bersumpah akan menggalkan pernikahan Papanya.
"Tentu saja." Hardi tersenyum tipis, kemudian menepuk bahu Arden.
"Tolong antar Aya ke kamarnya."
Mereka ditinggal berdua. Arden bisa saja mendorong Gaia dan langsung menuding "dasar anak pelakor!" Namun bukan begitu cara Arden bermain. Dia tidak suka merusak citranya sebagai cowok ganteng dan manis seperti yang dilabelkan oleh cewek-cewek di sekolahnya.
"Biar gue bawa." Arden langsung menarik koper merah muda milik Gaia.
"Aku bisa sendiri."
Arden tersenyum kecil. Ya, cewek mana, sih, yang tidak grogi berada di dekatnya? Biar Arden tebak. Ini hanya soal jam saja dan Aya pasti akan jatuh cinta padanya.
"Enggak apa-apa. Kita, kan, sekarang saudara."
Arden menekan kata saudara, tapi dia langsung punya konsep lain di kepalanya.
"Makasih."
"Jangan jalan di belakang gitu. Gue kayak majikan galak aja."
Aya mensejajarkan langkah. Arden menjelaskan ruangan-ruangan penting di kediaman mereka. Gaia masih memperhatikan wajahnya lekat-lekat. Itu aksi pertama sebelum kaum hawa akhirnya jatuh cinta dan tergila-gila pada Arden.
"Kalau ada apa-apa lo bisa panggil gue di sebelah." Arden tersenyum lagi. Ini persis seperti kebanyakan cewek yang ia temui. Belum genap sejam, tetapi Aya sudah terus menerus memperhatikannya. Arden sungguh harus berterima kasih pada Herdi yang mewariskan ketampanan natural padanya.
"Kakak ganteng."
Arden sudah sering dibilang ganteng, tapi yang ini mendadak, penuh senyum dan terlalu jujur seolah merupakan ketulusan dari hati Gaia yang terdalam.
"Lo bisa aja." Bukan Arden namanya, kalau tidak pandai merendah untuk meroket.
"Maaf ngerepotin." Gaia duduk, membuka koper merah muda yang sebagian besar diisi oleh pakaian berwarna hitam.
"Cuma narik koper. Santai aja kali." Arden mengusap belakang lehernya. Sialan, kenapa telinganya jadi panas melihat ekspresi datar di wajah Aya. Jadi yang tadi itu serius, ya?
"Mau?" Gaia mengusungkan sebatang cokelat.
"Gue enggak expect bakalan dikasih cokelat sama adek gue."
"Katanya bisa memperbaiki mood."
"Thanks, tapi untuk saat ini gue baik-baik aja." Arden mengambil coklat tersebut. Sekarang dia duduk di tepi ranjang, disusul oleh Gaia yang membuka bungkus snack di sampingnya.
"Pasti enggak nyaman pindah ke tempat baru."
"Iya," jujur Aya.
"Saudara, temen-temen lo atau mungkin pacar. Kasihan banget ditinggal."
"Aku enggak punya pacar."
"Baguslah, gue juga enggak suka adek gue punya pacar."
Mulanya pupil itu melebar, kemudian meredup disusul tawa kecil.
"Gue serius." Arden menikmati euphoria di dadanya melihat Gaia yang merunduk dan berpura-pura sibuk dengan bungkus snack.
"Aku juga enggak suka punya pacar."
"Kecuali sama gue, iya, kan?"
Gaia hanya menggeleng pelan, kemudian mengigit keripik kentang. Kraus, kraus! Suaranya mengisi keheningan.
"Yang itu juga serius." Arden berdiri. "Siapa tahu adek gue pengen nyoba pacaran sama gue. Why not."
Arden pergi. Tidak sanggup melihat respon Aya, walaupun Arden yakin Aya pasti salting brutal dibuatnya. Dibandingkan itu Arden malah merasa jijik dengan ucapannya sendiri. Yang benar saja. Mana mungkin dia pacaran dengan cewek seperti Aya? Memangnya dia cowok yang kekurangan cewek apa? No!
▪️🎧•🎀•♟️▪️
Cerita ini dibuat dari sudut pandang Arden. Idenya muncul secara random dan hampir enggak jadi diangakat, karena ragu. BUT! Here it is.RED
Update sesuai mood. Semoga suka!!
Mingi's gf
![](https://img.wattpad.com/cover/352182117-288-k887117.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RED | Step Sister [END]
RomanceArden itu paling ganteng se-SMA Tanjuaya. Tumbuh dengan kepercayaan bahwa semua cewek menyukainya membuat Arden menjadi cowok yang gampang mematahkan hati perempuan. Sekarang targetnya adalah Gaia atau yang biasa disapa Aya. Adik tirinya sendiri ya...