Rumah

35 3 0
                                    

            Pulang adalah waktu di mana kita melakukan perjalanan menuju rumah. Dalam perjalanan itu kadang kita merasakan senang karena akan bertemu dengan orang yang kita cintai. Tapi tak jarang juga perjalanan pulang mengandung rasa sedih yang mendalam. Keadaan itu dirasakan oleh Ghifari. Setelah sepuluh tahun berkelana di negeri asing bersama pujaan hatinya, akhirnya ia kembali pulang. Namun disayangkan, kepulangannya kali ini tidak disertai dengan perasaan senang. Ia pulang dengan kesedihan karena mendengar kabar kedua orang tuanya sudah meninggal karena kecelakaan.

Ghifari tidak mau menanyakan bagaimana kronologis peristiwa itu terjadi, karena begitu menyakitkan baginya mendengar cerita mengenaskan itu. Saat tiba di Indonesia, tepatnya di Bandung. Ghifari sudah tidak bisa melihat kedua orang tuanya. Selepas peristiwa itu, kedua orang tuanya segera dikebumikan. Keputusan ini diusulkan oleh Wingky sebagai keluarga terdekat saat itu. Jadi setibanya di Bandung, Ghifari dan Arno disambut oleh Wingky dan Lia. Isak tangisnya pecah ketika Ghifari memeluk pamannya. Tangisnya semakin terdengar pilu ketika ia diantarkan ke peristirahatan terakhir kedua orang tuanya. Di sana ia mengais tanah, mencoba untuk menemukan kembali jasad kedua orang tuanya. Arno yang melihat itu segera memeluk Ghifari dengan erat.

Ghifari merasa menyesal. Ia juga kesal dengan dirinya sendiri karena tidak mau menahan egonya untuk bisa pulang dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Andai saja, ia punya lebih banyak waktu untuk bersama mereka. Andai saja ia dan kedua orang tuanya tidak berselisih paham. Mungkin ia akan punya lebih banyak kesempatan untuk membahagiakan keduanya.

Tetapi ada sesuatu hal yang membuat ia lega. Kemarin saat ia menyiapkan beberapa barang untuk di bawa pulang kembali ke Belanda, ia menemukan sebuah kotak di dalam lemari baju ibunya. Kotak itu tersimpan dengan rapi. Dibalut dengan kain berwarna hijau. Dalam kotak itu, ia menemukan sekumpulan album foto, baju-baju Ghifari saat bayi, setumpuk surat dengan kertas usang, dan sebuah buku catatan. Ia kembali terenyuh melihat itu. Dirinya semakin terharu saat membaca halaman terakhir yang dituliskan oleh ibunya dalam buku catatan.

Halaman terakhir itu menyampaikan pesan bahwa ibu sangat merindukan kehadiran Ghifari. Dari kalimat yang dituliskan oleh ibunya Ghifari menyadari bahwa ibunya telah menerima apa yang sudah menjadi keputusan Ghifari. Ibunya menerima hubungan itu. Sisanya diteruskan dengan kalimat-kalimat rindu sang ibu. Ghifari sangat lega karena akhirnya apa yang sudah menjadi keputusannya telah mendapatkan restu dari sang ibu. Terkait dengan ayahnya ia memang belum tahu. Tapi semoga saja ayahnya juga sudah menerima apa yang menjadi keputusan Ghifari.

Waktu berlalu telah satu minggu lebih. Lima hari lagi, ia dan Arno harus kembali pulang ke Belanda. Sebelum pulang ke Belanda, mereka merencanakan untuk pergi ke rumah Wingky dan Lia di Jakarta. Hari ini, akan menjadi hari terakhir mereka di Bandung. Besok pagi-pagi sekali mereka akan berkunjung ke rumah Wingky. Pagi ini Ghifari mengawali harinya dengan duduk di kursi kesukaannya yang berada di halaman belakang. Ia menghirup udara segar Kota Bandung pagi itu.

Keadaan rumahnya sudah rapi. Ghifari berencana untuk menjual rumah ini. Meskipun banyak kenangan yang telah terjadi di sini, tapi ia tidak bisa mempertahankan kenangan itu berlama-lama. Ia hanya ingin menjalani kehidupan barunya di Belanda. Ghifari sudah membicarakan ini dengan Arno beberapa hari yang lalu. Arno memiliki perbedaan pendapat dengan Ghifari. Menurutnya rumah ini dipertahankan saja. Arno ingin mempertahankan segala kenangan yang ada di rumah ini. Namun alasannya tidak cukup kuat untuk mendobrak keteguhan Ghifari. Akhirnya Arno pun mengikuti keinginan pasangannya itu.

.

.

.

"Sayang, sarapannya udah jadi ini. Mau makan di mana? Meja makan atau di sana saja?" terdengar suara Arno menggema.

ASMARA LANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang