Espresso

536 43 12
                                    

Aku menyesap caramel macchiato-ku. Menikmati musik yang mengalun di cafe ini sambil memejamkan mata, dan sesekali ikut bersenandung.

Aku pelanggan tetap di cafe ini setiap hari jumat, tepatnya pada pukul dua. Sepulang sekolah, aku akan mampir sebentar kesini untuk sekedar membaca buku, mengerjakan tugas, atau melakukan hal-hal lainnya.

Aku suka macchiato-nya,

Aku suka musiknya,

Dan aku tertarik dengannya,

Si Pemesan Espresso.

Sekarang sudah pukul dua lewat lima menit. Bisa kupastikan sebentar lagi bel pintu masuk cafe ini akan berbunyi.

Tanpa kusadari, aku menghitung dalam hati.

Satu,

Dua,

Tiga,

Empat,

Lima,

Enam...

Kring.

Pukul dua lewat lima menit dan enam detik. Sempurna.

Dia berjalan ke arah meja favoritnya, nomor dua puluh satu.

Dia tidak pernah memesan minuman lain selain espresso, seperti aku yang selalu memesan macchiato.

Dia selalu sendiri, sama sepertiku.

Dia pengunjung tetap, sama sepertiku.

Dan selama ini, aku tidak pernah melihatnya duduk bersama orang lain di meja itu. Baiklah, Sebenarnya pernah, hanya sekali. Orang yang pernah duduk bersamanya adalah perempuan yang umm, mungkin sekitar dua puluh tahun, terlihat seumuran dengannya. Perempuan itu terlihat dewasa, dan-cantik. Aku mengakuinya.

Aku masih ingat dengan jelas hal hal kecil yang terjadi pada saat itu.

Saat perempuan itu menarik bangku, duduk disana, mulai berbasa-basi dengan si Pemesan Espresso, lalu perlahan perbincangan mereka berdua tampak serius, aku melihat pergantian ekspresi yang kentara di wajah perempuan yang tadinya sumringah itu, namun tidak dengan dia, ekspresinya memang selalu datar. Sampai akhirnya si perempuan beranjak dari meja itu, matanya menatap tajam kepadaku, lalu ia pergi dari cafe.

Mungkin perempuan itu merasa diperhatikan olehku sejak tadi dan-ya, mungkin begitu. Aku jadi sedikit merasa bersalah.

Jadi, aku memutuskan untuk melupakannya saja, toh itu sudah dua bulan yang lalu.

Hari ini dia memakai celana jins hitam dan kaos putih, dengan tambahan kemeja berwarna biru denim yang lengannya digulung sampai siku, lengkap dengan kacamata berbingkai hitam. Dia duduk, meletakkan laptop dan kameranya diatas meja, Lalu menyesap espressonya sesekali.

Terkadang aku melihat dia menulis, entah menulis apa. Dan terkadang aku melihat dia memegang kameranya, memotret-entah apa, lalu tersenyum dengan hasil jepretannya sendiri.

Tanpa kusadari, aku memperhatikannya. Ya, sampai ke hal-hal terkecil sekalipun.

Memperhatikan si Pemesan Espresso.

Dan namanya,

Aku tidak tahu.

- - -

Hulla! Thanks for reading!

Ini first story-gak first juga sih tapi-oke ini first story gue jadinya yagitu deh (? Jadi maafkan ke-newbie-an ini. Dan maafkan kegajean a/n ini.

Ew.

Gue buat ini sekedar iseng jadi ya maklumi ya gaes.

Thanks to kinannaf, dia yang ngasih judul ini. And thanks to jihanhasna. Mereka emang dabest.

So, maaf kalo gue banyak bacot, tapi gue tau kok gabakal ada yang baca juga, jadi, see you on next chapter!

ObjectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang