Prologue

74 11 26
                                    

Apa yang kau cari? 

Banyak dari miliyaran manusia yang hidup dimuka bumi berlari tanpa arah, seolah mereka memiliki tujuan pasti padahal yang menanti tidaklah pasti. Bukankah lebih baik bagi manusia untuk lebih berhati-hati dan tidak terburu-buru dalam mengambil langkah?

Evander tahu dia berbeda dari anak-anak seumurannya. Tinggal sebatang kara di dunia yang keras, dia harus bertahan sendiri. Dia adalah anak yang tidak banyak bicara, lebih sering mengamati. Sebagaimana yang dilakukannya saat ini. Di bawah sana, terdapat anak-anak seusianya yang sedang menyapu halaman panti asuhan Hope. Merupakan panti asuhan tempat di mana dia tinggal saat ini, tempatnya berteduh sementara.

Panti asuhan ini selalu mengadakan kegiatan kebersihan yang dilakukan secara rutin setiap hari minggu. Dia mendekat ke kaca. Melihat lebih dekat anak-anak tersebut dengan kedua mata ungunya. Ketika sedang serius mengamati, Evander dikejutkan dengan seseorang yang menepuk punggungnya. Dia adalah Monika, seorang perempuan seusianya yang tidak bisa berbicara. Perempuan itu menunjukan senyuman kecil, menyerahkan sapu kepada Evander. Seolah memberi isyarat bahwa dia juga harus ikut bekerja bersama membersihkan panti.Evander tidak mengatakan banyak hal selain mengangguk kan kepala.

Berjalan menjauh menuju halaman belakang panti, langkahnya sedikit melambat kala melihat beberapa anak berkumpul di ruang tamu; beberapa diantara mereka memegang alat kebersihan, ada juga yang bersandar pada gagang pel, dan karena usia mereka yang masih kecil, beberapa diantara mereka tidak membawa alat kebersihan.

"Kenapa Kak Adeline tidak ada di kamar pagi ini?" tanya salah satu diantara anak kecil tersebut, kalau Evander tidak salah ingat, namanya adalah Gon.

"Hm, apakah dia telah diadopsi?" Kali ini seorang perempuan bertanya pada yang lain.

"Ku rasa tidak. Usianya bahkan telah melewati masa adopsi umum. Walau bukan berarti ada yang tidak mau tapi, aku yakin dia mendapatkan 'itu', kau tahu." Lelaki seusia Evander menjawab tenang. "Apakah 'itu' merupakan sesuatu yang bisa di makan, kak Green?"

"Anak ini." Green, lelaki seumuran dengan Evander ini mendengus, "Apakah dikepala mu hanya ada makanan saja, huh?"

"Laluㅡ" Evander menggelengkan kepala. Dia perlahan menjauhkan dirinya dari perkumpulan anak-anak tersebut.

Evander tahu betul perihal 'itu' yang dimaksud oleh Green. Dia akan melupakan kisah turun temurun dari pemilik panti jika Green tidak membahas hal tersebut, dan kejadian Adeline yang menghilang. Tidak perlu khawatir, itu kejadian biasa setiap tahunnya.

Kekayaan dan kesejahteraan?

Evander mulai menyapu halaman belakang yang dipenuhi oleh daun maple merah dan kuning yang berguguran. Musim gugur kali ini, tampaknya sangat merepotkan, melihat banyaknya daun yang gugur hingga menumpuk seperti baru terkena badai salju di malam hari. Dia tidak sendirian, tentu saja. Ada banyak anak-anak panti lain yang juga sedang menyapu halaman belakang. Beberapa diantara mereka justru duduk di bawah pohon maple yang sudah bersih, meminum air putih dan beristirahat seolah mereka sedang melakukan piknik mini.

Pemandangan yang sudah biasa. Bersandar pada gagang sapu, mata ungu Evander menyapu ke sekeliling alam di sekitar panti. Sebelum kemudian, mata keunguannya menatap suatu bangunan paling tinggi di wilayah ini.

Dalam beberapa dekade belakang, Bumi sedang tidak baik-baik saja. Sejak peristiwa itu datang, umat manusia tidak lagi peduli dengan teritori, sistem negara dihapuskan, semua manusia dari berbagai ras, negara, dan bahasa menjadi satu. Orang elite di atas membuat regulasi baru agar manusia tetap berjalan pada porosnya, dan tidak kocar-kacir karena kebingungan dengan sejumlah peristiwa yang terjadi diseluruh dunia.

Kehormatan dan kebanggaan?

Orang-orang menyebutnya tower, lebih tepatnya tower ke-99. Dia tidak mengerti sebenarnya kenapa dinamakan seperti itu. Tetapi, satu hal yang pasti; ketika mata keunguannya menatap tower tersebut, dia merasakan sebuah kerinduan yang tak terelakan, sangat kuat, hingga rasanya dada menjadi sesak. Lucu sekali, karena Evander tidak pernah merasa dia bagian dari menara. Yang dia tahu sejak lama, orang tuanya membuang Evander ke panti ini, dan tidak ada yang mau mengadopsinya karena bentuk fisik yang menurut banyak orang, bisa dibilang aneh; retina mata berwarna ungu, dan rambut berwarna silver blonde. Belum lagi jika diperhatikan, telinganya sedikit runcing jika dibandingkan dengan telinga kebanyakan manusia pada umumnya.

Jangankan orang yang ingin mengadopsi mengatakan dirinya aneh, kebanyakan anak panti dan pengurus lainnya pun terkadang berbuat seolah dia tidak ada di dunia ini. Dia merasa lemah, merasa sangat tidak berdaya tapi disaat yang bersamaan dia harus tetap menjalankan kehidupan.

Kekuasaan dan Kekuatan? 

Belakangan ini Evander sering memimpikan kejadian aneh; teriakan kesakitan, rumah besar bak istana yang kebakaran, tangisan anak kecil, semua itu membuat kepala Evander ingin pecah. Terlalu banyak hal asing yang membuatnya tidak sanggup menyerap semuanya sekaligus. Dia tidak tahu, apa itu, tapi kejadian dalam mimpinya terasa nyata, seolah dia berada di dalam sana sebelumnya. Namun, dari semua teriakan, dan tangisan, hanya ada satu suara lembut yang menangkan hatinya. Itu diucapkan dengan penuh kesedihan, disertai senyuman lembut yang semakin membuat dada Evander sesak luar biasa. "Lari, berlarilah yang jauh, bersembunyilah, jangan sampai mereka tahu keberadaan mu."

Atau mungkin balas dendam? 

Buyar dari lamunanya, Evander merasa kegiatan pagi yang melelahkan sudah cukup. Sudah waktunya dia beristirahat sebentar. Ia menyandarkan punggungnya pada salah satu pohon mapple yang memiliki batang besar, perlahan dia terlelap karena semilir angin lembut seolah menghanyutkannya dalam mimpi.

Evander menatap kebingungan ruangan gelap yang dihadapi mimpinya kali ini. Namun, dia tetap diam menunggu; tidak panik, apalagi berlari mencari jalan keluar. Sebelum kemudian, dia melihat sebuah pancaran emas berupa tulisan yang tidak ia mengertiㅡanehnya lagi, Evander paham maksud dari kalimat keemasan tersebut yang kini menjadi satu-satunya cahaya dalam kegelapan.

"Apakah anda bersedia mengikuti ujian tower?"

Adalah yang tertulis dalam kalimat tersebut tetapi, Evander belum mengetahuinya untuk saat ini. Pemuda berusia 18 tahun itu hanya menjawab dengan suara rendah. "Ya."

Seketika itu juga, tanpa sepengetahuannya, tubuh Evander bercahaya, anak-anak disekitar berhenti sejenak dan menatap khawatir ke arah Evander. Mereka hendak mendekat tapi intensitas cahaya tersebut sangatlah kuat, sehingga mereka memilih untuk berdiam diri terlebih dahulu. Sebelum kemudian, perlahan tapi pasti, cahaya itu menghilang, membawa Evander di dalamnya entah ke mana.

Mereka yang menonton, tertegun, beberapa terbelalak, sisanya ternganga dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Keheningan itu kemudian mencair seiring dengan langkah kaki mereka yang menjauh, tergepoh, dan berlari menuju panti asuhan. "Evan ... Ibu panti, Ibu panti!! Evander menghilang!"

Selamat datang di menara ke-99. Semua yang kalian inginkan ada di sini. Dan petualangan yang besar, siap menanti.

The 99th TowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang