Hari ini di sekolah, Zen ada janji dengan Karin untuk mentraktir bakso di kantin saat istirahat.
Jam 9.15 Zen dengan cepat melesat ke kantin meninggalkan teman-temannya untuk menemui pacarnya. Zen dan Karin sudah pacaran sejak kelas X, hubungannya langgeng bahkan disebut best couple oleh teman-teman Zen.
Cowok itu sampai di kantin, mengedarkan pandangan mencari keberadaan Karin. Dan ketemu, ternyata duduk di pojokkan. Dia berjalan ke arah bangku itu.
"Hai, udah dari tadi ?" Tanya Zen duduk berhadapan dengan Karin. Perempuan yang tadi cemberut langsung senyum sumringah, "nggak kok, baru aja, mau apa ? Aku pesenin" balas Karin berdiri, Zen tersenyum sambil menggelengkan kepala, dia mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku celana.
"Bakso aja, makasih"
"Kembali kasih, sayang" Karin berjalan meninggalkan Zen sendirian menuju abang tukang bakso.
Zen menunggu dengan bosan, dia menopang dagu menunggu pesanannya diantar.
"Sendiri ?" Tiba-tiba saja entah dari mana Batara sudah duduk di depan Zen.
Cowok itu kaget sambil mengerutkan alis, "ngapain ?" Tanya Zen sinis, dia sudah mulai lelah diikuti Batara kemanapun dia pergi, jika bukan karena ibunya yang meminta supaya sedikit lebih baik pada Batara, sudah dari awal dia ingin memukul dan mengusirnya jauh.
"Ke kantin ? Itu sih hak gue" ucap Batara sambil menopang dagu.
Merasa capek jika harus berdebat apalagi perutnya sedang lapar, Zen memilih mengabaikan Batara sambil memainkan handphone. Batara masih tetap disitu, setia memandang wajah Zen.
"Sayang …." Panggil Karin bahagia, dia membawa nampan berisi dua mangkok bakso. Kedua cowok itu memandang ke arah Karin, Batara bangkit untuk pergi.
Wajahnya mendekati telinga Zen dan membisikkan sesuatu, "lo selamanya milik gue" kemudian meninggalkan Zen dan Karin yang sudah sampai dibangku itu.
"Itu tadi Batara ?" Tanya Karin sambil menurunkan mangkok bakso dari nampan. Zen hanya mengangguk, tatapannya fokus ke bakso miliknya, akan tetapi pikirannya masih berusaha menangkap maksud dari perkataan Batara tadi. "Cowok gila, ngapain gue mikirin omongan dia" batin Zen sadar seharusnya dia mengacuhkan semua yang berkaitan dengan Batara, dia pun memakan baksonya dengan sangat lahap.
***
Setelah selesai makan bersama, Karin pamit untuk pergi ke kelasnya. Zen juga pulang ke kelas setelah kenyang, tetapi dia mampir ke kamar mandi, disana dirinya membasuh keringat dan sisa ingus karena kepedasan.
Zen mengambil tisu untuk mengeringkan wajahnya. Handphone yang dia saku tiba-tiba berbunyi, saat dilihat ternyata nomor tidak dikenal. Karena berpikir mungkin dari orang penting dia mengangkat telepon itu.
"Hallo" hening dari seberang sana.
"Hallo" ulangnya.
"Kalau lo nggak jawab, gue matiin" tambah Zen emosi.
"Save nomer gue" balas penelpon yang suaranya terdengar jelas di kamar mandi. Zen mengerutkan alis, mencari sumber suara itu.
Salah satu pintu bilik closet terbuka agak keras, seseorang keluar dari sana. Menyandarkan tubuh ke dinding bilik. Tangan kanan mengangkat handphone ke telinga dan yang kiri dimasukkan ke saku celana.
Teleponnya dimatikan secara sepihak, dari lawan bicara Zen. "Anjir, lo lagi lo lagi, bisa nggak sih jangan ikutin gue satu hari aja" marah Zen menjauhkan handphonenya dari telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me !!!
Teen Fiction"Lo dan obsesi lo, itu menyeramkan" *** "Akhirnya gue bisa liat lo lagi" "Jangan pernah tinggalin gue, jangan dorong gue buat jauhin lo, rasanya seperti gue dicekik kuat-kuat dan dipaksa buat mati" "Gue udah nungguin lo lama dan gue nggak akan lepas...