Dear Pembaca,
Mudah-mudahan ceritanya gak ngebosenin ya......amin,
trus jangan lupa kasih vote ama commentnya hehe...
Saya siap terima comment apa aja... wlopun commentnya sepedes bon cabe.
#mencoba_tegar
Enjoy the story ^,^
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~[Pov Nicko]
Hari-hari liburan, aku habiskan di rumah. Aku hanya menonton kartun, film komedi romantis Thailand, mendengarkan music dan kegiatan rumahan lainnya. Tidak seperti anak lain yang pergi liburan bersama keluarganya. Mengingat Gurbadi yang saat itu sedang liburan bersama keluargany ke Lombok. Sedangkan si Wenceu alias Wendy lagi ikut liburan bareng kakaknya di Korea, pengen lihat musim dingin di Korea katanya.
Hmmm... kadang aku merindukan masa-masa indah bersama mendiang Ayahku saat masih hidup. Kita sering liburan ke pantai, bahkan luar negeri. Walaupun waktu itu hanya bertiga, tapi yang penting bagi kita adalah kehangatan keluarga. Kedua orang tuaku sangat menyayangiku, apalagi aku adalah anak satu-satunya.
Walaupun Ibuku kadang sibuk, aku tidak pernah mengeluh. Aku sangat mengerti kondisi ibuku itu. Bagiku, mungkin itu salah satu cara ibu agar dia tidak merasa sedih. Tentunya disamping sering beribadah dan berdo'a. Kadang aku pun melihat Ibu menangis di tengah do'anya usai shalat malam. Bagaimana tidak, Ibu itu sangat mencintai Ayah. Itulah salah satu alasan, mengapa Ibu memutuskan untuk tidak menikah lagi hingga sekarang.
Tak terasa satu minggu berlalu sejak pulangnya kami dari kegiatan Pecinta Alam. Hanya tinggal 4 hari lagi kami semua akan kembali beraktifitas di sekolah seperti biasanya. Aku sangat merindukan kecerewetan sahabatku, yaitu Gurbadi. Maklum lah, aku cuman bisa berteman sama Gubadi sejak SMP. Karena aku pikir, Gurbadilah teman yang paling "gila". Yang paling bisa bikin aku ketawa terbahak-bahak, ya walaupun aku sering kali jaim ya. Maklum lah, anak perawan, hehe. Ya begitulah yang sering diucapkan Gurbadi.
"Nick ?, kamu tidur ? ada temen tuh. Ngajak main kayaknya", teriak ibu dari luar pintu kamar mengagetkan lamunanku.
"oh ia Bu. Tunggu", kataku sambil merapihkan baju yang kupakai.
Aku heran, teman sekelasku yang tahu rumahku kan cuman Gurbadi dan si Wenceu. Sedangkan Gurbadi masih di Lombok, dan baru pulang lusa. Belom lagi si Wenceu mau foto-foto ama artis-artis korea yang terkenal cakep-cakep. Katanya sih dia gak bakalan pulang sebelum foto bareng ama Kim Soo Hyun, itu lho actor di drama You Who Came From the Star. Yang unyu nya gak ketulungan.
Ah mungkin mereka pulang cepat, pikirku. Namun pada saat sampai ke ruang tamu, yang sedang mengobrol dengan Ibu itu bukanlah Gurbadi maupun si Wenceu. Melainkan senior sekaligus idolaku di sekolah,
kak Fero.
"nah ini Nickonya, Ibu tinggal dulu ya nak Fero. Diminum dulu aja teh nya, mumpung masih anget. Ibu mau ke restoran dulu", kata Ibuku pamit kepada kak Fero.
"ia Bu, terima kasih banyak", kata kak Fero sambil mencium tangan Ibuku.
"Nicko, Ibu ke restoran dulu ya. Lagi rame soalnya", kata Ibu berpamitan.
"ia Bu, hati-hati", kataku sambil mencium tangan Ibu.
Ibu pun berlalu ke luar rumah sambil mengendarai mobil peninggalan ayah.
"Ibu kamu cantik ya. Pantesan anaknya juga cantik...eh", kata kak Fero ngegombal.
"ah kakak ngeledek. Oh ia kak, kok tumben. Ada apa ? ada kegiatan ekskul lagi ya besok ?", tanyaku heran.
"ah nggak, pengen lihat keadaan kamu aja. Gimana kamu sehat kan ?", tanya kak Fero jujur.
"Alhamdulillah baik kak. Agi tiduran tadi di kamar, eh dipanggil Ibu. Kirain Gurbadi sama Wendy yang dateng, nyatanya kakak", kataku dengan sedikit tertunduk malu.
"hmm...knapa ? gak seneng ya ? Aku ganggu ya ? ya udah aku pulang lagi deh", kata kak Fero sambil berdiri dari duduknya.
"eh..eh bukan gitu kak", kataku yang tanpa sadar memegang lengannya kak Fero.
Dengan kejadian itu membuat kami saling bertatapan untuk beberapa detik.
"ohh...jadi seneng nih ?", kata kak Fero menggoda.
"hehe...ia", kataku malu, dengan wajah memerah. Maklumlah kulitku kan putih, jadi kelihatan banget kalo lagi memerah.
Hehe, narsis.
"hah, apa ? gak kdengeran ?", goda kak Fero lagi.
"ah gak apa-apa kak. Oh ya, kakak mau minum apa ?", tanyaku sambil memberikan senyuman semanis mungkin.
"lhoo...khan ini udah dibuatin teh manis ama Ibu kamu", kata kak Fero.
"oh ia ya, lupa", kataku sambil menggaruk belakang kepalaku. Yang memang gak terasa gatel sama sekali.
"tuh kan...gini nih kalo kegirangan hehe...oh ya kita jalan keluar yuk, daripada di rumah", ajak kak Fero.
"ke...kemana kak ?", tanyaku agak gugup.
"yaa...kemana aja. Nonton mungkin atau udah itu kita makan. Ya pokoknya jalan deh", kata kak Fero.
"oh ia deh kak. Bntar ya kak, aku siap-siap dulu", kataku sambil beranjak dari dudukku karena bersemangat.
"ok deh. Dandan yang cantik ya. Hehe...", kata kak Fero genit.
"ah kakak ngeledek mulu nih", kataku cemberut.
Aku tak tahu tujuan kak Fero mengajakku keluar apa. Tapi yang pasti aku sangat senang sekarang. Ingin rasanya aku menelfon Gurbadi dan menceritakan perasaanku saat ini.
15 menit kemudian akupun sudah siap, tentunya dengan pakaian sekece mungkin. Kami pun langsung pergi menuju Mall di daerah jalan Merdeka. Tentunya aku diboncengi oleh kak Fero dengan mengendarai motor ninja merahnya saat itu. Betapa baiknya kak Fero, ternyata dia sudah menyediakan helm untukku. Katanya sih bukan karena takut ditilang polisi, tapi karena takut aku kenapa-napa.
Ouuhhhh, aku seneng banget dengernya.
Kali ini aku tanpa ragu untuk memeluk punggungnya kak Fero, walaupun kadang aku masih sangat deg-degan.
"peluk aja ya kalo takut jatoh. Gak usah malu-malu", kata kak Fero sambil mengendarai motornya.
Sesampainya di Mall, kami langsung menuju bioskop. Dan berniat menonton film horor sedang ramai digandrungi orang waktu itu. Beberapa orang memperhatikan kami. Karena mencurigai kami adalah pasangan gay. Mengingat, mall ini terkenal dengan tempatnya cowok-cowok gay berkumpul. Belum lagi, negara kita kan sangat-sangat menentang kaum LGBT, apalagi FPI tuh, berapi-api banget buat menumpas kaum gay. Tidak seperti di Thailand ataupun negara lainnya yang toleratif terhadap kaum gay yang menganggap pasangan gay adalah bagian dari masyarakat yang perlu dihargai juga.
Oh ya, saat kak Fero mengantri membeli tiket sekilas aku seperti melihat Wendy dan kak Desta di dekat pintu masuk bioskop. Tapi kuhapus pemikiranku saat itu juga, karena pikirku tidak mungkin Wendy bisa akrab dengan kak Desta yang notabene sangat membenciku. Ditambah lagi, bukankah Wendy sedang berlibur di Korea ?. Memang sih saat memasuki mall ini, aku merasa seperti dimata-matai oleh beberapa orang. Tapi, yasudahlah.
"hey, lagi lihatin siapa ?", kata kak Fero mengagetkanku yang sedang memperhatikan kearah pintu keluar.
"ah...eh nggak kak, gak apa-apa kok",
"ya udah, yuk masuk", ajak kak Fero sambil menggandeng tanganku
Jujur, ini membuatku sangat gugup. Tapi disisi lain aku juga sangat-sangat bahagia. Ya, saat ini tangan besar kak Fero sedang menggandeng tanganku dengan lembut, dan aku mengekorinya di belakang. Seperti cewek yang sedang digandeng oleh cowoknya saja pikirku. Bahkan security yang ada di dekat puntu masuk pun tak henti-hentinya memperhatikan kami.
Sepanjang pemutaran film, melihat adegan yang mengagetkan di film tersebut kadang membuatku tanpa sadar memegang lengan kak Fero. Layaknya seorang cewek yang memegang lengan cowoknya aja gimana. Namun aku kembali melepaskan lengan kak Fero karena malu, dan takut dikira genit. Ditambah lagi, kak Fero kan masih punya kak Meta. Aku gak mau dikira orang gak tahu malu, karena udah genit-genitan ama cowok orang. Walopun jelas aku gak genit sih disini. Tapi anehnya, sadar atau nggak, kak Fero kadang meremas jari-jariku dengan lembut.
"tangan kamu lembut ya Nick, kayak cewek, hehe", bisik kak Fero tepat di telingaku. Membuatku sedikit bergidik kegelian karena hampir saja bibirnya yang berkumis tipis itu menyentuh telingaku.
Dan aku pun hanya bisa tersenyum malu menanggapi perkataan kak Fero itu. Wajahku rasanya panas, aku tahu pasti saat ini wajah dan telingaku sedang merah-merahnya. Aku benar-benar tidak bisa menikmati filmnya, seluruh pikiranku tertuju pada kak Fero. Oh Tuhan, kenapa sih kak Fero ini ? bikin aku deg-degan aja ya Tuhan.
Akhirnya setelah beberapa kali jariku diremas kak Fero, filmnya udahan juga. Usai menonton film, kak Fero mengajakku makan malam di salah satu restoran siap saji di dekat Mall itu.
"kak, kok kakak gak biarin aku bayar tiket nonton sih ?, ni makan juga kakak yang bayarin. Aku juga kan punya uang buat bayarin sendiri", kataku memulai pembicaraan yang sedari tadi sempat hening.
"mmm...biarin dong", kata kak Fero sambil mengunyah kentang goreng.
"hmmm... kita kayak kencan aja", kataku spontan.
"ya gak apa-apa kalo nganggepnya gitu hehe..", kata kak Fero cengengesan.
Aku aminin aja deh, hehe.
"oh ia kak. Cewek kakak kemana ? kok gak di ajak maen ?", kataku iseng.
"cewek ? siapa emang ?", kata kak Fero mengernyitkan dahinya.
"ya kak Meta dong, siapa lagi ? emang kakak punya berapa cewek ?",
"ohhh...dia... dia cuman sepupu aku. Kenapa ? kamu cemburu ?", kata kak Fero sambil melahap ayam gorengnya.
