08.00

4 0 0
                                    

Rumah Mala tidak terlalu besar, tetapi tidak terlalu kecil. Terlihat nyaman dari luar dan sangat sederhana. Destiny sempat berpikir, dengan siapa ibunya tinggal. Sebab selama hidup, Destiny belum pernah bertemu dengan kakek dan neneknya.

"Maaf kalau kurang nyaman, silakan masuk. Aku akan membuat minum," ujar Mala.

Hal yang pertama kali Destiny lihat saat memasuki rumah Mala adalah bersih. Sepertinya Mala memang sudah suka bersih-bersih sejak dulu. Suasana di rumah ini sangat sunyi, membuat Destiny merasa kikuk dengan keheningan yang ada.

Tapi, mengapa tidak ada orang yang menyambut kedatangan Mala? Apa karena sudah malam? Mungkinkah semua orang sudah tidur? Walau begitu, seharusnya saat mendengar seseorang masuk, salah seorang keluarga harusnya keluar dan mengecek, batin Destiny.

Mala keluar dari ruangan yang Destiny pikir sebagai dapur. Mala membawa nampan berisi minuman yang ada di tengah malam begini. Tak lupa senyum terbaik terhias di wajahnya.

"Seharusnya tidak perlu repot-repot," kata Destiny.

"Tidak repot, lagi pula aku memang sering membuat minuman setelah pulang kerja. Oh benar, kamu bisa memakai kamar letaknya paling ujung. Kebetulan itu kamar yang baru aku bersihkan kemarin. Juga ... kamu tidak perlu khawatir tentang apa pun. Tidak ada siapa pun di rumah ini, hanya ada aku," ujar Mala.

Entah dari mana Mala mendapatkan kepercayaan yang teramat besar dengan Destiny. Mala menyadarinya, ada sesuatu pada Destiny yang membuatnya merasa percaya. Perempuan itu juga terkejut saat melihat beberapa kesamaan dirinya dengan tamunya.

Cara minum dan cara duduk Destiny benar-benar gaya Mala. Sekilas, Destiny terlihat mirip dengan si pemilik rumah. Bahkan setelah Mala perhatikan Destiny dengan saksama, ia melihat banyak sekali kemiripan. Bentuk mata, hidung dan kontur bibir yang sama.

Namun, Mala tidak ambil pusing. Ia yakin jika Destiny hanya mirip dengannya. Seperti yang orang katakan, ada tujuh orang yang mirip dengan diri kita dan tersebar tidak merata. Mala tersenyum saat melihat Destiny meneguk teh hangat yang ia seduh dengan rakus. Destiny benar-benar menghargai si pemilik rumah.

"Terima kasih tehnya," celetuk Destiny.

"Santai saja," balas Mala.

Mala mengangkat gelas Destiny yang sudah tidak bersisa isinya. Saat hal itu ia lakukan, Mala menyadari sesuatu. Ada bau yang khas di pakaiannya, perempuan itu tidak jadi mengambil gelas. Malahan, Mala berlari menuju salah satu pintu dan menutupnya dengan kasar.

"Hah? Ada apa dengan ibu?" tanya Destiny dengan lirih.

***

Matahari masuk melalui celah-celah jendela. Membangunkan Destiny yang masih nyaman dengan tidurnya. Tempat tidur di rumah ibunya memberikan sensasi yang berbeda. Rasanya, Destiny ingin terus tidur. Tetapi, ia ingat dengan ungkapannya sebelum terlempar di tahun 2000.

"Benar, aku harus memisahkan Ibu dengan Ayah. Untuk sekarang, aku harus mengikuti semua kegiatan Ibu. Siapa tahu Ibu belum mengenal Ayah, tapi rasanya tidak mungkin. Melihat usiaku menginjak 21 tahun pada tahun 2023 ... Ibu dan Ayah ... menikah antara tahun 2001 atau 2003? Kalau begitu ... aku harus mencari Ayah. Menjauhkan ayah dari Ibu lebih awal, bisa menjadi hal yang sangat baik untuk masa depan," ujar Destiny.

Destiny mengambil tasnya yang ia letakkan di samping tempat tidur. Tas pemberian ibunya itu ditumpahkan isinya. Mulai dari barang-barang berharga sampai barang-barang sepele berhasil keluar. Destiny meraih ponselnya yang tidak ia sentuh sejak semalam.

"Tentu saja, mati. Mungkin alat elektronik canggih tidak berfungsi di tahun ini,"-mata perempuan itu menangkap kalung bermata jam yang bersinar indah-"jam ini ... Berfungsi di tahun ini. Mungkin karena ini barang kuno?"

"Destiny! Apakah kamu sudah bangun?" ujar Mala dari luar.

Destiny bergegas mengemasi barang-barangnya, isi tas yang tadinya rapi berubah menjadi kapal pecah. Sebab perempuan dari tahun 2023 itu memasukkan semuanya dengan asal. Tidak lucu jika ketahuan membawa barang yang tidak lazim di tahun 2000.

"Iya sudah!"

"Baiklah, kamu bisa keluar. Ayo kita membeli sarapan," ajak Mala.

Destiny yang belum mandi langsung keluar, dilihatnya Mala yang juga belum bersih-bersih diri. Walau begitu, Mala tetap cantik di mata Destiny. Tetapi, si pemilik rumah tidak berpikir demikian, ia merasa tersaingi.

Destiny terlihat sangat cantik, mungkin lebih cantik dari aku ... Hahh ... apa yang kau pikirkan Mala, batin Mala.

Tanpa berlama-lama, dua perempuan yang usianya sama keluar dari rumah. Tanpa mandi dan hanya mencuci muka. Niat awal mereka akan membeli bubur, sebab tempat itu sangat dekat dengan rumah Mala. Selama perjalanan, Mala banyak diam. Hal tersebut membuat Destiny heran, keramahan Mala yang ia lihat kemarin seakan lenyap.

Apakah mood Ibu sedang buruk? Aduh ... kalau begini, akan sulit untuk membujuk. Aku harus tinggal di rumah Ibu selama mungkin. Akan sulit jika aku tidak punya tempat singgah selama menjalankan misi. Misi memisahkan Andik Priyanto dengan Ibu. Masalahnya ... Ayah ini ... siapanya Ibu? batin Destiny.

Tanpa sadar, mereka berdua sudah sampai di tukang bubur terdekat. Mala menempatkan diri di salah satu bangku yang disediakan, lantas ia memesan dua porsi bubur ayam yang harganya murah. Selama Mala duduk, memesan, bahkan menerima pesanan, Destiny masih saja diam. Membuat Mala merasa tidak enak.

Apakah mendiami Destiny adalah hal yang buruk? Sepertinya Destiny memikirkan keterdiamanku dengan serius, batin Mala.

Mala menepuk pundak Destiny dengan pelan, berharap perempuan yang duduk di sebelahnya berhenti melamun atau pun diam. Destiny tersadar dari lamunannya, ia mengamati sekeliling. Perempuan itu tertegun saat mengetahui mereka berdua sudah sampai di tukang bubur ayam.

"Maaf, aku memikirkan sesuatu," ujar Destiny.

"Tidak apa-apa. Ayo kita makan. Aku ada kuliah pagi hari ini, kalau tidak salah bimbingan untuk skripsi? Entahlah aku lupa," ujar Mala.

"Oh baiklah ... Ehm begini. Selama kamu kuliah, bolehkah aku tetap tinggal di rumahmu?" tanya Destiny.

Rasa curiga Mala yang pernah muncul, naik kembali ke permukaan. Ia masih belum bisa mempercayai Destiny sepenuhnya. Walaupun tampang Destiny bukanlah tampang penjahat yang hendak melakukan kejahatan.

"Ehm ... bagaimana kalau kamu ikut aku kuliah?" tanya Mala.

Destiny yang mendengarnya berbinar. Dalam otaknya memikirkan beberapa kemungkinan yang mungkin saja terjadi. Misalnya, ayahnya adalah teman kuliah sang ibu atau mungkin kakak tingkat Mala. Jika Andik bukan teman kuliah Mala, Destiny memiliki beberapa rencana untuk menghabiskan waktu.

"Boleh?" tanya Destiny balik.

"Tentu, kenapa tidak?"

"Baiklah, terima kasih, Mala."

Ini pertama kalinya, Destiny mengucapkan nama ibunya tanpa embel-embel ibu. Rasanya tentu aneh, tetapi akan lebih aneh jika Destiny menyebut Mala dengan sebutan ibu. Bisa-bisa Destiny diusir sebelum misinya selesai. Maka dari itu, perempuan dari tahun 2023 itu meminta maaf kepada ibunya secara tidak langsung. Selama tinggal di tahun 2000, Destiny akan memanggil ibunya hanya dengan nama.

December: Tampered TimelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang