01 Kiss

1.7K 34 3
                                        

Jangan bermain dengan api! Ya, harusnya Arden percaya nasehat itu, tapi bagaimanapun semuanya terlanjur terjadi. Bahkan itu sudah seminggu yang lalu. Selain hampir lupa, Arden juga tidak bisa memutar waktu.

"Kak, ayo pacaran."

Arden melotot. Pergelangan tangannya terasa dingin, sementara aroma apel menabrak-nabrak hidungnya.

"Apa?" Arden berkedip. Sepertinya dia harus ke dokter untuk memeriksa telinganya. Soalnya seumur-umur nih, ya. Cewek-cewek yang pantas berpacaran dengannya saja tidak pernah berterus terang begini untuk mengajaknya berpacaran. Aya juga terlalu cupu untuk menjadi cewek kegatelan.

"Aku bilang, ayo pacaran."

"Sebentar, ini April mop atau apa?"

"Aku serius!"

Cengkraman Aya di pergelangan Arden semakin kuat.

"Gue juga serius soal kemarin, tapi lo yakin?"

"Aku yakin seratus persen."

"Gimana kalau Papa dan Mama tahu?"

"Aku enggak peduli."

"Astaga, adek gue kenapa?"

"Kakak mau enggak?"

"Y-ya, gue, sih, oke-oke aja, tapi kalau ketahuan gue enggak tanggung jawab."

Arden memaki dirinya sendiri. Dia jadi gelagapan, karena terkejut bercampur bingung. Kalau ditolak nanti Arden dikira cowok plin-plan soalnya dia yang memulai. Sebetulnya Arden bisa saja mengklarifikasi bahwa kemarin cuma candaan, cuma kapan lagi kesempatan ini datang? Arden akan menyerang ibu tirinya lewat Aya. Cerdas sekali.

"Aku yang akan tanggung jawab."

Keberanian Aya membuat Arden tersenyum. Berani sekali cewek cupu ini mengatakannya? Memangnya Arden semudah itu didapatkan? Tentu tidak. Dia adalah cowok yang diincar ratusan cewek di SMA Tanujaya. Arden tidak akan menyerahkan hatinya pada cewek manapun dengan mudah, karena dia pantas untuk diperjuangkan dengan usaha lebih.

"Oke." Namun inilah permainannya. Arden akan mengikuti kemauan Aya untuk dirinya sendiri. Tentu saja.

"Kalian kenapa?" Herdi berhenti menggulung lengan kemeja demi memandangi kedua anaknya yang masih memakai seragam sekolah dalam adegan mencurigakan.

"Enggak kenapa-kenapa, kok, Pa." Aya melepaskan tangan Arden.

"Biasalah, adek aku manja, Pa." Arden merangkul Aya. Tubuh itu terhuyung canggung ke dekatnya.

"Bagus kalau kalian sudah akrab. Jangan lupa, nanti malam kalian harus ikut ke grand opening perusahaan cabang."

"Biar aku berangkat sama Aya, Pa."

"Oke, nanti Papa dan Mama langsung nunggu di sana."

Aya menarik dirinya setelah Herdi pergi. Arden  lagi-lagi merasakan kesenangan tersendiri melihat wajah Aya yang tersipu malu itu.

"Tadi narik-narik gue, sekarang malah menjauh."

"Maaf, Kak."

RED | Step Sister [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang