Bab 1

25 8 3
                                    


Author masih pemula, maaf bila ada salah kata atau penempatan tanda baca yang kurang benar. Bisakah anda menempatkan kritik atau saran di komentar agar saya bisa memperbaiki kesalahan saya?

Maaf bila ada kata yang membuat anda tidak paham, dan maaf juga bila ada kesalahan penulisan kata. Terimakasih.

- Hazel Adeline

H A P P Y    R E A D I N G !

.

.

.

.

Aku Atlanna. Seorang gadis remaja SMA berumur enam belas tahun yang sifatnya dikenal sedikit pemalu dengan orang baru, suka hal hal baru, dan hal hal yang menarik perhatianku.

Hidupku biasa saja enam tahun lalu, tapi ketika usiaku menginjak sepuluh tahun ada keanehan di dalam diriku. Keanehan itu datang setelah aku merayakan ulang tahunku ke sepuluh di ruang keluarga. Pamanku datang, membawa seekor burung merpati putih yang cantik. Usianya sekitar empat bulan, kata pamanku. Aku melompat lompat kegirangan.

Aku memegang burung itu dengan hati hati. Burung itu tiba tiba terbang dan mendarat di bahuku, dia menyukaiku walau sebelumnya aku sempat panik takut burung itu kabur. Pamanku bertanya, ingin aku beri nama siapa burung itu, lalu aku berpikir sejenak. Aku menemukan ide, aku menamainya 'Kina'.

Semenjak ada Kina, terjadi keanehan pada diriku. Aku bisa terbang. Awalnya aku senang saja, tapi semenjak tiga belas tahun ada juga yang lebih aneh, aku bisa mengambil benda dari jarak jauh. Seperti pensil, penghapus, pulpen dan boneka milikku yang ukurannya tidak terlalu besar.

Kina juga sering bersikap aneh, dia kadang memintaku untuk selalu mengelus bulu lembutnya atau kadang ia tidak mau untuk dipegang, sifatnya terlihat seperti bukan burung biasa diluar sana. Bahkan umurnya melampaui usia burung biasa.

"Siapa sebenarnya Kina?"

. . .

"Prku belum selesai, Semalam aku mengantuk. Guru guru pada gila, mereka sekalinya memberi pekerjaan rumah lebih dari satu bab!" Oceana menggerutu sebal. Aku hanya bisa tertawa menyaksikannya.

"Andai saja aku punya kekuatan teleportasi, pasti aku sudah pindah ke dunia yang tidak ada pr!" Oceana masih menggerutu, aku mengelus elus pundaknya, "Sudahlah, walau kamu menggerutu terus terusan itu tidak akan membuat tugasmu selesai Na," ucapku.

Oceana menatapku sebal, ia kembali menatap bukunya yang tergeletak di atas meja, "La, kamu orang yang baik kan?" Oceana tersenyum licik. "Kamu pasti ingin menyontek prku kan? Jujur saja. Aku tidak akan pernah membiarkanmu menyontek prku ini." aku menarik hidung Oceana, dia menjadi semakin sebal. Setelah itu, dia terpaksa mengerjakan prnya dengan sedikit emosi sebelum guru datang.

Oceana gadis pencinta laut berambut coklat bergelombang dan memakai kacamata bulat itu lebih muda dariku beberapa bulan walau dia lebih tinggi dariku, dia teman sebangku yang cerewet. Dibalik cerewetnya, banyak imajinasi imajinasi yang melayang di pikirannya. Seperti ikan terbang, burung berenang, salju di tengah panasnya terik matahari dan imajinasi yang tidak masuk akal lainnya.

.

.

.

.

.

Oceana dihukum di dua mata pelajaran. Ia beralasan bukunya tertinggal di rumahnya. Aku yang tau sebenarnya kenapa hanya tertawa ketika ia dicoret spidol hitam di pipinya. Guru bahasa kami memang kejam, tidak seperti guru guru bahasa yang lain. Guru ini selalu mencoreng pipi siswa yang tidak menjalankan tugasnya. Namanya Ibu Lena.

Jam pelajaran paling membosankan dan membuat kami mengantuk, Ibu Lena tidak se-asik guru guru yang lain. Guru ini selalu membuatku tidak tertarik dengan apa yang diajarkannya. Bahkan dia mengajar kelas kami di jam terakhir hari ini. Aku menatap papan tulis yang banyak tulisan tulisan kurang jelas disana. Entah guru ini mengantuk atau bagaimana, tapi yang dia ajarkan adalah materi kelas sebelas, sedangkan kami masih kelas sepuluh.

Limabelas menit sebelum bel berdering Ibu Lena menghentikan penjelasan materi. "Kali ini kalian ibu beri tugas berkelompok. Satu kelompok empat orang, tidak ada yang perempuan semua atau laki laki semua. Harus dua orang perempuan, dua orang laki laki. Tugas dikumpulkan minggu depan dan tidak ada yang tidak mengerjakan tugas dari saya," ucapnya. Semua siswa/i mendengus sebal.

Bu Lena mulai menuliskan tugas kami di papan tulis. Parah, guru itu malah memberi tugas diluar materi kelas sepuluh dan sebelas. Dia memberi tugas dengan materi kelas duabelas dan kami belum diajarkan itu sama sekali. Aku menatap papan tulis dengan lesu-cepat cepat menulis karena sebentar lagi bel akan membunyikan nada merdunya.

.

.

.

.

Setelah Ibu Lena keluar dari kelas aku dan teman temanku berseru lega. Badanku pegal pegal, aku segera menggendong tasku. Dari luar Oceana masuk dengan wajah lesu. Dia menggendong tas merahnya dan sesegera mungkin menarikku keluar kelas. Kukira dia mengajakku ke gerbang untuk menunggu angkutan umum tapi dia malah mengajakku pergi ke kantin sekolah yang beberapa sudah tutup. "Kenapa kesini? Aku mau pulang," ucapku. Oceana menutup mulutku, tidak membiarkan aku berbicara.

Dia memesan satu porsi bakso beserta jus jambu sebagai minumannya. "Aku tuh lapar, berdiri di luar kelas selama delapan puluh menit membuat energiku habis, " kata Oceana sambil menyuap sesendok bakso ke mulut kecilnya. "Salah siapa tidak menyelesaikan tugas? Tuh coretan tinta di pipimu masih ada, sejak tadi diliatin siswa yang berpapasan denganmu."

"Biarin, yang penting perutku kenyang." celetuknya.

Kami berdua terdiam beberapa menit, aku menatap sekitar. Menoleh kesana kemari sembari menunggu Oceana selesai memakan baksonya. Tiba tiba aku teringat sesuatu, "Oh iya, tugas bahasa kita sekelompok ya? Dua orang laki lakinya kita pikirikan nanti saja,"

"Ada laki laki ya? Gimana kalau mahen aja? Dia kan sipaling pinter bahasa," Katanya.

"Mahen tidak asik, Kita ajak Nalendra aja mungkin?" usulku. Oceana menatapku, memegang jidatku. Dia kebingungan, "Sejak kapan kamu rela bekerja kelompok dengan Nalendra? Bocah itu kan musuh terbesarmu?"

"Kesurupan ya kamu?"

Mendengar kata kata itu aku langsung teringat pertama kalinya aku bertemu Nalendra.

Saat itu aku sedang memesan makanan di kantin sekolah. Nalendra datang, kebetulan kantin sedang ramai. Tapi tiba tiba dia berdiri didepanku. Dia memotong antrian, aku langsung menegurnya dan memukul punggungnya, "Antri yang benar dong! Tidak sopan memotong antrian!" Wajahku terlihat sebal, Nalendra mengaduh, lalu dia menatap kearahku. "hah, sejak kapan ada anak sekolah dasar disini? Hey dik, kamu nyasar ya? Apa kau sedang mencari kakakmu?" dia mengelus rambutku pelan.

"Aku bukan anak sekolah dasar tau! Aku anak SMA!" aku menyilangkan tanganku, dia tertawa tak percaya. "Anak SMA sependek ini?" dia tertawa terbahak bahak selama beberapa menit, wajahku semakin sebal melihatnya.

"Baiklah, siapa namamu? Pfft-" Ucapnya sambil menahan tawa.

"Atlanna."

"Nama yang aneh, "

"Kau yang aneh! Dasar sialan!" Dia tertawa lagi, sekarang bukan hanya dia yang tertawa. Siswa laki laki yang lain juga begitu. Wajahku berubah seperti tomat, lalu pergi dengan wajah kesal.

"Tidak apa, kita bisa memanfaatkannya," Aku dan Oceana tertawa. Tiba tiba seorang anak remaja laki lain datang dan berdiri di belakangku. "enak saja." ucapnya. 

Princess 'ATLANNA'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang