Lega. Itulah yang kurasakan saat ini. Akhirnya penantian panjang yang memerlukan air mata berbuah manis diakhir cerita.
Winterku, cantikku, perempuanku. Kini dia sedang duduk manis, melihatku yang sedang bermain piano.
“Kau bukan hanya sekedar indah, kau tak akan terganti.” Aku menitipkan ribuan pesan lewat lagu itu, berharap Winter merasakan jutaan cinta yang aku rasakan untuknya.
Pipinya merah merona, cantiknya memancarkan terang. Perempuan bernama Kim Winter itu sangat indah. Dan betapa beruntungnya aku bisa memilikinya.
“Cantik.”
“Apa?”
“Tunjukkan aku senyum terbaikmu.”
Aku menghela nafas lega saat melihat senyumannya yang manis. Winter dewasa dan Winter kecil ternyata masih sama, bedanya hanya tambah cantik saja.
Maaf, jika aku terlalu memuja Winter, tetapi dia begitu sempurna dan berharga.
Rencana kita hari ini adalah pergi ke pasar malam. Winter sangat antusias dan ingin cepat-cepat berangkat. Tetapi dia terus berdiri dan menatap dirinya di depan cermin.
Berulang kali dia bertanya soal wajahnya, dan aku yang sudah pegal pun memegang kedua pundaknya dan berbisik, “you are always beautiful, love.”
“Ayo kita berangkat, nanti keburu larut.”
Tangan kami saling menggenggam, tidak membiarkan angin malam yang dingin masuk ke dalam genggaman. Kami mencoba semua yang ada di pasar malam, mulai dari naik kora-kora, melukis dan menembak boneka, lalu membeli arumanis rambut nenek.
Winter terlihat lelah tetapi senyumnya menunjukkan bahwa dia senang. Syukurlah, aku jadi ikut senang.
“Ayo naik bianglala."
Oh tidak, aku mau menolak tetapi melihat binar di kedua matanya aku tidak sanggup menolaknya.
Masalahnya bianglala di pasar malam dan bianglala di dufan jelas berbeda! Di pasar malam bianglala nya berputar lebih kencang dan aku ingin muntah.
Winter memeluk erat tubuhku sambil tertawa, katanya seru dan dia berteriak kegirangan. Berbanding jauh denganku, kan?
Aku ingin berteriak. “Berhenti woy, pengen muntah aku jancok!” Tetapi yang keluar dari mulutku hanya teriakan saja.
Akhirnya beberapa menit kemudian bianglala itu berhenti, aku menghela nafas lega dan segera keluar. Menghirup udara malam, membuat perutku membaik kembali.
Tidak lagi deh naik bianglala di pasar malam.
Winter masih tertawa, dia meledekku. “Pacarku cemen banget, naik bianglala doang udah kayak naik roller coaster aja.”
“Diam.”
Winter menutup mulutnya dan duduk di sebelahku. Dan tanpa aba-aba dia mencium pipiku dengan cepat lalu berbisik, “tunjukkan aku senyum terbaikmu.”
Aku tersenyum lebar, sampai pipiku pegal.
“Makasih ya, kak.”
“Untuk?”
“Walaupun kita berdua terpisah bertahun-tahun lamanya, kamu masih setia sama aku.”
“Karena kalau bukan sama kamu, aku gatau harus sama siapa lagi. Kayaknya aku bakal jomblo seumur hidup.”
Itu benar, kalau bukan sama Winter. Aku tidak tahu harus sama siapa, karena cintaku udah habis di Winter.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Favoritku
Short Story→_→ Mungkin tak selalu biru, namun saat bersamamu langitku tak lagi sendu. grey, 2023