"hah, sepupu ? bohong nih",
"ia...beneran. Dia anak Om aku. Kenapa sih emang ? kamu ngira dia cewek aku gtuh ?", kata kak Fero sambil mengunyah. Dengan mulut yang mengembung karena penuh dengan makanan yang dikunyahnya, dia terlihat makin ganteng saja. Sungguh. Bibirnya yang berkumis tipis itu terlihat merah merona.
"i..iya...soalnya deket banget",
"hmm...ya iyalah kita deket. Rumahnya deket juga ama aku. Dari kecil kita udah sering maen", kata kak Fero menjelaskan.
"oh gitu...syukur deh", kataku sambil menenggak Mango Float faforitku.
"syukur kenapa ?",
"ah gak apa-apa kak...hehe", aku tertawa garing. Mencoba menutupi perasaan "bersyukur"ku itu.
"hayoo...kenapa hayoo ?", kata kak Fero iseng.
"au ah...makan dulu aja", kataku dengan wajah yang memerah.
Kami pun melanjutkan makan dan mengobrol tentang kegiatan Pecinta Alam satu minggu yang lalu. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukan jam setengah sepuluh malam. Beberapa kali hpku pun berdering karena telfon dari Ibu memintaku untuk segera pulang.
Kak Fero pun langsung memutuskan mengantarkanku pulang, karena dia gak mau membuat 'calon mertuaku marah' katanya. Entahlah, dia bercanda atau tidak.
Di perjalanan pulang, kak Fero sempat bertanya kembali dengan pernyataanku tadi saat makan malam.
"Nick, tadi kamu bilang "syukur" soal status aku sama Meta yang cuman sepupu, emang syukur kenapa ? jawab jujur ah", kata kak Fero sambil mengendarai motornya.
"gak apa-apa kak, gak usah dipikirin. Aku salah ngomong kali", kataku mengelak.
"Ck...kamu gak jujur. Ya udah", kata kak Fero berdecak kesal.
Aku dan kak Fero sudah memasuki gerbang komplek perumahan tempat tinggalku. Sebelum sampai di rumahku, kami harus melewati dulu lapang tenis komplek. Namun tiba-tiba kak Fero memberhentikan motornya.
"lhoo kok berhenti disini kak ?", kataku heran.
"aku masih penasaran. Aku mohon kamu jawab pertanyaan aku tadi sejujur-jujurnya !!", kata kak Fero sambil membuka helm full facenya.
"hmm... gak ah kak. Aku malu. Ini aib aku, cukup diri aku sendiri aja yang tahu", kata Aku menunduk. Aku sendiri tak tahu kenapa aku tiba-tiba saja berkata seperti itu.
"aku tahu, kamu suka kan sama aku ?", kata kak Fero spontan.
".......", aku hanya diam tak menjawab.
"asal kamu tahu, Nick. aku juga suka sama kamu. Malah aku sayang sama kamu. Usai makan siang di rumah kamu waktu sepulang penutupan MOS. aku mulai suka sama kamu. Tapi aku mencoba hilangin perasaan itu dengan cara cuek ama kamu berbulan-bulan. Tapi aku nggak bisa. Aku gak bisa hilangin perasaan itu sama kamu. Rasanya aku pengen melindungi kamu", kata kak Fero mengeluarkan semua unek-uneknya.
Aku masih terdiam, namun secara perlahan kak Fero langsung meraih tanganku dan mengenggamnya dengan lembut lalu meletakkannya di dadanya.
Entah kenapa, tiba-tiba saja aku refleks memeluknya dari belakang.
"aku kira kakak gak seperti ini. aku kira kakak benar-benar cuek sama aku. Jujur... aku seneng banget kakak bilang kayak gini sama aku. Tapi disisi lain aku juga malu kak dengan perasaan seperti ini sama kakak. Karena perasaan ini bukanlah perasaan yang wajar", kataku tulus.
"nggak Nick. Kita gak usah malu. Kita harus jujur sama semua orang dengan apa yang kita rasakan. Ini hak kita untuk saling menyayangi",
"ia kak, makasih kakak udah bikin aku nyaman sekarang ini", kataku sambil menyandarkan kepala di punggung kak Fero.
"Nick. Tapi aku mau tanya satu hal sama kamu. Apa kamu mau terima aku untuk jadi seseorang yang bisa melindungi kamu lebih dari sekedar temen ?", kata kak Fero 'menembak' aku.
Jujur aku sangat kaget, karena tiba-tiba saja kak Fero berkata seperti itu. Apa aku salah dengar ? apa aku bemimpi ? apa aku gila karena terlalu banyak berkhayal yang tidak-tidak soal kak Fero ?
Ah tidak, aku tidak salah dengar, aku tidak sedang bermimpi, apalagi gila.
Aku sangat senang dengan pernyataan dari kak Fero itu, tapi di sisi lain aku juga sangat bingung dengan pernyataan kak Fero yang secara tidak langsung menembakku untuk menjadi pacarnya.
"kamu gak perlu jawab sekarang kalo kamu masih bingung", kata kak Fero mengagetkanku yang sedari tadi melamun.
Aku hanya mengangguk pernyataan kak Fero itu.
Tak berapa lama kak Fero langsung mengantarkanku ke depan rumah.
"kamu langsung istirahat ya Nick. Met tidur. Salam ya buat calon mertua aku, hehe", kata kak Fero tersenyum. Lagi lagi itu yang dia katakan. Ouhhh... so sweet banget.
Tapi aku tidak mungkin mengatakan hal itu pada ibu, karena dia pasti akan sangat kecewa kalau aku menyukai sesama jenis.
Kak Fero pun langsung pergi, begitupun aku langsung masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang campur aduk. Senang, bingung dan juga takut.
Takut ? kok bisa ya ? padahal aku tidak sedang akan berperang.
Entahlah aku sendiri juga bingung.
Sepanjang malam aku tidak bisa tidur. aku terus memikirkan pernyataan kak Fero. Aku sangat ingin menjadi pacar kak Fero, karena aku juga memiliki perasaan sayang terhadap kak Fero yang selama ini kak Fero pendam. Bayangkan, selama berbulan-bulan ini tiap kali kak Fero sedang main basket bersama teman-temannya, aku tuh suka senyum-senyum gak jelas di kelas sambil nonton kak Fero. Kalo kata Gurbadi, aku tuk kayak orang stress di jalan aja gimana. Gurbadi juga sebagai sahabatku yang ikutan nonton waktu itu, jadi ikutan ngeri lihat aku senyum-senyum gitu. Gurbadi sama Wendy sampe-sampe nasehatin aku buat banyak-banyak baca 'Istigfar'.
Atau waktu kita bertiga ama si Wendy nyari bahan buat tugas kelompok di warnet bareng, yang anehnya aku tuh malah assik nge-stalking Facebooknya kak Fero. Aku sampe senyum kegirangan, mungkin Gurbadi kira tuh saking semangatnya aku ngerjain tugas sejarah. Eh nyatanya lihat-lihat Facebooknya kak Fero. Gurbadi sampe tepok pantat dong waktu itu.
Eh tepok jidat ya yang bener ? hohoho...
Oh ya, aku bingung dan takut saat ini, karena aku belum pernah berpacaran dengan laki-laki. Bahkan berpacaran dengan perempuan pun aku belum pernah. Apalagi ini, aku ditembak langsung oleh laki-laki yang selama ini aku idolakan di sekolah.
Karena mengantuk melamunkan kejadian tadi, tak berapa lama aku pun tak sadarkan diri memasuki alam mimpiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bandung, saksi bisu cinta terlarang Nicko
Teen FictionNicko adalah seorang remaja yang baru menginjak kelas satu SMA swasta di Bandung. Kehidupan Nicko dijalani seperti remaja pada umunya. Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal di hati Nicko mengenai orientasi sexnya yang menyukai sesama jenis. Ya...