Hana dan pria itu

2 0 0
                                    

'Seperti yang aku baca, aku kira ini mimpi. Tetapi, aku sadar, semuanya nyata. Dan, entahlah.'


























Hana Liyana, merupakan gadis sederhana, yang hidup dengan seadanya. Ia juga bukan termasuk dalam katagori wanita cantik, yang membuatnya sedikit merasa tidak cukup beruntung dalam hal--apapun.

Maka dari itu, Hana terkadang sering mengeluh. Merengek dan menangis.

Gadis yang selalu gagal dalam hall apapun, bahkan, ia tidak jarang hanya dimampaatkan oleh orang-orang karena kebaikannya.

Gadis yang kerap merasa, bosan menjadi orang baik, namun tak berhenti berbuat kebaikan.

Kadangkala, takjarang orang menjadikannya sebagai tokoh jahat, yang membuatnya kerap kali dijauhi, namun semarah-marahnya gadis itu, tetap kembali menjadi orang baik.

Bahkan ketika orang tersebut memerlukan bantuan, tampa sungkan ia menodorkan tangannya. Hal yang kemudian ia sesali namun kembali ia lakukan.








🌸








Gadis itu mengerucutkan bibirnya, kembali pada aktivitas keseharian, yaitu bekerja. Dulunya ia sebagai waitres, yang melayani costumer, sampai pada akhirnya. Gadis itu beralih menjadi pencuci piring yang ia pikir tidak akan berat. Namun, alih-alih akan terasa indah, ia malah dibuat kelelahan, sakit kepala setiap malam-nya. Dan sering mengeluh. Kuputusan yang ia ambil sangat terburu-buru hingga membuatnya menyesali kedepannya.


Gadis itu tidak bisa berbuat banyak, selain harus menyelesaikan pekerjaan sama kontrak berakhir. Sebagai anak rantauan, yang jauh dari orangtuanya. Yang dapat ia lakukan hanya bisa menangis, mengeluh, dan meratapi apa yang terjadi. Dan hal yang harus digaris bawahi, iyalah menyesali apa yang sudah terjadi, dan menjadikan kedepannya untuk lebih berpikir panjang. Namun, sebagai gadis yang belum matang, tentu saja. Gadis itu kembali mengulang kesalahan yang sama, lagi dan lagi.







Ia mulai melakukan pekerjaannya sebagai biasanya, mencuci piring. Tempat cuci piring yang cukup strategis ini membuatnya sering dijadikan tempat mencuci tangan karena lokasi cuci tangan yang kerap tidak diketahui, sehingga membuat wajah gadis itu seperti ingin misuh-misuh.

Kerap ia berkata,'Maap tapi ini bukan tempat cuci tangan, disana.' ada beberapa yang mendengar. Namun ada beberapa yang menulikan, memasang wajah masam lalu tetap mencuci tangan disana. Dengan beralasan tidak apa-apa, nanggung. Dan lain-lain.
Terserah.

Hingga, gadis itu memilih membiarkan dengan wajah masam-nya.

Gadis itu kerap berpikir buruk tentangnya, bukan tapi kerap ia memandang orang memanggangpnya buruk. Sebab, pelayanannya yang buruk, ia sadar namun menahan diri lebih susah.


"Boleh cuci disini?" Ujarnya dengan menyodorkan tangannya yang membuat Hana, gadis itu tersadar. Hana lebih sering melamun dengan isi kepala yang ramai.

Ia tidak mengangguk, tidak memberikan respon apapun, hingga membuat orang itu melakukannya. Hanya, jika sempat bertanya tentang sabun, maka akan mendapatkan jawaban pedas darinya.

"Terima kasih." Untuk kedua kalinya, juga tidak mendapat jawaban, selain keduanya hanya beradu pandang.

Wajah Hana sangat plat, tidak ada senyum dan lain-lain sebagai reaksi. Gadis itu memutus kontak mata, kembali mengerjakan kerjaannya tanpa memperdulikan orang itu.

Yang berlalu ketika aktivitasnya selesai.





Pekerjaannya selesai, memilih untuk duduk dimeja yang selalu ia tempati ketika sudah selesai, sendiri. Ada beberapa meja yang kerap diduduki oleh pekerja yang terletak didekat, dapur. Cuci piring dan tempat air.

Sementara gadis itu tentu saja duduk ditempat yang dekat cuci piring, seorang diri. Memilih untuk tidak memperdulikan sekitar. Ia cukup lelah.




Hingga, baru duduk, kembali ada cucian yang datang. Yang ia biarkan sembari merelaksasikan tubuhnya hingga cucian itu menumpuk. Kembali, ia bangkitkan jiwa malasnya. Dengan cucian yang tiada habisnya.







Hari silih berganti, tidak terasa beberapa bulan berlalu dengan ia yang selalu mengeluh lelah, namun tetap saja bekerja demi pundi-pundi uang.

"Permisi boleh cuci tangan?" Ouh--- orang itu, lagi. Hana sampai malas melihat pria itu, lagi dan lagi.


"Lagi banyak, ya? Saya lihat nggak berhenti-henti, mau saya bantuin?" Hana mendelik, menatap tajam si costumer itu.

Dengan cepat ia menggeleng. Bisa mati. "kamu costumer bukan pekerja, jadi jangan aneh-aneh."

"Jadi kalau saya kerja disini, saya boleh bantuin kamu?" Gadis itu tidak mengubris ucapan pria itu, yang menurutnya bercandanya sedang tidak tepat waktu.

"Jangan!" Pungkas Hana, ketika pria itu mencuci piring. "Kamu mau buat saya dimarahin orang? Enggak! Sana!" Gadis itu mendumel, dengan suara tinggi dan mata yang menajam.

Pria itu menatap Hana yang marah, kemudian melepas piring. Ia menoleh semberi menyengir. "Jangan marah dong, mbak?"

"Iyadeh saya pergi. Tapi lain kali jangan marah-marah lagi, nanti cepet tua," Hana tidak memperdulikan pria yang mulai beranjak pergi. Ia mengatur deru nafas.

Kemudian menyesali yang terjadi. Ini kasar, Hana salah. Lagi, ini yang ia benci dari dirinya. Ia selalu memikirkan tindakannya kembali, lalu berpikir kenapa orang selalu suka seenaknya.








Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fall In Love WithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang