Remaja itu hanya berdiri diam, menatap air danau yang tenang tanpa riak. Matanya tampak sendu, dengan satu tangan menggenggam selembar kanvas sobek.
Tak ia hiraukan suara bising dari aktivitas orang-orang, ataupun teriknya matahari di siang hari itu. Pikirannya terlalu dipenuhi oleh hal lain.
Sekelebat ingatan tentang beberapa saat lalu kembali menghampirinya. Membawa kembali rasa sakit di hatinya.
"Ayahanda seharusnya tidak pernah menikahi ibumu! Kau seharusnya tidak lahir!"
"Kau ini hanya beban untuk kerajaan! Kenapa kau masih hidup sampai sekarang?!"
"Ya! Harusnya kau dan ibumu itu sudah mati bertahun-tahun yang lalu! Dasar aib karajaan!"
"Seorang pangeran yang hanya ingin hidup gratis di istana tanpa melakukan apapun? Cih, benar-benar tidak berguna sekali dirimu. Bahkan bakat saja kau tidak punya."
"Dia punya bakat kok, bakatnya adalah membawa kesialan bagi orang-orang disekitarnya!"
"Hahaha! Benar! Dia adalah sumber bencana!"
"Dasar pembawa sial! Pergi sana! Jangan dekat-dekat kami!"
"Kau sebut ini lukisan?! Ini lebih mirip seperti kanvas yang ditumpahi cat! Dasar bodoh!"
"Wuu! Anak bodoh sedang mencoba menjadi badut!"
Setetes air mata meluncur dari pipinya yang tirus. Napasnya terasa sedikit tersendat karena menahan isak tangisnya sendiri, telinganya berdenging kala ingatan-ingatan itu terus berputar di benaknya.
Ya, ia terbiasa mendapatkan kata-kata buruk dari orang lain. Entah itu pelayan atau saudaranya, mereka akan melontarkan cacian padanya dan ibunya.
Itu semua berawal dari sebuah rumor dimana keluarga dari pihak ibunya, yakni keluarga Duke of North berkhianat pada kerajaan.
Rumor itu diperkuat dengan temuan sebuah tempat pertemuan tersembunyi tak jauh dari kediaman keluarga Duke.
Atas desakan keluarga bangsawan lain, Yang Mulia Raja memberikan perintah untuk melakukan penyelidikan akan rumor itu.
Rumor berubah menjadi fakta saat dipersidangan kala seorang Lord menemukan seorang saksi yang mengatakan bahwa keluarga Duke of North berniat untuk berkhianat dan menggulingkan kekuasaan Raja saat ini.
Sang Raja murka, ia kecewa dengan keluarga Sang Duke. Dan atas peraturan kerajaan dimana seorang keluarga bangsawan berniat melakukan sesuatu yang menentang kerajaan, maka hukuman yang diberikan adalah menghapuskan seluruh garis keturunannya.
Saat itu, sang Duke, yakni ayah selir memohon kepada Sang Raja. Ia ingin agar putrinya dan juga calon cucunya, dimaafkan dan dibebaskan dari hukuman.
Sang Raja mengiyakan, sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa keluarganya di masa lalu. Tapi selir dan putranya yang belum lahir, diasingkan ke istana utara. Tempat yang terpencil dan jarang dilewati orang-orang.
Sang pangeran yang lahir dari selir itu hidup tanpa cinta dari ayahnya, ia hanya tahu bahwa ayahnya adalah Raja tapi hanya merasakan kehangatan kasih sayang dari sang ibu.
Ia, yang awalnya tidak tahu apa-apa, tapi selalu dicaci maki oleh orang lain akhirnya sadar alasan dibaliknya saat tak sengaja menguping pembicaraan beberapa pelayan saat dirinya tengah berburu burung pegar liar di hutan istana timur.
Dari sanalah ia sadar bahwa bahkan jika dirinya hidup di istana, itu tidak menjamin dirinya menjadi orang yang dihormati.
Takdirnya tertulis berbeda dengan para pangeran maupun puteri Sang Raja yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Peterpan
FantasyDia adalah pangeran kesepian, seorang pangeran yang tidak terobsesi dengan takhta meskipun ada banyak saudara nya yang lain tengah berambisi untuk menduduki kursi tertinggi itu. Dia hanya suka menghabiskan waktunya dengan bermain, menjahili pelayan...