prolog

166 19 51
                                    

_____________________________

Mars memang kampret!

Sekiranya kalimat itu yang terus berputar dalam otak Biru, seraya dia melangkah ke luar restoran dengan hati yang luar biasa dongkol.

Situasinya begini. Selepas berkunjung ke makam bunda, Biru dan Mama langsung tancap gas menuju restoran, lantaran cacing-cacing dalam perut Biru sudah tidak bisa diajak kompromi dan caper setengah mampus. Lantas, entah ini hanya kebetulan semata atau memang permainan iseng dari semesta, mereka malah bertemu dengan si kampret Mars, yang lagi duduk asoy di kursi kasir berlagak bak pemilik restoran.

Selaku saudara tiri baru ketemu gede, Biru dan Mars jauh dari kata akur. Apalagi title Mars sebagai berandal sekolah, bikin kesan dia di mata Biru tidak ada baik-baiknya. Tiap kali mereka bertemu, pasti hadir tensi tebal dan keinginan untuk saling baku hantam.

Namun, Mama yang menganggap pertemuan tidak sengaja ini sebagai kesempatan emas, lekas mengajak serempet memaksa Mars untuk ikut makan bersama. Meski cowok itu sudah pakai beragam alasan buat menolak, tetap saja titah dari ras terkuat muka bumi alias emak-emak tidak terbantahkan.

Tadinya suasana hati Biru masih lumayan baik, sebab setiap kali bersama Mama, Mars berubah jadi anak penurut yang kalem dan sopan santun. Namun itu tidak berlangsung lama, lantaran begitu Mama dapat telepon dari rumah sakit dan harus segera pergi karena ada pasien gawat darurat, si manusia kampret ini kembali jadi super menyebalkan dan bikin mood Biru buat makan hilang total.

"Ayo, kita duel."

Mars sempat berucap dengan songong, ketika Biru bangun dari duduk dan hendak pergi.

"Siapa yang menang bebas minta apa pun." Lanjutnya.

Tawaran yang luar biasa menarik, tapi Biru kelewat mager buat menanggapi. Dia tidak punya tenaga dan semangat untuk melawan bosgeng gadungan yang badannya hampir saingan sama gapura kabupaten itu.

"Nggak tertarik," jawab Biru singkat, sambil pertahankan tampang datar ala cowok dingin favorit ciwik-ciwik.

"Kenapa? Takut?" balas Mars bernada mengejek.

"...."

"Ah, kaga bisa berantem?"

Biru tahu persis cowok kampret ini sengaja mengomporinya.

Memang ya, otak berandalan di mana-mana selalu sama! Isinya cuma baku hantam, seakan masalah baru bisa dikatakan selesai kalau sudah lewat adu jotos. Ck ck, padahal berdasarkan ilmu beladiri dan pedoman hidup Master Shifu yang ajari Po belajar Kungfu, harus ada yang namanya pengendalian diri. Tidak boleh gampang marah, panjang sabar, serta menjauhi segala nafsu untuk sleding kepala orang.

Kalau sudah begini... ya mau bagaimana lagi?

Jiwa satwa liar dalam diri Biru 'kan jadi tertantang. Cowok itu jual, maka dia borong!

"Kapan?" Tanyanya tanpa sedikit pun melirik Mars.

"Sabtu malam ini. Lokasinya bakal gue kirim."

Dan jadilah. Masih dengan gaya songong dan dagu terangkat tinggi walau emosi tengah panas membara, Biru keluar dari restoran dan sekarang duduk menggembel di dekat trotoar.

Berhubung masih kelewat lapar, Biru berencana pergi ke rumah Aiden untuk numpang makan sekalian bikin rapat dadakan. Namun, karena tadi nggak bawa motor sendiri, terpaksa dia menelepon Denil dan memaksa cowok itu jadi ojek dadakan.

Tolong jangan tanya kenapa Biru tidak pakai jasa ojol, sebab dia terlampau malas harus tentukan titik rumah Aiden yang ada di tengah hutan itu. Belum lagi kalau pulang nanti, si ojol berpotensi nyasar dan berbaur sama hewan-hewan liar.

BegundalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang